NovelToon NovelToon
Poppen

Poppen

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Wanita
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Siti Khodijah Lubis

Bayangkan jika boneka porselen antik di sudut kamar Anda tiba-tiba hidup dan berubah menjadi manusia. Itulah yang dialami Akasia, seorang gadis SMA biasa yang kehidupannya mendadak penuh keanehan. Boneka pemberian ayahnya saat ulang tahun keenam ternyata menyimpan rahasia kelam: ia adalah Adrian, seorang pemuda Belanda yang dikutuk menjadi boneka sejak zaman penjajahan. Dengan mata biru tajam dan rambut pirang khasnya, Adrian tampak seperti sosok sempurna, hingga ia mulai mengacaukan keseharian Akasia.

Menyembunyikan Adrian yang bisa sewaktu-waktu berubah dari boneka menjadi manusia tampan bukan perkara mudah, terutama ketika masalah lain mulai bermunculan. Endry, siswa populer di sekolah, mulai mendekati Akasia setelah mereka bekerja paruh waktu bersama. Sementara itu, Selena, sahabat lama Endry, menjadikan Akasia sasaran keusilannya karena cemburu. Ditambah kedatangan sosok lain dari masa lalu Adrian yang misterius.
Namun, kehadiran Adrian ternyata membawa lebih

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Khodijah Lubis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Friends II

“Apa aja yang kamu lihat?” Adrian mempersiapkan mentalnya untuk mendengar jawaban Akasia. Rahasianya terungkap, ia merasa dirinya yang sebenarnya terbongkar.

“Mungkin...kejadian paling tragis di hidup kamu,” Akasia berkata hati-hati.

Selanjutnya ia menceritakan gambaran yang diterimanya saat itu secara garis besar. Adrian menyimak dengan seksama, wajahnya serius. Ia tak bisa mengelak lagi, “Jadi semua kejadian yang aku lihat itu benar ya? Bukan mimpi?” Gadis itu memvalidasi.

Adrian mengangguk sambil menelan ludah, “Maaf, kamu jadi melihat tragedi itu.” Ia mengawali responnya, sorot matanya meredup.

Akasia ikut prihatin, ia mengelus punggung Adrian lembut untuk menenangkannya. “Justru aku yang minta maaf, mengintip masa lalumu tanpa izin.”

Akasia tersenyum pahit, “Tapi aku jadi bingung, selama ini perhatianmu ke aku, jangan-jangan karena aku seperti bayang-bayang Kemuning?” Gadis itu menunduk, nada sendu terasa dari ucapannya. Kepercayaan dirinya hilang entah kemana.

“Nggak begitu, aku sama sekali nggak melihatmu sebagai Kemuning," Adrian menampik kesimpulannya dengan tegas, “Dari dulu aku tulus terhadap kamu, apalagi aku mengenal kamu sejak masih jadi anak kecil yang manis, baik, penyayang. Baru belakangan ini aja kamu tumbuh dewasa dan kelihatan mirip Kemuning. Sebelumnya kamu cuma anak perempuan polos yang suka banget main boneka-bonekaan dengan plot twist yang aneh, ya kan.” Adrian tertawa mengingatnya, itu membuat Akasia ikut tertawa dan menepak pahanya.

“Terima kasih ya sudah tulus perhatian ke aku.” Akasia tersenyum malu-malu.

“Sama-sama, bestie!” Adrian menghiburnya dengan gaya jenaka. Dalam hati ia mengakui belakangan ini ia sering terbawa perasaan berdebar ketika bersama Akasia. Mungkin benar itu karena ia masih terbayang-bayangi dengan sosok Kemuning, tapi ia tidak mungkin menyampaikan itu kepada Akasia. Ia tidak ingin gadis itu merasa tidak dihargai dan sedih seperti barusan.

Selena mendatangi studio foto tempat ia dan Tante Selly janjian, kali ini ia berhasil membawa serta Endry yang mengekor di belakangnya.

“Tante, ini Endry sahabatku. Gimana, cocok kan jadi model pakaian Tante?" Selena memperkenalkan pemuda itu kepada Tantenya.

“Wah Endry, kamu good looking banget, gagah lagi, nice! Terima kasih ya Selena rekomendasinya,” Tante Selly memberi pujian tulusnya, “Maaf nih, Tante nggak bisa kasih banyak, cuma bisa kasih pengalaman sama uang jajan.”

“Nggak apa-apa, Tante, aku juga kebetulan ada waktu luang.” Endry tersenyum memaklumi.

“Kalian kelihatan serasi deh. Coba nanti sekalian foto pakai pakaian couple-nya ya, kayaknya bagus.” Pesan Tantenya.

Endry bingung, ini diluar kesepakatan, “Eh gimana, Tante? Selena kan cuma anter aku.”

“Nggak apa-apa,” gadis cantik itu mengelus lengan Endry untuk menenangkannya, “Iya Tante, boleh kok, supaya cepat kelar juga kan proyek ini.” responnya, sementara ia melirik ke sahabat prianya, “Biarin, bantuin Tante,” bisiknya mengingatkan. Endry akhirnya mengangguk paham.

“Yaudah, kalian ganti baju dulu sana. Terima kasih banget nih bantuannya.” Tante mengingatkan.

Endry dan Selena berganti pakaian lalu tenggelam dalam kesibukan mereka menjadi model produk pakaian. Saat harus berpose berdua, Endry sempat terlihat canggung sampai Selena turun tangan membantunya agar rileks dan tidak kelihatan tegang. Seiring waktu Endry bisa bergaya berdua Selena dengan natural. Selena diam-diam menikmati kebersamaan ini dengan haru dan rasa rindu yang membuncah.

“Selena, terima kasih loh hari ini sudah datang buat bantu Tante. Hasil fotonya bagus-bagus, ini buat kalian berdua,” Tante menitipkan dua amplop ke tangan Selena. Dengan cekatan Selena mengambil beberapa lembar uang dari amplopnya dan memindahkannya ke amplop Endry, kebiasaannya sejak lama, “Bilang terima kasih juga ke teman kamu."

“Oh iya Tante, sama-sama. Lain kali kalau ada kerjaan lagi kabarin ya, Tante. Aku memang lagi senang cari pengalaman begini,” pesan gadis itu kepada Tante Selly sebelum beliau pamit karena ada pekerjaan yang mendesak. 

Selena memanggil Endry, “Nih Dry, bayaran lu.” Ia menyerahkan amplop bagian pemuda itu.

Endry mengecek isinya, “Wah lumayan juga, ya! Begini dibilang uang jajan? Ini sih cukup buat makan gue sebulan.” Ia berkomentar riang.

Selena melirik respon Endry, ikut senang, “Gimana? Udah nggak marah lagi kan ke gue?”

Endry baru teringat sikapnya dan berpikir sejenak, “It depends.”

Selena memutar bola matanya, “Depends on what? Gue udah minta maaf loh sama Akasia.” 

“Dan hari itu juga Akasia kumat alerginya secara kebetulan.” Endry mengingatkan.

“Lu tuduh gue penyebabnya?” Selena menyimpulkan, “Kenapa?”

Endry mengangkat bahu, “Akasia alergi kepiting. Berapa banyak jajanan lokal yang mengandung kepiting di dalamnya? Mikir lah!”

Selena terdiam, dalam hatinya ia takut kehilangan pria itu lagi. “Okay, kalau lu menganggap itu salah gue, gue akan minta maaf lagi ke Akasia.” Ia menyerah.

“Percuma kalau nggak tulus.” Endry menjawab sinis, “Ada yang lebih penting dari minta maaf, introspeksi, perbaikan, resolusi nyatanya apa? Lu yakin bakal berhenti jahatin dia maupun orang lain?”

Selena gelisah, “Iya sorry, gue janji gue akan berusaha jadi orang yang lebih baik. Gue nggak akan jahatin siapapun lagi, termasuk Akasia. Gue akan welcome kalau lu bawa dia ke pertemanan kita.” Ia menjulurkan kelingkingnya, “Pinky promise.”

Endry melihat Selena yang tunduk jadi merasa iba, ia mengaitkan kelingkingnya ke kelingking sahabat masa kecilnya itu, lalu mengacak-acak rambutnya, “I just want you to be a better person (aku cuma ingin kamu jadi orang yang lebih baik).” bisik pemuda itu sambil memeluk Selena singkat sebagai gestur perdamaian. Bagaimanapun gadis ini sudah berperan banyak dalam hidupnya.

Selena pulang dari bekerja dengan membawa lelahnya, ia memasuki kamarnya berniat langsung istirahat. Ia malah menjumpai seorang pemuda berpakaian Jepang yang tak ia kenal berdiri disana. Mereka saling pandang, bingung. Selena keluar kamar dan menutup lagi pintu kamarnya, itu membuat pemuda Jepang itu semakin bingung.

Sesaat kemudian Selena masuk lagi dengan membawa tongkat baseball, siap menghajar pemuda malang tersebut.

“Omae wa dare da (kamu siapa sebenarnya)?” Selena yang kebetulan pecinta anime menginterogasi sambil mengacungkan tongkatnya ke wajah pemuda Jepang di hadapannya.

“Woah,  nihongo o hanashimasu ka (bisa berbahasa jepang)? Saya Hayashi!” Respon pemuda sipit itu kagum.

“Chotto dake (cuma sedikit)!” Jawab Selena singkat, ia baru sadar lawan bicaranya tadi bisa berbahasa Indonesia, “Hayashi siapa? Saya nggak kenal!” Ia mengayunkan tongkat baseballnya dengan garang, untunglah Hayashi punya refleks menghindar yang bagus.

“Makanya beri saya waktu untuk memperkenalkan diri!” Pinta Hayashi, kewalahan menangkis serangan-serangan gadis itu.

“Oke, jelaskan!” Selena menghentikan serangannya demi mendengarkan perkataan pemuda di depannya itu.

“Boneka yang tadinya ada disitu,” Hayashi menunjuk satu spot di meja Selena, “Itu saya.” Ia kemudian menunjuk dirinya sendiri.

Selena memutar bola matanya, merasa diremehkan, “Penjelasan macam apa itu? Jodan deshou (bercanda kan)?” Ia mengangkat tongkatnya kembali dengan mata melotot.

“Jodan ja nai yo (bukan bercanda kok)! Hontou da (Beneran)!” Pemuda malang itu menjelaskan dengan panik, berusaha menghindari serangan berikutnya.

“Hen no otoko! (dasar cowok aneh), coba buktikan!” Gadis manis itu menantang.

“Chotto matte kudasai (tolong tunggu sebentar)!” Hayashi meminta waktu sebelum ia merubah dirinya lagi menjadi boneka berpakaian hakama.

Boneka itu tergeletak di lantai kamarnya.

Selena terperanjat hingga mundur ke belakang, “Eeeh...obake ka (hantu ya)?” Tebaknya.

“Obake ja nai yo (bukan hantu kok).” Pria Jepang itu menjawab tak terima meski wujudnya masih boneka.

“Yokai da (kalau begitu siluman)!” Tebak gadis itu lagi.

“Chigau yo (bukan)!” Pemuda bermata sipit itu protes.

“Ja...onii (kalau begitu...setan)?” Selena masih tidak menyerah.

“Zenzen chigau (sama sekali bukan)! Saya manusia, sama seperti kamu.” Hayashi hilang kesabaran, "Sebentar, biarkan saya jelaskan sebagai manusia dulu, supaya kamu yakin." Ia merubah penampilannya menjadi manusia lagi.

“Hybrid? Mutasi genetik? Hasil eksperimen?” Gadis itu masih mencoba mencari penjelasan yang masuk akal.

“Aku dikutuk,” Hayashi akhirnya membongkar sebabnya menjadi boneka, “Aku dikutuk orang dari bangsamu. Entah kesaktian apa yang dimilikinya, tapi beginilah caranya menghukumku.” Pemuda itu menjelaskan panjang lebar.

Selena memiringkan kepalanya, mencoba mencerna informasi yang didapatkannya. “Berarti kamu ada salahnya kan?” Ia menyimpulkan.

“Ya memang, kesalahanku besar, aku menyadarinya,” Hayashi mengakui, “Aku lengah mengawasi bawahanku sehingga ia menembak mati perempuan yang aku cintai.” Ia langsung menceritakannya dengan terus-terang. Pemuda itu menunduk sendu, sorot matanya meredup.

Selena bingung harus bereaksi apa, dia mendekati pemuda itu dan menepuk-nepuk punggungnya, “Cup cup cup,” hanya itu yang bisa ia katakan.

“Kamu bercanda ya?" Hayashi merasa heran dengan responnya itu.

“Habis aku bingung harus gimana,” gadis itu menjawab blak-blakan, “Aku nggak pintar menghibur orang.”

“Ada satu hal yang bisa kamu lakukan untukku.” Hayashi tersenyum penuh rencana.

“Apa?” Selena mengernyitkan dahi.

“Beri aku tempat berlindung.” Pria berwajah oriental itu mengatakan kebutuhannya.

Kali ini gadis itu yang menyeringai, “Apa keuntungan yang bisa aku dapat?”

“Apa kerugian yang bisa kamu dapat?” Pria itu membalikkan pertanyaan.

“Mungkin maksud pertanyaanmu, apa kerugian yang bisa kamu dapat,” Selena menekankan perkataannya, “Anda kira anda ada di posisi yang bisa mendebat saya? Mau mengkomando saya? Dengan bentuk yang lucu dan imut-imut itu kalau saya injak kamu hanya akan jadi pecahan porselen yang akan berakhir di tempat sampah, bersama dengan sayuran busuk dan mungkin bangkai tikus," ia mengingatkan pemuda itu akan situasinya, tatapan tajamnya mengintimidasi, “Lihat kamu berada di kamar siapa sekarang, rumah siapa, negara siapa, bisa-bisanya anda menyuruh-nyuruh saya!” Sindir gadis pongah itu sambil melipat tangannya dan tertawa meledek.

Hayashi memutar bola mata lalu menyeringai, ‘Seharusnya aku sudah memperkirakan ini.’ pikirnya menyadari kecerobohannya, “Baiklah, maaf. Seharusnya aku mengajakmu bekerja sama.”

“Bekerja sama dalam hal apa? Apa yang bisa kamu kerjakan untuk aku?” Selena berkata skeptis, “Mungkin maksudmu 'minta tolong'.” Ia meralat.

Hayashi mengulum senyum, ia baru ingat yang dihadapinya orang yang arogan, mirip sepertinya, “Baiklah, apapun sebutannya. Intinya aku minta...tolong, beri aku tempat untuk bersembunyi, sementara itu...tolong, ajari aku menyesuaikan diri dengan zaman ini. Aku akan membayar kebaikanmu. Mungkin sekarang aku tidak punya apapun untuk ditawarkan, tapi aku bersedia menjadi rekan yang loyal untukmu. Kapanpun kamu membutuhkan bantuan bilang padaku, dan aku bersedia mendengarkan keluh kesahmu, seperti biasanya, dan menutup mulut.” Pria itu menjelaskan dengan sorot mata penuh arti.

Selena baru ingat ia telah bercerita banyak kepada boneka Jepang ini, “Tunggu, kamu dengar semua ceritaku?”

Hayashi tersenyum, “Tentu, setiap detailnya. Sebenarnya aku juga banyak menyimpan ceritamu, tapi aku tidak sampai hati untuk mengancammu. Mana aku tega,” ia berkata sarkastis, “Tenang, mulai hari ini kita rekan satu tim. Aku tidak mengusikmu, kamu pun jangan mengusikku. Kita saling bantu demi mencapai tujuan masing-masing,” ia menyodorkan tangannya, meminta jabatan tangan, “Sepakat?”

Selena memperhitungkan faktor risiko dan untung ruginya, ‘Dia nggak akan bisa lari dariku sih, toh dia nggak punya siapa-siapa disini. Siapa juga yang akan percaya dengan omongan orang mencurigakan ini. Aku bisa memanfaatkannya, kelihatannya akan menguntungkan.’ Gadis itu menjabat tangan pria Jepang di hadapannya, “Deal!”

Hayashi tersenyum puas, “Jadi bagaimana kabar laki-laki yang sering kamu ceritakan? Dan wanita yang sering kamu kutuki itu?” Tanyanya berbasa basi.

1
yumin kwan
lanjut ya....jangan digantung, ceritanya seru...
Lalisa Kimm
lanjuuuuttt
Lalisa Kimm
upppp thor yg bnykkk
Serenarara: Owwkay
Serenarara: Syudah
total 2 replies
Lalisa Kimm
cielah, jan nyombong mbak/Smile/
Lalisa Kimm
yah endri trnyata yg nolong
Lalisa Kimm
ikut sedih/Cry/
Lalisa Kimm
nahhh betul itu
Lalisa Kimm
kmu udh cinta kali/Facepalm/
O U Z A
merasa dibawa ke masa lalu, kisah cintanya londo wkwk
Serenarara: Maacih, emang niatnya gitu.
total 1 replies
Runaaa
mampir ya kak ke novelku🙏
semangat /Good/
Gorillaz my house
Bikin gak bisa berhenti
Serenarara: Yg boneng gan?
total 1 replies
Dumpmiw
Ya ampun, kaya lagi kumpul tengah lapangan pake koran /Sob/
Serenarara: Berasa nonton layar tancep.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!