Tidak menginginkan menjadi duri dalam hubungan dua orang yang saling mencintai. Tetapi takdir sudah menjadi seperti itu. Kesalahan besar yang membuat Aletta harus berada diantara hubungan Thalia Kakak kandungnya dengan Devan orang yang seharusnya menjadi Kakak iparnya.
Aletta kehidupannya sudah dihancurkan, berusaha menerima takdirnya dan mengalah demi kebahagiaan sang Kakak. Tetapi ternyata semua tidak mudah.
Lalu bagaimana Aletta harus berada di posisi yang benar-benar sangat sulit ini?
Apa dia mampu bertahan?
Siapa yang menjadi korban sebenarnya!
Lalu siapa yang paling tersakiti dalam hal ini?"
Jangan lupa untuk mengikuti novel terbaru saya sampai selesai. Jangan tabung bab dan terus dukung dengan beri komentar.
Follow Ig Saya ainuncefeniss
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonecis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6 Hancur.
Devan memejamkan matanya yang juga memijat kepalanya, dia juga tidak percaya berada dalam situasi ini dan entah apa yang ada di dalam pikirannya yang bisa-bisanya tidur dengan adik dari kekasihnya.
"Aletta kau mau kemana?" Devan buru-buru menyusul Aletta saat gadis itu turun dari ranjang dengan lilitan selimut di tubuhnya.
"Kau benar-benar sudah menghancurkan ku!"
"Aku muak dengan semua ini!" tegas Aletta.
"Aletta aku mohon tenanglah dan kamu tidak bisa keluar dari kamar ini dengan keadaan seperti ini!" tegas Devan yang coba menenangkan Aletta.
"Kenapa?"
"Kau takut. Jika kak Thalia mengetahui kejadian ini hah?" tanyanya dengan tersenyum getir.
"Aku mohon kita bicarakan ini dengan baik-baik," ucap Devan.
"Apa yang harus dibicarakan bajingan!!!!!"
Devan terdiam yang semakin dia berusaha untuk menenangkan Aletta dan yang adanya Aletta semakin marah.
Setelah suasana sedikit tenang yang akhirnya Aleta memasuki kamar mandi dan mengganti pakaian yang tadi malam. Dia benar-benar sangat jijik dengan tubuhnya saat di kamar mandi dia juga kembali histeris melihat tubuhnya yang penuh dengan tanda kemerahan.
Devan yang juga memakai kemejanya asal-asalan duduk di sofa dan melihat gadis itu keluar dari kamar mandi dengan mata yang sembab.
"Kita harus bicara," ucap Devan membuat langkah itu terhenti dan menatap tajam Devan.
"Apapun yang kau katakan tidak akan pernah mengubah apapun. Aku tidak akan kembali seperti dulu karena aku benar-benar sudah kau hancurkan!" ucapnya menegaskan.
Devan merespon yang harus menunggu Aletta benar-benar siap untuk bicara dengannya. Aletta yang melanjutkan langkahnya dan saat ingin tangannya memegang kenopi pintu.
"Sayang..." suara panggilan manja itu terdengar dan siapa lagi jika bukan Thalia.
Aletta melihat ke arah Devan dengan wajah mereka berdua yang sama-sama kaget, jantung berdegup dengan kencang.
"Sayang ayo buka pintunya. Kamu di dalam bukan?" Thalia terus saja mengetuk pintu.
Devan berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Aletta. Devan mungkin khawatir jika Thalia mengetahui keberadaan Aletta di kamarnya dan sampai tangan Devan memegang lengan Aletta yang langsung dilepaskan Aletta.
"Maaf!" ucap Devan.
"Kau benar-benar kurang ajar!" umpat Aletta.
"Sayang!" Thalia terus saja memanggil Devan yang membuat Devan semakin gelisah harus bertindak seperti apa.
"Apa dia memang tidak ada di kamar!" gerutu Thalia.
Karena tidak mendapatkan respon yang akhirnya membuat Thalia selalu dari depan kamar itu. Suara langkah Thalia yang terdengar membuat Devan menghela nafas yang merasa lega.
"Kau benar-benar puas dengan semua ini hah!"
"Kau dengan enak menikmati tubuhku dan saat mendengar suara kakakku membuatmu keringat dingin yang sangat ketakutan. Kau benar-benar laki-laki serakah yang menghancurkan hidupku dengan cara seperti ini," umpat Aletta yang semakin marah dengan sikap Devan.
"Terserah kamu mengatakan seperti apa kepadaku. Kamu berhak Aletta mengatakan ini dan itu!" tegas Devan.
Air mata Aletta kembali jatuh, setelah dia merasa aman yang akhirnya keluar dari kamar depan.
"Arghkkkkk!" umpat Devan dengan emosi.
"Kenapa aku bisa melakukan semua ini? Kenapa aku tidak bisa mengendalikan diri," ucapnya yang pasti sangat menyesal karena telah meniduri adik dari kekasihnya.
*****
Di kamar mandi di bawah guyuran shower. Aletta yang memeluk tubuhnya menangis sesungguh bukan, tampak luka di tangannya bekas cakaran kukunya, Aletta rasa jijik pada tubuhnya yang melukai diri sendiri.
Ketika matanya terpejam maka dia akan mengingat cumbuannya dengan Devan yang dikit demi sedikit teringat di kepala Aletta. Hal itu semakin membuat dirinya tidak memiliki harga diri.
"Kenapa semua ini bisa terjadi?"
"Kenapa?"
Pertanyaan yang sudah beberapa kali dia ucapkan yang membutuhkan jawaban.
"Aletta kamu masih berada di kamar mandi?" suara ketukan pintu yang terdengar Thalia memanggil adiknya.
"Aletta kamu mendengar Kakak?"
"Aletta!"
Aletta mengangkat kepalanya, "iya sebentar!" jawabnya dengan suara bergetar.
"Kamu jangan lama-lama di kamar mandi. Ayo cepat kit harus sarapan!" ajak Thalia.
"Kakak duluan saja," jawabnya.
"Baiklah! kalau begitu kakak tunggu kamu dan nanti jangan lupa kamu juga langsung turun!" tegas Thalia yang tidak dipedulikan Aletta.
Dia masih membutuhkan waktu untuk menerima takdir ini dan walau dia juga tidak tahu apakah takdir ini bisa dia terima. Aletta benar-benar pasrah akan kehidupan yang dialami saat ini.
Akhirnya Aletta keluar kamar juga. Kondisi sepertinya kurang fit. Aletta menghampiri Thalia dan Devan yang sedang sarapan di teras kapal dengan menikmati indahnya lautan di pagi hari.
Pandangan mata Devan langsung melihat ke arah Aletta yang memakai dress panjang dengan lengan panjang dan bahkan memakai syal di bagian lehernya yang mungkin ingin menutupi tanda kemerahan akibat perbuatan Devan.
"Perasaan cuacanya tidak dingin, kenapa harus memakai syal segala?" tanya Thalia.
Tidak ada jawaban dari Aletta yang memilih langsung duduk tepat berhadapan dengan Devan.
"Ini sayang!" Thalia yang selesai mengoleskan selai Nutella pada setangkap roti untuk kekasihnya.
"Makasih!" ucap Devan.
"Aku ingin bicara dengan Kakak," ucap Aletta.
Uhuk-uhuk-uhukk
Devan yang baru menggigit ujung roti langsung tersedak.
"Sayang pelan-pelan!" Thalia khawatir langsung mengambilkan air minum yang memberikan kepada kekasihnya.
Devan meneguk air putih tersebut sembari melihat ke arah Aletta. Tidak bisa bohong bahwa Devan terlihat begitu sangat khawatir.
"Kamu makan seperti dikejar-kejar saja," ucap Thalia geleng-geleng.
"Maaf!" ucapnya gugup dan bahkan wajahnya sampai memerah.
"Aletta kamu ingin bicara apa?" tanya Thalia.
Devan yang semakin panik, tidak bisa bohong jika dia takut Aletta menceritakan apa yang terjadi di antara mereka. Bukan pengecut tetapi mungkin belum waktunya untuk membicarakan dengan Thalia yang pasti membuat Thalia akan kaget.
"Aletta!" tegur Thalia yang tidak mendapatkan respon dari adiknya.
"Aku ingin kita pulang," jawabnya dan barulah Devan menghela nafas yang benar-benar merasa lega.
"Pulang! Aletta kita baru saja menginap satu malam di sini dan kamu sudah ingin pulang,"
"Tapi aku ingin tetap pulang!" ucapnya dengan tegas.
"Kamu jangan seperti anak kecil dan ini liburan bukan hanya untuk kamu saja kamu...."
"Jika Kakak tidak ingin aku pulang. Maka aku akan pulang sendiri!" tegas Aletta memberikan ancaman.
"Apa-apaan sih kamu! kamu jangan seperti anak kecil. Jika kamu pulang yang artinya semua orang akan pulang. Kalau kamu mau pulang makan naik kapal speedboat saja!" tegas Thalia yang ikutan kesal dengan tingkah adiknya.
"Thalia sudahlah kita memang sebaiknya pulang saja," sahut Devan.
"Sayang maksud kamu apa? kamu jangan merasa tidak enak dengan tingkah Aletta yang seperti anak kecil dan kamu harus menurutinya, kita datang kemari bukan hanya kita bertiga dan ini hari ulang tahun kamu!" tegas Thalia.
"Aku tahu itu, tetapi aku juga masih ada pekerjaan dan aku juga tidak bisa menundanya, jadi sebaiknya kita pulang!" ucap Devan.
Aletta berdiri dari tempat duduknya membuat pasangan kekasih itu melihat Aletta bergegas pergi.
"Aletta kamu belum selesai sarapan! Aletta!" panggil Thalia.
"Sudahlah Thalia, mungkin Aletta memang tidak nyaman berada di sini," ucap Devan.
Thalia menghela nafas yang masih sangat kesal dengan tingkah Aletta. Dia mungkin masih menginginkan liburan yang panjang dan harus berhenti karena permintaan Aletta. Karena melakukan kesalahan besar pada Aletta dan sepertinya Devan harus menuruti keinginan Aletta yang mungkin butuh waktu untuk sendiri.
Bersambung....