Seharusnya Marsha menikah dengan Joseph Sebastian Abraham, seorang duda dengan anak satu yang merupakan founder sekaligus CEO perusahaan kosmetik dan parfum ternama. Setidaknya, mereka saling mencintai.
Namun, takdir tak berpihak kepadanya. Ia harus menerima perjodohan dengan seorang Presdir yang merupakan rekan bisnis ayahnya.
Saat keluarga datang melamar, siapa sangka jika Giorgio Antonio Abraham adalah kakak kandung pria yang ia cintai.
Di waktu yang sama, hati Joseph hancur, karena ia terlanjur berjanji kepada putranya jika ia ingin menjadikan Marsha sebagai ibu sambungnya.
~Haaai, ini bukuku yang ke sekian, buku ini terinspirasi dengan CEO dan Presdir di dunia nyata. Meskipun begitu ini hanya cerita fiksi belaka. Baca sampai habis ya, Guys. Semoga suka dan selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Api Cemburu
Giorgio terkejut ketika melihat istrinya tiba-tiba ada di kantor Care-Ve. Ia langsung mendekati Marsha yang sedang asyik berbincang dan berkeliling dengan Joseph sembari sesekali mencoba beberapa parfum.
"Aroma mana yang cocok banget untuk perempuan? Dan biasanya parfum mana yang paling laris?" tanya Marsha antusias.
Joseph mengambil salah satu parfum kesukaannya.
"Oud rouge, aromanya strong banget, Sya. Dan menurut aku aromanya gak cuma cocok buat cowok. Buat cewek juga cocok. Aku juga pakai ini kok," cetus Joseph sambil menyemprotkan parfum ke tangan Marsha.
Gadis itu langsung menghirup Aroma parfum yang dibalut oleh botol berwarna merah itu.
"Ini aroma kesukaan," sahutnya sambil tersenyum.
"Semua orang suka oud rouge, Sya. Kalau kamu suka aku bisa membawakan sebanyak yang kamu mau!" Suara Giorgio membuat gadis itu menoleh.
"Aku sedang bekerja. Nanti kita bisa bicara lagi," kilah Marsha dengan suara serak.
Giorgio tersenyum sinis. "Aku bisa memberimu seluruh harta yang kamu miliki sekarang. Bisakah temani aku?"
Marsha menghela napas berat. Ia memperhatikan sekeliling ruangan. Beberapa staf bahkan memperhatikan ketegangan di antara mereka.
Terjadi persaingan terbuka antara Joseph dan Giorgio di kantor. Beberapa orang sangat menyadarinya.
"Psk Joseph, mungkin lain kali saja kita live bareng. Kali ini, tolong mengalah ya. Aku usahakan cari waktu yang tepat untuk kita bicara," bisik Marsha sambil menarik kemeja pria itu.
"Usahakan, hanya kita," balas Joseph yang juga ikut berbisik.
Giorgio tidak suka melihat semua itu. Ia merasa dikhianati.
Di depan para staf ia menarik Marsha, kasar.
"Aaaaarggh, sakit, Mas!" teriak Marsha mengerang karena tangannya dicengkeram kuat oleh Giorgio.
Pria itu tidak banyak bicara, ia hanya membawa membawa Marsha pergi melewati beberapa orang karyawannya, dan membawa Marsha ke ruang kerjanya.
Ruangan yang lumayan luas. Tak ada siapapun di sana. Giorgio langsung mengunci pintu dan menutupi semua kaca depan gorden yang menggantung.
"Kamu tahun 'kan kalau aku terkadang itu bisa kasar sama kamu, Sya. Lalu kenapa kamu ketemu Joseph tanpa minta izin sama aku!" desis Giorgio.
Tatapan matanya sangat tajam, ia terlihat menyeramka saat berbicara dengan nada tinggi. Terlebih, ia sengaja mengikis jarak, membuat Marsha gemetar dibuatnya.
"Pernikahan kita ini, bukan pernikahan sebenarnya. Ini hanya drama, Mas Gio sendiri yang bilang. Lagi pula ini hanya urusan pekerjaan. Aku menerima tawaran yang saling menguntungkan dengan Joseph," ketus Marsha, ketika memberikan penjelasan.
Rak mau banyak bicara Giorgio menundukkan wajahnya. Marsha membeku sambil membalas tatapan suaminya.
"Angkat wajahmu. Tatap aku!" perintahnya, kali ini nada suaranya terdengar rendah.
Marsha hanya menurut untuk sekedar mencari tahu. Apa yang sebenarnya pria itu inginkan?
"Angkat lagi, lebih tinggi!" perintahnya, lagi.
Kini mereka saling bertatapan mata dalam jarak sepersekian sentimeter saja.
Dan ....
CUP!
Giorgio menyentuhkan bibirnya dengan bibir Marsha. Membuat gadis itu refleks menjauh. Tetapi Giorgio yang tidak terima atas penolakan istrinya, ia malah mengungkung tubuh mungil itu hingga tidak bisa bergerak.
"Kenapa kamu selalu menolak, aku sudah bilang kalau aku bohong tentang pernikahan palsu, pernikahan kontrak. Itu hanya caraku agar bisa menikahimu, paham," kata Gio dengan ekspresi marah, "Karena aku jatuh cinta padamu sejak lama. Apa masih kurang jelas?"
Marsha masih membeku, tetapi beberapa menit setelahnya, ia menggeleng cepat.
Tak lama kemudian Giorgio melepaskan tangannya.
"Maaf, aku cemburu," ucapnya mengakui perasaannya.
Marsha masih terkejut. Matanya berkaca-kaca. Ia benar-benar merasa ditipu. Tetapi apa daya. Semuanya sudah terjadi.
"Aku tetap pada pendirianku, ceraikan aku setelah dua tahun," pinta Marsha dengan ekspresi tegang.
Giorgio tidak bisa lagi mengabaikan apa yang ia lihat belakangan ini.
Bagaimana ia tidak kesal. Semakin ia menunjukkan perasaannya pada Marsha, semakin juga gadis itu berusaha menjauhinya dan malah mendekati Joseph yang kini sudah bersatu sebagai adik iparnya.
Giorgio kerap dibuat kesal setiap kali mengetahui Marsha tersenyum pada Joseph. Senyum yang semestinya hanya diperuntukkan untuk suaminya saja.
Namun, Giorgio adalah seorang pria yang pandai menguasai keadaan. Ia bahkan langsung melunak setiap kali ia merasa Marsha tidak suka akan perlakuan kasarnya.
Bagi Gio, ia hanya butuh menunggu momen yang tepat.
***
Usai ketegangan itu, Marsha memilih untuk pulang. Mungkin ia lebih baik tidur dan menenangkan diri.
"Biarkan aku keluar, Mas. Aku mau pulang," ujar Marsha.
Ia kini berubah, tak seramah dan selembut sebelum menikah. Setelah tahu Giorgio tidak mau melepaskan dan ingkar janji, gadis itu memilih bersikap dingin.
"Aku akan mengantarmu," ujarnya.
Tanpa menunggu aba-aba. Giorgio langsung menggenggam erat jemari lentik istrinya. Ia memutar knop pintu, lalu melenggang begitu saja melewati seluruh keluarga besarnya.
"Gio, usahakan malam ini pulang. Ajak istrimu makan malam dengan keluarga," sergah Tuan Abraham.
"Ya, Pa. Nanti aku usahakan," sahut Gio.
Ia tampak malas. Mungkin ia menyadari jika sang ayah tidak suka dengan pertengkaran yang terjadi.
"Pa, permisi," pamit Marsha, sopan.
Perempuan cantik itu menyempatkan diri mencium punggung telapak tangan mertuanya.
Tuan Abraham tersenyum, sambil mengelus puncak kepala Marsha.
"Sya, luangkan waktu untukku, ya. Papa mau bicara berdua," tukasnya, membuat Giorgio curiga.
Marsha hanya tersenyum sambil mengangguk sebagai jawaban.
Tak mau berlama-lama, Giorgio menggandeng mesra tangan Marsha, membawanya melewati beberapa cubicle ramai. Seolah ingin semua orang paham, jika Marsha adalah miliknya.
***
"Kenapa kamu membawaku ke sini, Mas?" tanya Marsha curiga sekaligus takut.
Giorgio menatap dalam. "Aku ini suamimu, Marsha. Suka atau tidak, tapi ini kenyataannya."
"Lalu?"
"Aku ingin kita menghabiskan waktu berdua saja, beberapa hari ini. Hanya kita, tanpa ada nama Steven, Joseph dan yang lainnya," tutur Gio.
"Aku harus apa? Kau memang tampan, Mas. Kaya raya, berkuasa, tapi maaf ... sejak awal hubungan kita hanya didasari oleh kepura-puraan saja."
"Kenapa kamu bersih keras tidak mau menerima, Marsha, kenapa?" Giorgio yang kesal mengguncang-guncangkan tubuh mungil di hadapannya.
"Kamu sakit, Mas. Ini bukan cinta. Kamu hanya memanfaatkan aku untuk menutupi jati diri kamu sebenarnya," tuduh Marsha.
Tatapan mata Giorgio semakin tajam. Keningnya berkerut, ia berpikir sejenak sambil mengamati reaksi istrinya.
"Apa maksudmu?"
"Mas bukan pria normal." Suara Marsha terdengar gemetar.
Giorgio langsung mengangkat tubuh Marsha, membawanya ke kamar pribadi miliknya di villa itu.
Ia langsung menindih dalam posisi tubuh tepat di atas Marsha sambil mengintimidasi.
"Jadi kamu lebih percaya pada Joey sekarang? Dengar ini, jangan pernah memancingku, Sya. Atau kamu akan menyesal seumur hidup!" ancam Gio.
Marsha terus meronta, tetapi Giorgio tidak peduli, ia sengaja meninggalkan jejak di leher jenjang istrinya. Sesekali ia bahkan sengaja mengendus wanginya.
"Apa kamu ingin bukti? Kau akan tahu aku ini pria normal atau bukan, Sya." Giorgio tersenyum menyeringai, membuat Marsha ketakutan.
Bersambung....