Di negara barat, menyewa rahim sudah menjadi hal lumrah dan sering didapatkan.
Yuliana adalah sosok ibu tunggal satu anak. Demi pengobatan sang anak, ia mendaftarkan diri sebagai ibu yang menyewa rahimnya, hingga ia dipilih oleh satu pasangan.
Dengan bantuan alat medis canggih, tanpa hubungan badan ia berhasil hamil.
Bagaimana, Yuliana menjalani kehamilan tersebut? Akankah pihak pasangan itu menyenangkan hatinya agar anak tumbuh baik, atau justru ia tertekan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luluhkan
"Kau mau apa lagi?" tanya Yuliana menatap jengkel pada Sean.
"Apa yang kamu katakan pada Mommy?" tanya Sean menatap Yuliana dengan tegas.
Wanita yang hanya dibalut kimono mandi yang panjang dan tebal itu menghela nafas kasar. Menahan rasa jengkel yang menggebu di hati.
"Kau meniduriku, kau memaksaku, dan kau membuatku melanggar aturan kontrak sebagai Ibu Pengganti. Itu yang ku katakan, dan Nyonya Jessy pergi tanpa mengatakan apapun. Kau ingin aku pergi dari sini kan? Tenang saja mungkin Nyonya Jessy akan mengusirku, setelah ini," sahut Yuliana dengan jujur mengatakannya.
Sean terdiam beberapa saat menatap menyelidik pada Yuliana, membuat Yuliana kembali menatapnya dengan waspada.
"Ini aku yang maniak, karena tubuh kecilnya, atau aku memang tertarik dengannya?" batinnya karena membayangkan kembali bagaimana tubuh yang dibalut itu.
"Keluar dari kamarku! Aku mau mandi," ucap Yuliana membalikkan tubuh, dan berjalan menuju kamar mandi. Membuat Sean tertuju pada jalan Yuliana yang sedikit mengangkang dan pincang.
Singgungan senyuman timbul dalam wajahnya. Seketika perasaan bangga hadir dalam hatinya.
Ia jadi merasa lebih percaya diri.
Pria itu melirik ke arah kasur yang masih sangat berantakan, yang membuatnya kembali tersenyum. Namun, sesaat kemudian, ia segera menggelengkan kepala.
"CK, apa yang ku pikirkan," gumamnya berusaha menyadarkan diri.
Pria itu segera keluar dari sana. Waktu yang sudah menunjukkan pukul 3 malam. Membuatnya bergegas ke lantai empat, memilih untuk menggunakan sisa waktunya beristirahat.
Saat ia masuk ke dalam kamar, menatap kasur yang rapi dan bersih, membuatnya teringat dengan sang istri yang entah sedang apa di sana.
Helaan nafas ringan terdengar dari nafasnya. "Maafkan aku sayang. Aku tidak bermaksud mengkhianati kamu. Kamu harus tau, hanya kamu yang ku cintai. Aku hanya bermain-main dengannya," ucapnya melangkah masuk ke dalam kamar yang dipenuhi banyak figura foto kebersamaan dirinya dan Clara.
Sean mendudukkan tubuhnya di atas kasur, menatap sebuah bingkai foto yang menempel di dinding atas kasur. Foto pernikahan yang penuh senyum itu.
"Lima tahun foto ini belum diganti. Aku harap segera diganti, dan ada satu anggota kecil di tengah-tengah kita sayang," ucapnya dengan lembut menatap foto tersebut.
Usai menyematkan kata manis itu, Sean membaringkan tubuhnya. Kepalanya bergerak menatap tempat di sampingnya yang kosong. Sudah ke sekian kalinya itu terjadi, dan membuatnya selalu merasa sepi.
Sean memejamkan matanya, berusaha mengalihkan pikiran dari rasa kesepian yang melanda. Namun, saat ia berusaha mengalihkan pikirannya, justru ia teringat dengan adegan panas yang ia lakukan bersama Yuliana, membuatnya mendesis dan mengusap kasar wajahnya.
Merasa akan sulit tidur. Sean memilih menarik laci lemari di samping kasur, mengambil satu botol berisi pil, lalu meminumnya.
Ada banyak hal yang membuat Sean selalu sulit tidur. Untuk mengatasi itu, ia hanya bisa mengkonsumsi obat tidur, agar bisa tidur dengan tenang.
Beberapa menit menunggu obatnya bereaksi, perlahan matanya mulai terasa berat, dan tertutup. Hingga menit selanjutnya, pria itu mulai lelap dalam tidurnya yang lelah.
Saat Sean mengalami sulit tidur. Yuliana yang selesai mandi dan segera mengganti alas kasurnya. Dalam hitungan detik, wanita itu sudah kembali terlelap. Rasa lelah membuatnya tidak memikirkan hal yang barusan terjadi.
Jam 7 pagi, di mana hari sudah sangat cerah. Yuliana baru terbangun dari tidur nyenyaknya.
"Ya ampun sudah jam tujuh," gumam Yuliana terkejut melihat waktu itu. Karena biasanya ia akan terbangun di jam enam pagi.
Yuliana segera bangun, dan membuatnya meringis kesakitan. "Sstt, perih," gumamnya terdiam beberapa saat mengingat kejadian yang menimpanya malam tadi.
"Itu benar terjadi?" batin Yuliana merasa tidak percaya. Namun, rekaman ingatannya itu sangat jelas. Membuatnya tak bisa menampik jika itu adalah mimpi.
"Aish! Bodoh! Memalukan sekali," gumamnya menepuk keningnya merasa malu mengingat kejadian itu.
"Aku harus menemui nyonya Jessy, membahas kontrak kita," Yuliana menurunkan kakinya, sembari menahan rasa perih di bawah sana. Wanita itu kemudian berjalan keluar kamar.
"Kalau dibatalkan dan tidak dimintai DP, itu menguntungkan bagiku, tapi kalau dia minta balik uangnya, ini bahaya," gumamnya hanya fokus pada kontraknya.
Tidak peduli dengan akan bertemunya ia dan Sean yang akan membuatnya malu. Wanita itu tetap berjalan menuju lantai dua, yang dia rasa saat ini Nyonya Jessy dan William sedang sarapan.
Dengan menggunakan lift, Yuliana dengan cepat sampai di lantai dua. Wanita itu segera berjalan menuju meja makan, melihat tiga orang keluarga menikmati sarapannya di sana.
"Eh, sayang. Kamu sudah bangun. Ayo ikut sarapan," ajak Jessy dengan senyum lembut menyapa Yuliana. Membuat dua pria itu ikut menoleh.
Tatapan Sean dan Yuliana bertemu untuk sesaat, sebelum Yuliana lebih dulu mengalihkan pandangannya, sementara Sean tetap menatapnya.
Yuliana turut bergabung, duduk di samping Jessy. "Nyonya apa aku akan dipulangkan?" tanya Yuliana tanpa basa-basi.
"Hm?" Jessy mengerutkan kening merasa bingung dengan pertanyaan itu.
"Kamu merindukan putramu?" tanya Jessy dengan lembut. "Kalau iya, kamu boleh bawa dia kemari," sahutnya tanpa rasa keberatan.
"Mommy berhenti membawa orang asing ke dalam rumah!" sahut Sean dengan cepat menyuarakan protesnya, membuat Yuliana sontak meliriknya kesal, tanpa sahutan.
Yuliana kembali menatap Jessy. "Nyonya, aturan nomor 5 sudah dilanggar, apa artinya aku akan dipulangkan?" tanya Yuliana memperjelas maksudnya.
Jessy berdehem ringan. Ia lebih dulu meneguk air minumnya. Lalu menatap Yuliana dengan senyum tulus. "Tidak apa sayang. Kan bersama Sean, ayah dari anak yang kamu kandung. Beda lagi jika itu orang lain. Lebih sering berhubungan malah tidak apa, supaya lahiran kamu juga lancar," sahut Jessy tanpa merasa ragu mengungkapkan apa yang dipikirkannya.
Ucapannya itu sontak membuat Sean yang sarapan tersedak, karena terkejut. Hingga isi mulutnya sedikit tersembur.
"Uhhuk uhhuk." Sean segera meraih gelasnya dan meneguk habis isinya.
Ia segera menatap Jessy dengan tatapan tidak percaya. "Apa maksud Mommy. Dia hanya mainan semalamku! Dan tidak akan pernah terjadi lagi!" sentak Sean mempertegas kata mainan, dan tidak setuju akan pikiran ibunya itu.
Sean melirik tajam pada Yuliana. Tangannya terulur menunjuk Yuliana "Dan kau, jangan sampai hal ini terdengar di telinga istriku. Atau kau akan mati di tanganku!" ucapnya dengan tegas memperingati.
Usai mengatakan itu, Sean pergi dengan wajah dongkolnya. Yang setiap langkahnya dipenuhi gerutuan rasa kesalnya.
"Apaan maksud Mommy. Harusnya dia mengusirnya. Kenapa malah seperti ini?" gumamnya dalam benaknya.
Tidak jauh beda dengan Sean. Yuliana pun bergumam hal yang sama dalam benaknya. "Kenapa tidak dipulangkan saja sih? Tapi, jangan minta uangnya kembali," batinnya sembari mengusap perutnya.
"Ini malah ngedukung kelakuan anaknya lagi," batinnya semakin merasa tidak nyaman tinggal di sana.
Budaya dan pola pikir yang berbeda menghadirkan rasa canggung yang harus Yuliana tahan.
"Anna kalau bisa kamu luluhkan Sean dan jadi istrinya sayang," ucap Jessy tiba-tiba membuat Yuliana semakin melotot tidak percaya.
up yg bnyk y Thor