NovelToon NovelToon
Gadis Bar-Bar Mendadak Menikahi Ustadz

Gadis Bar-Bar Mendadak Menikahi Ustadz

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kontras Takdir / Suami ideal / Gadis nakal
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Amelia's Story

Arsyan Al Ghazali, seorang ustadz muda tampan, dikenal karena keteguhan imannya, kefasihannya dalam berdakwah, dan pesona yang membuat banyak wanita terpesona. Namun, ia tak pernah tergoda dengan pujian atau perhatian dari lawan jenis. Baginya, agama dan dakwah adalah prioritas utama.

Di sisi lain, Nayla Putri Adinata adalah gadis liar dari keluarga konglomerat yang gemar berpesta, bolos kuliah, dan menghabiskan malam di klub. Orang tuanya yang sudah lelah dengan tingkah Nayla akhirnya mengirimnya ke pesantren agar dia berubah. Namun, Nayla justru membuat onar di sana, bersikap kasar kepada para santri, dan berusaha melawan aturan.

Segalanya berubah ketika Nayla berhadapan dengan Al Ghazali, ustadz muda yang mengajarkan ilmu agama di pesantren tersebut. Awalnya, Nayla merasa jijik dengan semua aturan dan ceramahnya, tetapi pesona ketenangan serta ketegasan Al Ghazali justru membuatnya semakin penasaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ikut Suami Mengajar

Begitu mendengar suara yang meyakinkannya, Nayla membuka pintu perlahan, dan begitu melihat wajah Al Ghazali yang berdiri di sana, keringat masih menetes di pelipisnya, Nayla langsung terisak dan tanpa pikir panjang memeluknya erat-erat.

“Aku takut… aku takut banget…”

Suara Nayla parau, tangisnya pecah di dada Alghazali.

Alghazali terkejut, tapi segera membalas pelukannya dengan menepuk punggung istrinya pelan.

“Sudah, aku di sini. Kamu aman sekarang…” ucapnya tenang namun penuh khawatir.

Nayla menggenggam baju suaminya kuat-kuat. Untuk pertama kalinya, ia merasakan rasa aman yang sesungguhnya—bukan karena uang, bukan karena fasilitas mewah… tapi karena ada seseorang yang benar-benar menjaganya.

“Jangan tinggalin aku sendirian lagi, Al... tolong…”

Alghazali menatap mata Nayla yang basah, dan untuk pertama kalinya ia melihat sosok Nayla yang rapuh—bukan Nayla yang liar dan keras kepala.

“Aku janji…” ucapnya pelan, menunduk menyentuh kening istrinya.

Dan di dalam keheningan malam, hanya detak jantung mereka berdua yang terdengar—dua hati yang perlahan mulai menyatu dalam takdir yang tak mereka rencanakan.

Setelah malam penuh ketakutan itu, Nayla sempat berubah menjadi lebih lembut. Tapi seperti langit yang cepat berubah, sikap Nayla kembali seperti semula—acuh, dingin, dan ogah diajak bicara soal perasaan.

Pagi itu, saat Alghazali bersiap untuk pergi mengajar ke pesantren, Nayla tiba-tiba muncul di ambang pintu dapur dengan ekspresi datar.

“Aku ikut,” katanya singkat.

Alghazali menoleh, sedikit kaget.

“Ikut ke pesantren?”

Nayla mengangguk sambil menyuap roti tawar seadanya.

“Iya. Bosan juga di rumah sendirian. Lagian… aku mau lihat kenapa semua cewek bisa suka sama kamu,” ucapnya dengan nada menyebalkan.

Alghazali hanya menghela napas, lalu mengangguk.

“Terserah kamu. Tapi pakai hijabmu dengan benar, Nayla.”

“Iya, iya. Ustadz cerewet.”

Dan begitulah, Nayla pun ikut Al ke pesantren. Saat mereka tiba, seperti biasa, para santri wanita histeris saat melihat Ustadz Alghazali. Tapi hari itu mereka terdiam sejenak saat melihat seorang wanita cantik berpakaian syar’i tapi aura “bar-bar” masih terasa kuat berdiri di samping sang ustadz.

Nayla menyunggingkan senyum setengah mengejek, lalu membisik pada Al,

“Sekarang aku tahu kenapa mereka histeris. Kamu memang lumayan... kalau diam.”

Alghazali menahan senyum sambil menatap lurus ke depan.

“Jangan bikin masalah di sini, Nayla.”

“No promises.”

Saat Ustadz Alghazali melangkah masuk ke halaman pesantren, seperti biasa, senyum malu dan lirikan dari para santriwati menyambutnya. Beberapa bahkan membetulkan kerudung mereka dengan cepat dan menyapa pelan,

“Assalamu’alaikum, Ustadz…” sambil tersipu.

Nayla yang berjalan di sampingnya awalnya diam saja, tapi saat melihat beberapa santriwati bahkan saling mencolek temannya sambil tersenyum malu—darahnya langsung mendidih. Tanpa pikir panjang, dia langsung menggandeng tangan Alghazali erat-erat.

Langkah Alghazali terhenti sejenak karena kaget.

“Nayla?” gumamnya pelan.

Nayla hanya mendongak dengan wajah jutek ke arah para santriwati.

“Apa liat-liat? Gak pernah liat istri ustadz?” ucapnya tajam tapi dengan suara rendah.

Santriwati yang melihatnya langsung saling bisik-bisik, sebagian mundur dan tersenyum canggung.

Al Ghazali berdehem pelan, menoleh ke Nayla dengan tatapan penuh peringatan.

“Gak perlu seperti itu.”

“Aku cuma pengen mereka tahu, kamu udah punya istri. Dan bukan untuk dikagumi terus-terusan.”

Nada Nayla terdengar ketus, tapi sorot matanya… ada cemburu yang nggak bisa disembunyikan.

Alghazali menunduk sedikit, menahan senyum.

“Kamu ini…” gumamnya pelan, tapi tak melepaskan tangannya dari genggaman Nayla.

Saat sampai di depan kelas, Alghazali menghentikan langkahnya dan menoleh ke Nayla dengan tatapan lembut namun tetap dingin.

"Tunggu di ruangnaku saja Nayla. Aku tidak ingin ada gangguan saat mengajar," ucapnya dengan nada tegas tapi tetap tenang.

"Ck, kamu pikir aku laler ya ganggu, lagian enggak ada kerjaan liatin kamu lagi ngajar!"

Nayla mengerucutkan bibirnya, merasa seperti anak kecil yang disuruh menunggu di luar kelas. Tapi, dia tahu Al tidak akan mengubah keputusannya. Dengan sedikit enggan, dia menggenggam tangan suaminya dan mendekatkan ke wajahnya.

"Baiklah Ustadz," gumamnya pelan sebelum mengecup punggung tangan Alghazali dengan ringan.

Seketika ruangan terasa lebih hening dari sebelumnya. Beberapa santriwati yang masih berdiri di sekitar mereka menatap pemandangan itu dengan mata terbelalak.

Ustadz Al sendiri sedikit terkejut, tapi dengan cepat menarik tangannya kembali dan berdehem pelan, berusaha mengendalikan ekspresinya.

"Pergilah, Nayla," katanya, suaranya sedikit lebih rendah dari sebelumnya.

Nayla tersenyum tipis, puas melihat wajah Al yang sedikit berubah. Tanpa banyak protes, dia pun melangkah ke ruangan yang ditunjuk, meninggalkan Alghazali yang masih berdiri tegak di tempatnya—berusaha mengabaikan bisik-bisik santriwati yang melihat kejadian tadi.

Di dalam kelas, Alghazali berusaha fokus mengajar, tapi entah kenapa pikirannya sesekali melayang ke sosok istrinya yang kini menunggu di ruangan lain.

Nayla berjalan mendekati rak buku di ruangan Alghazali. Deretan kitab tebal dan buku-buku agama tersusun rapi di sana. Sesekali jarinya menyentuh sampul buku, membaca judul-judul yang sebagian besar terasa asing baginya.

Saat matanya menelisik lebih jauh, ia melihat sebuah laci yang sedikit terbuka. Rasa penasaran mengalahkan keraguannya. Perlahan, ia menarik laci itu hingga terbuka lebih lebar.

Di dalamnya, terselip sebuah foto. Seorang gadis berhijab syar’i dengan senyuman polos terpampang di sana. Matanya bening, penuh ketulusan, berbeda jauh dari tatapan tajam dan dingin Alghazali.

Nayla mengernyit, hatinya terasa aneh. "Siapa ini?" bisiknya pelan.

Jantungnya berdetak lebih cepat, ada perasaan asing yang mengusik hatinya. Apakah gadis ini seseorang yang istimewa bagi Alghazali? Kenapa dia menyimpan foto ini di tempat pribadinya?

Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Nayla buru-buru menutup laci dan berpura-pura melihat buku di rak, meskipun pikirannya masih berkecamuk.

Alghazali masuk ke ruangannya dengan langkah tenang, membawa dua gelas minuman. Matanya sekilas menatap Nayla yang tampak sibuk memperhatikan rak buku.

Tanpa banyak bicara, ia meletakkan segelas teh hangat di meja di depan Nayla. “Minumlah,” ucapnya singkat.

Nayla menoleh, sedikit terkejut. Matanya masih menyimpan tanda tanya tentang foto gadis berhijab yang tadi dilihatnya. Namun, ia menahan diri untuk tidak langsung bertanya.

“Terima kasih,” katanya pelan, lalu mengambil gelas itu. Ia menyeruput sedikit, merasakan kehangatannya di tenggorokan.

Alghazali duduk di kursinya, membuka sebuah buku dan mulai membaca. Ruangan itu hening, hanya ada suara kertas yang dibalik.

Namun, Nayla tidak bisa diam. Matanya terus mengarah ke laci yang tadi ia buka. Rasa penasaran semakin besar.

Akhirnya, ia bertanya dengan nada santai, “Ustadz, siapa gadis di foto itu?”

Tangan Alghazali yang sedang membalik halaman buku tiba-tiba berhenti. Matanya sedikit menggelap, ekspresinya sulit ditebak. “Kamu melihatnya?” tanyanya, suaranya tetap tenang, tapi ada sesuatu di dalamnya yang membuat Nayla sedikit gugup.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!