NovelToon NovelToon
(Boy)Friendzone

(Boy)Friendzone

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Rizca Yulianah

Hara, gadis perfeksionis yang lebih mengedepankan logika daripada perasaan itu baru saja mengalami putus cinta dan memutuskan bahwa dirinya tidak akan menjalin hubungan lagi, karena menurutnya itu melelahkan.
Kama, lelaki yang menganggap bahwa komitmen dalam sebuah hubungan hanya dilakukan oleh orang-orang bodoh, membuatnya selalu menerapkan friendzone dengan banyak gadis. Dan bertekad tidak akan menjalin hubungan yang serius.
Mereka bertemu dan merasa saling cocok hingga memutuskan bersama dalam ikatan (boy)friendzone. Namun semuanya berubah saat Nael, mantan kekasih Hara memintanya kembali bersama.
Apakah Hara akan tetap dalam (boy)friendzone-nya dengan Kama atau memutuskan kembali pada Nael? Akankah Kama merubah prinsip yang selama ini dia pegang dan memutuskan menjalin hubungan yang serius dengan Hara?Bisakah mereka sama-sama menemukan cinta atau malah berakhir jatuh cinta bersama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizca Yulianah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tembok Penghalang

Suara pintu yang berdebam di banting itu membuat seorang perempuan paruh baya terhenyak kaget dari kegiatannya yang asyik bermain ponsel.

"Nael kok pulang-pulang gak salam dulu?" Tegurnya sembari melepas kacamatanya. Dia memanjangkan lehernya menengok ke arah ruang tamu, mencari jejak keberadaan sang anak.

Hening tak ada jawaban, dia beranjak dari tempat duduknya, melangkah pelan ke arah ruang tamu.

"Nael?" Dia masih menegur lembut putranya yang kini sedang duduk menyandarkan punggung dan kepalanya. Sekali lihat dia bisa tau bahwa ada sesuatu dengan anak semata wayangnya itu.

"Ada apa sih? Pulang-pulang nggak salam terus langsung cemberut begitu?" Tanyanya sembari mendudukkan diri di samping Nael.

Nael memalingkan wajahnya meski matanya terpejam, saat ini suasana hatinya begitu buruk, tak ingin di ganggu siapapun walau itu ibu yang sangat dia hormati.

"Nael?"

"Nggak ada apa-apa ma, cuma capek" Mau tak mau Nael harus menjawab, dia tidak ingin di tanya-tanyai terus.

"Nael menurut firman Tuhan dalam mat-"

"Ma!" Suara Nael spontan sedikit meninggi. Dia membuka matanya dan menghadap ke arah wanita yang sudah melahirkannya itu.

"Nael lagi nggak pengen denger ceramah al-kitab" Dia melembutkan suaranya demi melihat raut wajah ibunya yang syok.

"Kamu ya-" Mama menutup wajah dengan kedua tangannya, tak lama kemudian terdengar isak tangis lirih.

Nael berdecak lirih. Lagu lama.

Jurus andalan mamanya adalah menangis jika Nael tidak menurut atau membantahnya. Dan Nael tidak bisa berkutik dengan itu.

"Nael cuma capek aja, Nael banyak kerjaan" Alasannya sembari meraih kedua tangan mamanya.

"Bukan gara-gara perempuan itu kan?" Tanya mama di sela isak tangisnya.

"Ma dia punya nama. Namanya Hara!" Nael yang kembali tersulut emosi itu pun mendengus kesal.

"Mama nggak mau tau siapa namanya!" Balas mama tak kalah sengit.

"Kenapa sih mama nggak suka banget sama Hara, dia tuh anak baik ma" Nael mengusak rambutnya kasar. Sesak yang sedari tadi di tahannya terasa semakin mencekik.

"Ya karena kamu tuh terlalu baik buat dia" Jawab Mama dengan mata nyalang marah.

"Aku? Baik?" Desis Nael sinis, dia menatap mamanya dengan ekspresi jijik.

"Dia yang terlalu baik buat kita!" Nada sarkas itu meluncur mulus dari mulut Nael.

Merasa percakapan ini sia-sia, dia pun bangkit dari duduknya dan pergi ke kamarnya.

Terkadang Nael merasa bahwa keputusannya untuk putus adalah hal yang baik untuk mereka, mengingat betapa baiknya Hara, dia merasa Hara pantas mendapatkan seseorang yang lebih baik dari dia.

Tapi setelah kenyataan itu hadir di hadapannya, dia menjadi serakah dan tidak sanggup melihat Hara bersama laki-laki lain. Seperti yang di lihatnya tadi.

Hara berpelukan dengan bosnya.

Nael membanting pintu kamarnya dengan keras. Dia sudah tidak sanggup lagi menahan semua beban pikiran di kepalanya.

...****************...

"Bae" Kama menyandarkan kepalanya di pundak Hara.

"Filmnya nggak seru" Dia melirik tangan Hara yang bebas di atas sandaran tangan. Terlintas di pikirannya untuk menggenggam tangan Hara.

"Harusnya tadi lihat film yang lain aja, yang romantis-romantis gitu" Bisiknya pelan, mengingat semua orang sedang berkonsentrasi menghadap layar raksasa yang ada di hadapan berpuluh-puluh pasang mata.

"Bae?" Kama kembali berbisik memanggil Hara yang sedari tadi hanya diam saja.

Penasaran kenapa Hara hanya diam, dia pun mendongak untuk melihat wajah Hara.

"Ah elah malah tidur" Sungut Kama kesal. Dengan cemberut dia menegakkan badannya dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi bioskop.

Rencana awalnya, dia akan mengajak Hara nonton. Dia bahkan sengaja memilih film horor dengan harapan Hara akan menjerit-jerit takut dan kemudian dia akan tampil bak pahlawan menawarkan pelukan untuk menenangkan Hara yang ketakutan.

Tapi dia lupa sesaat. Hara adalah alien. Makhluk dari antah berantah yang sifatnya tidak bisa di prediksi.

Saat semua orang sibuk menjerit, memekik dan menutup wajah demi meredam rasa takutnya. Hara malah sedang tertidur pulas.

"Asem banget!" Sungutnya kesal lalu dengan kasar mencomot popcorn yang ada di pangkuan Hara.

Hilang sudah bayangan tentang suasana romantis mereka, tergantikan menjadi rasa dongkol.

Hingga film itu berakhir Hara masih saja tidur dengan nyenyak. Barulah saat lampu bioskop di nyalakan, dia membuka matanya pelan.

"Pules banget tidurnya neng!" Sinis Kama saat melihat Hara mengucek matanya.

"Sorry" Hara nyengir melihat Kama yang sedang kesal.

"Tauk!" Sungut Kama kesal, merampas kantong popcorn yang ada di pangkuan Hara dan memakannya dengan kasar.

"Ayok" Seakan tidak peduli dengan perasaan Kama, Hara malah bangkit dan mengajaknya pergi.

Masih dengan rasa dongkol, Kama terpaksa mengikuti Hara. Tidak mungkin kan dia ngambek di situ dan tidak mau pergi, meski hatinya ingin begitu. Tapi ini adalah bioskop, dia pasti akan di usir juga pada akhirnya.

"Mau kemana lagi sekarang?" Hara bertanya sembari melihat jam tangannya. Masih ada sisa waktu untuk kencan mereka sebelum pulang.

"Laut!" Jawab Kama asal.

"Jauh kalau mau ke laut" Hara malah menjawab dengan serius ucapan Kama.

"Bae!" Sungutnya semakin kesal, dia menghentikan langkahnya. Hara yang selangkah di depannya juga ikut berhenti dan berbalik badan menghadapnya.

"Are you serious?!" Kama menautkan alisnya. Tak ingin lagi menyembunyikan rasa kesalnya.

"Sorry sorry" Hara kembali nyengir.

Kama menyilangkan kedua tangannya di dada. Lalu memalingkan wajahnya.

"Anak baik jangan ngambek dong" Hara mendekat dan kemudian mengelus kepala Kama. "Nanti gantengnya ilang loh"

"Cih" Decih Kama kesal tapi dengan wajah memerah. Hanya bujukan kecil dari Hara tapi mampu membuat marahnya hilang dalam sekejap.

"Yuk anak ganteng" Hara mengulurkan tangannya. Masih dengan nada membujuknya.

"Memang gue anak kecil!" Sungut Kama tapi menerima uluran tangan Hara.

"Abis bapak kayak Ica sih" Hara terkikik.

"Biasanya kalau Ica ngambek, saya bujuk begitu langsung deh luluh"

"Ica siapa?!" Kama yang tidak suka mendengar Hara membujuk orang lain selain dia itu pun menepis tangan Hara.

"Anak tetangga, yang biasanya saya ajarin belajar" Hara menjawab santai.

"Cih" Kama kembali merenggut kesal.

"Kenapa lagi sih pak?" Tanya Hara heran. Bapak polisi satu ini sangat mood swing sekali. Sebentar-sebentar manis, lalu marah, lalu kesal, lalu manis lagi.

"Ya kesel aja, enak ya jadi Ica, udah sering ketemu sama lo, eh masih di bujuk-bujuk juga kalau lagi ngambek" Sungutnya kesal.

"Masa sama anak SD aja ngiri sih?" Hara mengerutkan keningnya.

"Ya ngiri lah" Sanggah Kama tak mau kalah.

"Lo aja bales wa gue ada kali kelewat dari tiga hari, di telepon juga nggak pernah di angkat, di ajak ketemuan selalu nggak bisa"

Hara menghela napasnya. Membiarkan Kama mengeluarkan unek-uneknya, siapa tau dengan begitu suasana hati Kama bisa kembali baik.

Jadi saat nanti mereka akan berpisah pulang, Hara tidak perlu mendengar rengekan-rengekan Kama lagi. Tidak ada drama-drama berkelanjutan.

"Iya deh maaf kalau bales wa nya lama, lain kali di usahain cepet" Jawabnya mengalah.

"Beneran?" Sangsi Kama tak percaya.

"Di usahain" Jawab Hara yakin.

"Ck!" Decak Kama kembali memberengut kesal.

"Maksimal dua jam, lebih dari itu gue hukum" Pungkasnya kesal.

"Lah kenapa jadi main hukum-hukuman gini?" Hara mengerutkan keningnya bingung.

"Ya biar lo ngerti aja, kalau nunggu balesan wa tuh nggak enak tau" Kama mencubit gemas pipi Hara. Dasar cewek super nggak peka.

"Kalau gitu jelas saya dong yang lebih banyak kena hukum" Hara protes tak terima, selama ini dia kebanyakan berkirim pesan melalui email dengan para rekan kerja atau klien-kliennya. Sangat jarang baginya bertukar pesan melalui aplikasi wa.

"Ya makanya usahain lah neng" Kama merangkulkan kedua tangannya di pundak Hara. Menatap wajahnya dengan serius.

"Mm.. Gini aja deh. Gimana kalau kirim pesannya tiap jam delapan sampai jam sembilan, selain di jam itu saya nggak janji bakal balas cepat" Hara mencoba bernegosiasi.

"Jam tujuh sampai jam sembilan" Tawar menawar pun terjadi. Hal yang di pelajari Kama dari Hara adalah ini. Maju terus pantang belok.

"Insya Allah" Jawab Hara sabar.

Kama terdiam mendengar jawaban Hara. Wajahnya berpikir keras.

"Terus gue harus jawab apa kalau lo bilang gitu?" Tanya Kama malu-malu.

"Assalamualaikum atau astaghfirullah atau yang lain?" Wajah Kama semakin memerah.

Hara tergelak mendengar penuturan Kama. Baru kali ini dia melihat seseorang seperti Kama.

"Bae jangan ketawa!" Kama melotot kesal karena di tertawakan.

"Bapak tuh gede di luar negeri ya?" Tanya Hara di sela tawanya.

Sebenarnya Hara sudah tidak asing dengan orang-orang bertitle islam KTP, bukan hanya satu dua orang yang dia temui seperti itu.

Tapi dia baru kali ini mendapati orang sepolos Kama dalam hal agama, bahkan hal mendasar seperti itu saja dia tidak tau.

Namun bukan ranahnya untuk mencampuri atau mengomentari kehidupan religi seseorang. Itu urusan mereka dengan Tuhannya. Hidayah bisa menghampiri siapa saja. Jika Kama sekarang masih buta dengan agamanya, bukan tidak mungkin dia akan mendapat hidayah besok atau lusa.

"Cukup jawab aja iya" Hara memberi tahu dengan serius. Tak ingin terkesan meledek Kama, terlebih lagi ini menyangkut agama.

"Ya udah" Kama mengedikkan bahunya. Tak ingin memperpanjang masalah bahasan tentang agama. Dia merasa tidak nyaman dengan topik itu.

"Sekarang mau kemana?" Tanya Hara lagi.

"Makan yuk" Jawab Kama santai. Dari nada suaranya, Hara bisa menebak kalau mood Kama sudah kembali membaik.

"Mau makan di mana?" Hara berbalik badan, di ikuti dengan Kama yang langsung merangkulkan tangannya di pundak Hara, mengikuti langkahnya.

"Tadi gue lihat ada mie ayam di depan sana"

"Okei" Hara mengacungkan jempolnya sebagai tanda setuju dengan ide Kama.

Mereka pun berjalan menuju lift untuk pergi ke lantai dasar dan kemudian keluar dari area mall ini. Menuju penjual mie ayam yang ada di pertigaan jalan depan.

"Mie ayamnya dua yang bang" Teriak Kama kepada penjual saat mereka masuk ke dalam tenda semi permanen tempat mangkal abang mie ayam.

"Minumnya apa nih bang?" Balas si penjual.

"Apaan bae?" Tanya Kama menatap Hara yang sudah lebih dulu duduk dan sedang membersihkan meja dengan tisu basah.

"Air putih aja boleh?" Tanyanya polos.

"Ya mana ada bae, es teh aja ya?"

"Ya udah deh, nggak pake gula ya"

"Es teh tawar satu, es teh manis satu" Teriak Kama menyebutkan pesanannya.

"Siap, di tunggu bang" Teriak penjual itu meski sedang sibuk membuatkan pesanan.

Warung mie ayam itu terlihat ramai meski berjualan di pinggir jalan. Dari dua meja panjang dan beberapa tempat duduk, lebih dari setengahnya telah terisi.

"Bapak ternyata mau juga ya makan di pinggir jalan begini?" Tanya Hara tiba-tiba sembari mengamati sekeliling.

"Memangnya kenapa makan di pinggir jalan?" Kama yang bingung dengan pertanyaan Hara itu menelengkan kepalanya menatap Hara.

"Ya bukannya apa-apa nih, kalau sepengamatan saya, kalau bapak itu cucu dari bu Helena, berarti jelas bapak kaya dong. Kan biasanya orang kaya nggak mau makan di tempat begini, mintanya di restoran mahal"

"Apa nih maksudnya? Kok jadi bahas masalah kekayaan?" Kama mengerutkan keningnya, bingung.

Sepengetahuannya Hara adalah wanita pertama yang dia kenal yang tidak terpengaruh oleh uang, mengingat mereka yang selalu split bill, bahkan untuk uang parkir saja Hara menolak dengan tegas tawaran Kama saat ingin membayarinya.

"Ya cuma basa basi aja" Hara mengedikkan bahunya.

"Lo minta gue bayarin mie ayamnya?" Kama asal menebak saja.

"Nggak" Hara menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Seperti biasa split bill, nanti bapak bisa transfer ke saya"

"Ntar dulu deh" Kama menghadap Hara dan menyangga dagunya dengan tangan.

"Kenapa sih lo tuh selalu minta split bill? Heran banget gue. Memang apa salahnya sih di traktir?" Mata Kama menelisik wajah Hara yang sepertinya sudah sangat siap dengan jawaban jika suatu saat pertanyaan masalah uang ini muncul. Terlihat dari gesturnya yang masih tetap santai.

"Saya nggak suka aja di kasih gratis" Hara mengedikkan bahunya.

"Ya tapi aneh aja ada orang yang nggak suka gratisan? Bukannya lo bilang sering beli barang promo, nah itu beli satu gratis satu"

"Tapi kan saya bayar untuk barang itu, terserah perusahaan mau kasih promo yang bagaimana, yang penting saya nggak nerima barang itu dengan cuma-cuma"

"Ada masalah apa sih lo sama gratisan?" Kejar Kama tidak puas dengan jawaban yang di berikan oleh Hara.

Tapi Hara malah terdiam, seolah ingin menghindari pertanyaan Kama lebih lanjut. Dia malah sibuk mengelap sendok dan garpu dengan tisu.

"Ini mie ayamnya" Penjual yang telah datang dengan dua mangkok mie ayam itu mau tak mau menganggu percakapan mereka dan membuatnya berhenti.

Kama memberengut kesal, bagaimana dia akan mengenal Hara jika Hara sangat tertutup dengannya.

Bukannya Kama tidak tau bahwa Hara sangat membuat batas di antara mereka. Meski Hara tidak mempermasalahkan skinship di antara mereka, tapi secara mental dan hati, jelas Hara masih sangat menjauh darinya.

Ini bukan lebih dari sekedar tidak peka.

Begitulah yang Kama rasakan. Dia sudah mengenal berbagai macam orang, dan banyak di antaranya yang tidak peka seperti Hara.

Tapi level tidak peka Hara berbeda, entah karena memang tidak peka atau justru sangat amat peka maka membuat Hara seperti membangun tembok di sekitarnya. Tembok yang membatasinya dengan dunia di sekitarnya.

"Lo tau nggak kalau lo tuh cewek teraneh yang pernah gue temuin" Gumam Kama pelan, tapi cukup untuk terdengar di telinga Hara.

"Hmm enak nih" Malah antusias Hara tentang rasa mie ayam yang meluncur dari mulutnya.

"Nah kan, nah kan!" Kama mau tau mau melingkarkan lengannya di leher Hara, menariknya mendekat ke arahnya. Sadar Hara menghindari topik mendalam ini.

"Suatu saat gue pasti bisa ngerobohin tembok yang lo bangun" Bisiknya di telinga Hara yakin.

Tapi Hara tidak menjawab dan hanya berontak berusaha melepaskan pelukan Kama.

...****************...

"Hmm..." Nisa terlihat galau memandangi layar ponselnya. Sudah tiga jam yang lalu dia mengirim pesan ke Nael tapi sampai sekarang dia tak kunjung mendapat balasan.

Ini bukan pertama kalinya Nael mengabaikan pesannya, tapi Nisa merasa akhir-akhir ini Nael semakin cuek padanya.

Padahal dulu saat pertama kali dia berkerja, Nael dengan senang hati dan cepat menjawab setiap pesannya.

Meskipun Nisa tau itu karena Nael bertanggung jawab atas proses adaptasinya. Tapi terkadang Nael juga meladeninya dengan pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.

"Kira-kira dia kenapa ya?" Nisa bergumam sendiri sembari menatap layar ponselnya.

Padahal dia tau status online beberapa kali mampir di kontak Nael, tapi balasan yang di harapkannya tak kunjung datang juga.

Setelah menempuh banyak pertimbangan, Nisa memutuskan untuk mengirim pesan lagi kepada Nael. Dengan semangat dia mengetik pesan di layar ponselnya.

Untuk rapat dengan mbak Hara sebaiknya di jadwal kan kapan lagi ya pak?

Dia menghela napas setelah berhasil mengirim pesan. Menghitung dalam hati, seberapa cepat Nael akan membalas jika itu masalah pekerjaan.

Ting!

Sebuah notifikasi pesan masuk, dengan buru-buru Nisa membukanya.

Tadi saya udah meeting sama Hara, jadi untuk meeting selanjutnya sepertinya harus menunggu dulu

Balasan yang terkesan formal itu mau tak mau membuat Nisa tersenyum kecut.

Kenapa Nael tidak memberitahukan padanya kalau dia memutuskan meeting dengan Hara.

Apa mereka berdua aja?

Pikiran itu membuat Nisa sedikit kesal.

"Katanya udah putus, tapi masih cari-cari alasan aja buat ketemu berdua" Dengusnya kesal.

"Harus di apain lagi ya Nael ini?"

"Padahal udah sempet deket loh, kenapa sekarang malah jadi jauh lagi" Gumamnya sendiri.

"Jangan nyerah!" Nisa meneriakkan semangatnya.

"Yuuk bisa yuukkk!"

1
ArianiDesy
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣...
Aku kira terpuji lah apa,ada" aja si pak Kama 😁😁😁
Aiiu Miendzycity
kak up dylan ajj yok
ArianiDesy
😍😍😍😍😍😍😍😍...
Hari ini adem ayem pak Kama nya
ArianiDesy
Ya...ya.....rebut aja Nael nya biar Hara dan pak Kama aja yang bersama..
pindah kos aja deh, biar nggak ngabisin tenaga ketemu org seperti Edward dan bapak kos,sok ngatur
Risa Amanta
si Kama udah kena sumpahan korban2nya
Risa Amanta
maaf .. Nis..kmu Islam gk
ArianiDesy
Semangat pak Kama ngejar Hara nya 😁😁😁😁😁....
oh,Nisa naksir sama Nael ya🤔🤔🤔
Risa Amanta
klo jadi Hara..mending gk usah pilih keduanya..masih banyak kok laki2 di dunia ini..yg tentunya baik
ArianiDesy
Masalah keyakinan emng sensitif sih ya,,,
ArianiDesy
Si Nael aneh banget dah🙄🙄...
nggak sabar nih nungguin kelanjutan mereka di pos security 😁😁😁😁😁
Risa Amanta
Egois bgt
Risa Amanta
Kamu knp sih Nael
ArianiDesy
Semangat Hara🥰🥰🥰🥰🥰🥰
ArianiDesy
wkwkwkwk.....
Sudah ku duga olahraga malam, olahraga yang sesungguhnya 🤣🤣🤣🤣...
puas banget lihat pak Kama di kerjain Hara😂😂😂😂
ArianiDesy
bisa rindu juga ya pak Kama😁😁😁
ArianiDesy
Aku pikir bakalan sayang-sayangan sama Pak Polici 😁😁😁😁😁
betters
exciting bingits nunggu upnya
ArianiDesy
Aku pikir Kama mw nyusulin Hara ke kos-an nya 😁😁😁😁
ArianiDesy
Buat Neil jgn balikan lagi sama Hara deh,kan kamu yg buang Hara,,,
kasih kesempatan sama Kama dong,buat taklukkin Hara😁😁
ArianiDesy
O.o.... apakah bakalan bucin duluan ini pak Kama😁😁😁😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!