Chen Huang, seorang remaja berusia 15 tahun, menjalani hidup sederhana sebagai buruh tani bersama kedua orang tuanya di Desa Bunga Matahari. Meski hidup dalam kemiskinan dan penuh keterbatasan, ia tak pernah kehilangan semangat untuk mengubah nasib. Setiap hari, ia bekerja keras di ladang, menanam dan memanen, sambil menyisihkan sebagian kecil hasil upahnya untuk sebuah tujuan besar: pergi ke Kota Chengdu dan masuk ke Akademi Xin. Namun, perjalanan Chen Huang tidaklah mudah. Di tengah perjuangan melawan kelelahan dan ejekan orang-orang yang meremehkannya, ia harus membuktikan bahwa mimpi besar tak hanya milik mereka yang berkecukupan. Akankah Chen Huang berhasil keluar dari jerat kemiskinan dan menggapai impiannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 23 — Ketegangan Di Aula
Setelah seluruh peserta selesai menjalani ujian gaya bertarung, tetua Yan meminta semua kandidat untuk berkumpul di pelataran arena. Dengan suara tegas namun tetap tenang, dia berkata, "Kalian semua telah menunjukkan kemampuan terbaik kalian dalam tiga fase ujian ini. Sekarang, saatnya kita melanjutkan ke langkah terakhir."
Dia kemudian memimpin mereka menuju sebuah aula megah yang terletak di jantung Akademi Xin. Aula itu dihiasi dengan ukiran emas dan kristal yang berkilauan, memberikan kesan wibawa dan kemegahan yang luar biasa. Beberapa murid akademi yang berada di sekitar tampak memperhatikan iring-iringan kandidat dengan tatapan penasaran.
Saat mereka memasuki aula, mata semua peserta tertuju pada sosok pria paruh baya yang duduk di kursi utama, mengenakan jubah emas yang memancarkan aura mendominasi. Dialah Zhen Guang, kepala Akademi Xin. Kehadirannya membuat suasana menjadi semakin tegang.
Chen Huang melirik Ning Xue di sampingnya. Dia melihat ekspresi cemas di wajah gadis itu, meskipun Ning Xue berusaha menyembunyikannya. Dengan lembut, Chen Huang meraih tangannya, menggenggamnya erat. "Kita sudah berusaha sebaik mungkin. Apa pun hasilnya, aku akan tetap di sini bersamamu," katanya pelan.
Ning Xue mengangguk, tetapi dia tidak bisa menyembunyikan getar kecil di tangannya. "Aku hanya berharap nama kita dipanggil. Jika tidak..." Dia menggantungkan kalimatnya, terlalu takut untuk melanjutkan.
Di depan aula, tetua Yan berdiri tegak, memandangi semua peserta yang kini duduk rapi di bangku-bangku yang telah disediakan. Keempat tetua lainnya duduk di kursi yang berbaris di bawah panggung utama, semuanya terlihat serius. Tetua Yan melangkah maju, suaranya bergema di aula besar itu.
"Sebelum kami mengumumkan hasil akhir ini, izinkan saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kalian semua," katanya. "Tidak ada yang mudah dalam ujian kelayakan ini. Kalian telah melewati tiga fase yang tidak hanya menguji kemampuan fisik, tetapi juga mental dan tekad kalian. Untuk itu, saya ingin kalian semua merasa bangga atas usaha yang telah kalian lakukan."
Meskipun kata-kata itu dimaksudkan untuk memberikan ketenangan, tetap saja aura ketegangan menyelimuti ruangan. Beberapa kandidat terlihat memejamkan mata, berdoa dalam hati. Beberapa lainnya tampak menggigit bibir mereka atau mengepalkan tangan, mencoba menenangkan diri.
Tetua Yan melanjutkan, "Namun, sebagaimana yang kalian ketahui, hanya ada sepuluh orang yang dapat menerima beasiswa Akademi Xin tahun ini. Keputusan ini telah diambil dengan cermat oleh kami berlima. Kami menilai kalian secara keseluruhan—dari fondasi kultivasi, ranah kultivasi, hingga gaya bertarung kalian."
Chen Huang merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia melirik ke arah Ning Xue yang masih menggenggam tangannya. Wajahnya terlihat pucat, tetapi matanya penuh harapan.
"Sekarang," kata tetua Yan, suaranya sedikit lebih rendah, tetapi penuh wibawa, "kami akan mengumumkan sepuluh nama yang mendapatkan beasiswa Akademi Xin."
Seluruh ruangan menjadi sunyi. Tidak ada suara, tidak ada bisikan. Hanya detak jantung dan napas tegang yang terasa menggema. Chen Huang dan Ning Xue saling bertukar pandang, menguatkan satu sama lain dengan senyum tipis meskipun rasa cemas semakin memuncak.
Tetua Yan mengambil gulungan dari meja di depannya, membuka dengan perlahan, lalu mengumumkan, "Nama pertama... Shen Lu!"
Sorakan kecil terdengar dari sudut ruangan. Shen Lu, yang duduk beberapa baris di depan, berdiri dan membungkuk hormat. Ekspresi percaya diri terpancar di wajahnya.
"Ning Xue..." suara tetua Yan memanggil nama berikutnya.
Ning Xue terkejut. Matanya melebar, lalu dengan refleks dia menoleh ke arah Chen Huang. "Aku... aku berhasil!" katanya, suaranya hampir berbisik.
Chen Huang tersenyum hangat. "Aku sudah tahu kau bisa, Ning Xue."
Ning Xue berdiri dengan kaki yang sedikit gemetar, membungkuk hormat ke arah tetua dan kepala akademi. Ketika dia duduk kembali, dia menggenggam tangan Chen Huang lebih erat.
Nama-nama terus disebutkan satu per satu. Setiap kali sebuah nama dipanggil, ruangan dipenuhi dengan campuran emosi—ada yang bersorak, ada yang terdiam dengan kecewa. Hingga akhirnya, tetua Yan mengumumkan nama kesepuluh.
"...dan yang terakhir, Chen Huang!"
Seketika, ruangan terasa penuh dengan keheningan sebelum meledak dengan bisikan. Beberapa wajah menunjukkan ekspresi terkejut, bahkan ada yang tampak tidak percaya. Chen Huang berdiri dengan tenang, membungkuk hormat seperti yang lainnya, lalu kembali duduk.
Ning Xue menatapnya dengan senyum penuh kebahagiaan. "Kita berhasil, Chen Huang."
Chen Huang hanya mengangguk sambil menahan senyuman, tetapi ada cahaya kebanggaan di matanya. Meskipun mereka berdua tahu perjalanan mereka baru saja dimulai, keberhasilan ini adalah langkah besar menuju impian mereka.
Tetua Yan melangkah maju setelah menyelesaikan pengumuman sepuluh nama penerima beasiswa. Wajahnya tetap tenang, tetapi ada kelembutan dalam suaranya saat ia mulai berbicara kepada para kandidat yang tidak disebutkan namanya.
"Untuk kalian yang belum terpilih sebagai penerima beasiswa, saya ingin menekankan bahwa kegagalan ini bukanlah akhir dari perjalanan kalian," katanya dengan nada penuh pengertian. "Menjadi murid di Akademi Xin adalah sebuah pencapaian besar, dan kalian telah menunjukkan kemampuan serta tekad yang luar biasa selama ujian ini. Ingatlah, jalan menuju keunggulan tidak selalu mudah, tetapi kalian memiliki potensi untuk terus berkembang."
Kata-kata itu berhasil memberikan sedikit ketenangan di hati mereka yang merasa kecewa. Beberapa dari mereka mengangguk pelan, sementara yang lain tampak menguatkan diri untuk menerima hasil ini.
Tetua Yan melanjutkan, "Besok pagi, kalian semua, baik penerima beasiswa maupun yang lainnya, diharapkan kembali ke akademi dengan membawa barang-barang kalian. Kalian akan secara resmi diterima sebagai murid Akademi Xin yang baru. Selain itu, kalian juga akan diberikan asrama masing-masing sesuai dengan pembagian yang telah kami tetapkan."
Kemudian, ia menoleh kepada sepuluh penerima beasiswa. "Bagi kalian yang menerima beasiswa, terimalah token ini sebagai tanda kehormatan dan pengakuan atas prestasi kalian."
Seorang asisten akademi membawa baki berisi sepuluh token khusus berwarna emas dengan ukiran lambang Akademi Xin. Satu per satu, tetua Yan menyerahkan token tersebut kepada masing-masing penerima beasiswa. Token itu kecil namun memancarkan aura wibawa, simbol dari keunggulan dan status mereka.
Ketika giliran Chen Huang dan Ning Xue menerima token, keduanya membungkuk hormat dengan rasa syukur yang mendalam. Chen Huang merasakan berat simbolis dari token itu di tangannya—sebuah tanggung jawab baru yang harus ia emban. Ning Xue, dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, memandangi tokennya dengan senyum bangga.
Setelah semuanya selesai, tetua Yan berkata, "Sekarang, kalian semua dapat kembali untuk beristirahat. Persiapkan diri kalian untuk memulai perjalanan baru sebagai murid Akademi Xin. Saya berharap kita semua bisa bertemu kembali dengan semangat yang segar dan penuh antusiasme besok pagi."
Dengan itu, para kandidat mulai membubarkan diri. Beberapa berbicara pelan satu sama lain, sementara yang lain memilih untuk berjalan dalam diam. Chen Huang dan Ning Xue berjalan berdampingan, saling bertukar senyuman hangat, merasakan campuran kegembiraan dan harapan yang meluap-luap.