Ustadz Yusuf, I Love You

Zora mencuci tangan nya di wastafel mini,

Bener-benar ternyata di dunia ini ada yang ajaib, ...lalu Zora kembali lagi ke ruang tamu, dia masih kebingungan melihat makanan di depannya ini.

Zora melihat makanan itu dan otaknya berusaha keras mencocokkan tampilan ini dengan hidangan yang ia kenal.

"ini semua dicampur menjadi satu hidangan? Ikan sekecil ini... apakah harus dibuang tulangnya satu per satu? Dan sayuran ini... mengapa masih ada daunnya? Mereka belum dimasak."

" Ia mengambil sendok garpu yang diletakkan ibu Suci. Ia mencungkil nasi sedikit, lalu mengambil sepotong timun mentah dengan garpu. Ia mencicipinya dengan hati-hati seperti seorang ahli kimia yang menguji zat baru.

Wajahnya sedikit berkerut. Rasa mentah dan segar dari timun itu sangat asing. Ia terbiasa dengan salad yang isinya sayuran mentah yang sudah di cacah kecil, tidak seperti ini, masih bulatan panjang di bagi menjadi dua.

Zora mencoba makan ikan kecil yang renyah.

Ia mencoba memisahkan daging dari tulang ikan dengan garpu dan sendok. Karena ikannya kecil dan kering, usahanya gagal total. Ikan itu justru terbang dari piring mengenai wajah supirnya yang sedang tidur di karpet tidak jauh darinya.

Ibu Suci menahan senyumnya. "Tidak apa-apa, Nak. Itu namanya ikan asin, Kalau ikan asin kecil begini, tulangnya sudah renyah. Kamu bisa makan semuanya, tidak perlu repot membuang tulang. Coba saja dicampur dengan nasi."

Zora mengambil satu ekor ikan utuh, memejamkan mata sedikit, dan menggigitnya. Bunyi 'kriuk' yang nyaring memenuhi ruangan. Ekspresinya antara terkejut dengan suara itu dan mengakui bahwa rasanya ternyata enak.

" renyah... Asin... gurih" wajahnya berbinar, seumur hidupnya ia baru makan ikan asin seperti ini, kemarin dia makan nasi rames isinya daging rendang, dia sudah paham walaupun tidak pernah mencobanya, tapi kemarin dia sangat menikmatinya....

Zora melihat sambal yang merah dan cantik. Ia mengira itu adalah semacam saus manis.

Zora dengan yakin mengambil sambal dalam jumlah yang cukup banyak , seperempat sendok makan dan mencampurkannya ke nasi serta ikan.

Begitu ia memasukkannya ke mulut, matanya langsung membulat sebesar bola . Wajahnya merah padam dalam hitungan detik. Ia terbatuk, dan air matanya mulai menggenang. Kepalanya terhuyung-huyung karena panasnya sambal.

ia tersedak, suaranya tercekat "AIR! bu... air... api... di mulutku..."

ibu Suci Tertawa pelan, segera menyodorkan segelas air "Ya Allah, Nak Zora! Sambal ini pedas, bukan saus tomat! Sedikit saja, jangan banyak-banyak!"

Zora menenggak air dengan cepat, sementara ibu Suci terkekeh geli melihat si nona muda kaya yang tidak tahu cara makan sambal. Ekspresi Zora kini adalah campuran malu, pedas, dan sedikit rasa suka cita karena telah mengalami sesuatu yang benar-benar baru....

" coba makannya pakai tangan nak", akhirnya dengan telaten ibu Suci mencontohkan cara makan menggunakan tangan .

Zora mengikuti gerakan tangan ibu Suci, akhirnya berhasil, ia makan dengan lahap, tak terasa ia bisa menghabiskan makanan satu piring...

" Alhamdulillah... Ini sangat lezat Bu, terimakasih" ucapnya tulus, matanya berkaca-kaca.

Sementara tanpa Zora ketahui, ternyata dari tadi sang sopir merekam dirinya saat makan... tadi saat ikan asin itu terlempar ke wajah sopirnya, pak Budi langsung terbangun..dan cepat-cepat meraih ponselnya, merekamnya lalu mengirimkannya kepada tuan besar...

tanpa sepengetahuan Zora, Pak Budi sudah menceritakan semuanya pada Tuan besar. ternyata respon dari orang tua zora sendiri malah senang, karena Zora berada di lingkungan yang baik. mereka membiarkan Zora untuk berproses agar menjadi pribadi yang lebih baik... karena melihat kelakuan putrinya yang sangat barbar, ambisius , tak terkendali, pembangkang, dan masih banyak lagi. sehingga mereka memutuskan untuk menikahkan Zora lebih cepat, agar bisa menjadi istri penurut, namun bukannya menurut, Zora malah kabur, tadinya orang tuanya itu akan menjemputnya kalau memang Zora perginya ke London, berhubung sang sopir memberitahukan bahwa saat ini Zora tidak jadi ke London dan malah terdampar di desa terpencil untuk mengejar seorang ustad yang sangat tampan. Itu membuat mereka yakin kalau saat ini...Zora berada di lingkungan yang sangat tepat. Akhirnya mereka akan membiarkan Zora menetap di sini sampai benar-benar berubah.

Zora terdiam sesaat , setelah selesai makan, dia akan mandi karena terlalu gerah, dari kemarin belum mandi.

Zora kembali ke kamar mandi kecil, kali ini membawa perlengkapan mandinya yang mewah ,sabun mahal, body wash yang beraroma harum,

Ia meletakkan perlengkapannya di tepi bak air. Ia melihat bak yang penuh air jernih, dan di sampingnya ada gayung plastik biru. Ia mengamati gayung itu seolah itu adalah benda purbakala.

"Oke. Tidak ada shower. Tidak ada tombol. Hanya ada wadah air ini dan sendok air besar. Apakah aku harus menyiram diriku sendiri? Berapa kali? Apakah aku harus berdiri di dalam bak? Jika aku berdiri di dalam, apakah airnya akan tumpah? Lalu, bagaimana cara sabunnya dibilas?" Zora Sangat bingung.tapi Zora memutuskan untuk mencoba. Ia berdiri di luar bak dan mencoba mengambil air dengan gayung.

Zora mengambil air dengan gayung secara hati-hati seperti mengambil sup. Air yang disiramkannya ke bahu sangat sedikit, dan sebagian besar tumpah ke lantai. Ia hanya sedikit basah.... padahal di WC umum Zora sudah bisa caranya membasuh kemaluan nya setelah buang air kecil. Zora lebih berani, ia mengisi penuh gayungnya. Saat ia mengangkatnya, air itu terguncang dan tumpah ke kakinya sendiri sebelum sempat ia siramkan ke kepala.

Wajahnya adalah perpaduan antara frustrasi, kekalahan, dan kebingungan total. Rambutnya yang sudah basah sebagian terlihat aneh, dan air di lantai membuat kakinya licin. Ia terlihat seperti anak kucing yang baru pertama kali dimandikan.

Akhirnya, Zora menyerah. Ia membuka pintu kamar mandi sedikit, kepalanya menyembul keluar dengan rambut setengah basah.

"Bu Suci! Maafkan saya. Bisakah Anda... bisakah Anda menunjukkan kepada saya bagaimana cara menggunakan alat penyiram air ini?"

bu Suci yang sedang mencuci piring mendengar bisikan panik itu. Ia mendekat, menahan tawa, dan berjalan ke arah kamar mandi.

"Ya Allah, Nak Zora. Itu namanya gayung. Sebentar, saya tunjukkan." kata Bu Suci dengan lembut.

ibu Suci masuk sebentar, mengambil gayung, dan dengan gerakan yang cekatan, ia menyiramkan air dari bak dengan cara yang efisien dan tidak tumpah.

"Lihat, pegang saja begini, lalu tuang. Siram dari atas, lalu gosok dengan sabun. Kalau sudah bersabun semua, ulangi menyiramnya, minimal lima belas gayung sampai bersih. Mudah, kan?" kata ibu Suci mempraktikkan.

Zora hanya bisa terdiam melihat demonstrasi itu. Ekspresinya kini adalah rasa malu bercampur pencerahan, seperti seorang mahasiswi yang baru saja diajari rumus matematika dasar....