Nyatanya, cinta sepihak itu sangat menyakitkan. Namun, Melody malah menyukainya.
Cinta juga bisa membuat seseorang menjadi bodoh, sama seperti Venda, dia sudah cukup sering disakiti oleh kekasihnya, namun ia tetap memilih bertahan.
"Cewek gak tau diri kayak lo buat apa dipertahanin?"
Pertahankan apa yang harus dipertahankan, lepas apa yang harus dilepaskan. Jangan menyakiti diri sendiri.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Melody terdiam menatap langit-langit ruangan. Sunyi sekali. Mungkin karena jam masuk kelas sudah tiba, jadi para murid berada di dalam kelas. Tapi Melody masih bisa mendengar suara orang, meskipun hanya samar-samar.
Dia memejamkan matanya, lengannya dia letakkan di dahinya.
Ini gak mungkin kebetulan, kan? Sebenarnya siapa yang jahil sama gue? Gak lucu banget! Batinnya.
"Mungkin itu tikusnya kejebak di loker gue," gumamnya. "Tapi gak mungkin. Tikusnya berdarah-darah, jelas itu dibunuh," lanjutnya. Melody menghela nafas berat. Dia beranjak duduk, namun seketika ia meringis saat merasakan kepalanya yang berdenyut.
"Gue butuh kopi."
Aneh tapi nyata. Setiap Melody merasa sakit kepala, dia selalu minum kopi agar merasa baikan. Tapi, jika sekarang dia keluar dari UKS, bisa-bisanya ia digerebek guru BK, disangka membolos, padahal kan tidak.
"Tau gini gue mending gak sekolah!" Gadis itu kembali membaringkan tubuhnya sambil memainkan ponsel.
Sebenarnya dia ingin menceritakan pada Venda, tapi Melody yakin kalau Venda sedang sibuk saat ini. Jadi ia mengurungkan niatnya.
Srett
Suara tirai yang digeser membuat Melody terkejut dan langsung menoleh ke arah seseorang yang lancang mengganggu ketenangannya.
Melihat siapa yang datang, Melody beranjak duduk. "Ngapain, Kak?" tanyanya.
Gian berjalan mendekati Melody setelah kembali menutup tirai pembatas.
"Kata Laut, di loker lo ada bangkai tikus. Lo gak apa-apa?" tanya Gian.
Melody mengangguk. "Seperti yang Kak Gian lihat." Ia merentangkan kedua tangannya memperlihatkan bahwa dia memang baik-baik saja.
"Muka lo pucat," kata Gian. "Kalau ada apa-apa, bilang sama gue, Melody."
Melody terdiam, dia menatap mata teduh Gian dengan dalam. Sebenarnya Melody masih tak enak hati tentang masakan telur ayam kemarin. Dia kesal pada dirinya sendiri karena tidak mencari tau tentang Gian lebih dalam. Dan sialnya malah orang lain yang memberitahu informasi penting itu. Andai saja Nada tidak memberitahu, mungkin dirinya akan terus memasakkan telur ayam untuk Gian, dan secara tidak langsung ia membunuh Gian secara perlahan.
"Tadi sarapan?" Suara Gian membuyarkan lamunan Melody. Gadis itu menggeleng pelan.
"Gue beli makanan buat lo bentar." Gian berbalik dan segera keluar dari UKS, meninggalkan Melody yang masih menatap lurus ke depan, tepatnya pada tirai yang telah Gian tutup.
"Dia suka gue juga gak ya?" gumamnya nelangsa. Melody menghela nafas kasar.
****
"Gue yakin si ganjen itu lagi ketakutan sekarang."
"Gue denger dia lagi di UKS. Gak sia-sia kita berangkat lebih awal."
"Bener! Besok kita bikin makin parah. Biar dia kapok!"
Kedua gadis itu cekikikan di dalam toilet. Mereka sedang merapikan riasan di sana, padahal sekarang masih jam pelajaran.
"Tapi, kalau ketahuan gimana?"
"Terus? Emang dia mau ngapain? Lapor polisi? Masalah sekecil itu pake lapor polisi segala. Cemen banget!"
"Iya juga sih. Lagi pula kita gak main kekerasan sama dia, kan?"
"Belum saatnya." Dia menatap wajah cantiknya dari pantulan cermin, bibirnya menyunggingkan senyum miring. "Nanti kalau semuanya lancar, gue bisa aja nekat."
"Serius lo? Gila! Cuma gara-gara si ketos, lo nekat gini?"
"Lo lupa? Lo sendiri yang ngasih ide itu ke gue!" sinisnya.
"Ya tapikan cuma masalah teror, kalau main kekerasan, gue gak nyaranin sih."
"Terserah. Gue pemeran utamanya di sini, bukan lo atau bahkan yang lain."
****
"Gian, pulang sekolah kamu sibuk gak?" Nada mengekori Gian. Tujuan mereka kali ini adalah kantin, karena jam istirahat sudah tiba.
"Kenapa?"
"Aku pengen ke rumah kamu. Udah lama gak ke sana," jawab Nada antusias.
"Boleh."
"Beneran?" Mata Nada semakin berbinar. "Kamu gak sibuk emangnya?"
"Sibuk. Di rumah ada mama, lo bisa ketemu sama dia nanti."
Senyum Nada sedikit luntur, namun dia mencoba antusias kembali. "Ya udah gak papa. Aku juga kangen sama tante."
Gian berdehem singkat. Dia melangkah lebar memasuki kantin dan langsung bergabung dengan teman-temannya. Nada pun ikut bergabung di sana.
"Aku boleh ikut gabung kalian, kan?" tanya Nada.
Hanya Galen yang mengangguk. "Boleh atuh."
Nada tersenyum. "Makasih."
Galen mengacungkan jarinya sebagai jawaban.
"Gue pesenin dah. Kalian mau pesan apa? Samain aja ya? Oke!" Galen langsung berlari menuju stand bakso dan memesan makanan untuk teman-temannya dan Nada.
"Dia yang tanya, dia juga yang jawab sendiri." Sebasta memutar bola matanya malas. Padahal dia ingin makan mie ayam hari ini, tapi apa boleh buat? Galen sudah memesankan bakso.
"Danu, gue gak terima ya! Apa-apaan lo?!"
Suara melengking Melody membuat Gian dan yang lain menoleh ke arahnya.
"Iya-iya gue bayarin!" Danu berdecak keras. Dia mengusap telinganya yang menjadi korban teriakan Melody.
Wajah Melody berubah cerah. "Bagus! Awas aja lo ingkar janji!!" sinisnya. Dia segera membawa nampan nya ke sebuah meja yang dekat jendela kaca.
"Miskin gue lama-lama diporotin itu bocil," gerutu Danu. Dia mengeluarkan uangnya untuk membayar makanan miliknya dan milik Melody.
"Lagian lo sendiri yang nerima taruhan itu. Jadi, bukan salah dia dong," celetuk Ando sambil tertawa kecil. Mereka pun segera menghampiri Rangga dan yang lain, tak lupa 2 nampan mereka bawa.
"Kenapa?" tanya Yoga. Tentu saja dia mendengar teriakan Melody tadi.
"Si Danu gak terima duitnya dirampok Melody," jawab Ando.
"Bukan gak terima, tapi— ah udahlah." Danu menghela nafas.
Yoga terkekeh. "Lo cuma traktir dia pas di kantin aja. Uang lo gak akan habis."
"Cuma lo bilang?" Danu menekan ucapannya. "Lo pikir dia jajan pas jam istirahat doang? Kemarin aja pas sebelum masuk kelas ibu kantin udah nagih ke gue! Belum lagi pas istirahat pertama sama kedua!"
"Perhitungan amat lo! Itu semua juga gara-gara kesepakatan kalian. Lo terlibat, tanpa paksaan!" celetuk Ando.
"Udahlah. Bener kata Yoga, duit lo gak akan habis. Anak orang kaya kok perhitungan!" lanjutnya dan Danu hanya pasrah.
Sebenarnya benar apa yang dikatakan kedua temannya. Uangnya tidak akan habis hanya untuk mentraktir Melody. Dia hanya tidak terima saja melihat gadis tengil itu. Lihat saja Melody, dia sedang menikmati makanannya seperti sedang mukbang, saking banyaknya jajanan yang dia beli.
Gian terdiam mendengar ucapan mereka. Diam-diam dia menguping meskipun hanya terdengar samar-samar karena keramaian kantin.
Mereka taruhan apa? Batinnya bertanya-tanya.
"Gian, kok gak dimakan?" Suara Nada membuat Gian menoleh ke arahnya. Cowok itu segera memakan bakso sapinya sambil memikirkan taruhan antara Melody dan Danu.
Sedangkan Melody sendiri tak peduli dengan keadaan sekitar. Matanya berbinar melihat banyaknya camilan di mejanya. Dia sengaja membeli camilan di kantin agar ditraktir Danu, tapi camilan itu akan ia bawa pulang nanti. Ini namanya kerja cerdas. Dia tak perlu ke minimarket lagi untuk mengisi stok camilannya.
"Rezeki nomplok ini namanya," gumamnya sambil terkikik.
bersambung...