"Aku pikir, kamu malaikat baik hati yang akan membawa kebahagiaan di hidupku, ternyata kamu hanya orang sakit yang bersembunyi di balik kata cinta. Sakit jiwa kamu, Mas!"
Kana Adhisti tak menyangka telah menikah dengan lelaki sakit jiwa, terlihat baik-baik saja serta berwibawa namun ternyata di belakangnya ada yang disembunyikan. Akankah pernikahan ini tetap diteruskan meski hati Kana akan tergerus sakit setiap harinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati Yang Terbagi
"Mempertemukan kalian?" Adnan nampak terkejut saat Kana meminta untuk dipertemukan dengan istri pertamanya tersebut.
"Iya. Bukankah kita sudah tinggal serumah lebih dari satu bulan, apa salah kalau aku meminta untuk diperkenalkan dengan istri pertamamu?" desak Kana. Ia mau tahu alasan apa lagi yang akan Adnan katakan untuk kegilaan yang ia lakukan selama ini.
"Kana, maafkan aku. Aku tidak bisa membawamu bertemu dengan Rara. Kondisinya sedang tidak baik. Dokter menyarankan dia untuk banyak istirahat," ucap Adnan dengan nada sedih.
"Boleh aku tahu, Mbak Rara ... sakit apa dia, Mas?" tanya Kana dengan tatapan kecewa.
"Maaf, aku tak mau kamu terlalu mengenalnya. Status kalian sebagai istri pertama dan keduaku pasti membuat kalian tak nyaman untuk lebih dekat. Aku hanya berusaha untuk menciptakan kedamaian di rumah kita," jawab Adnan.
Kana tersenyum mengejek. Sebelum mengetahui semua kegilaan Adnan mungkin ia akan sakit hati karena dianggap sebagai istri kedua dan wanita perusak rumah tangga orang, namun setelah ia tahu kenyataannya Kana makin muak dengan semua kegilaan ini.
"Kedamaian? Sungguh ironis, Mas. Kedamaian apa yang kau bangun di atas sebuah kebohongan?" cibir Kana.
"Kebohongan? Apa maksud kamu, Kana?" tanya Adnan.
"Sudahlah, aku lelah. Lebih baik kamu pulang, Mas. Sudah malam," usir Kana.
"Ap-apa? Pulang? Kana, kamu mengusirku?" tanya Adnan.
"Bukan mengusir. Aku hanya mengingatkan kalau malam ini adalah jadwalmu bersama Mbak Rara. Aku tak mau mengambil jatah Mbak Rara. Mas pulang saja. Jangan lupa sampaikan salamku pada Mbak Rara, oke?"
****
Adnan pulang dari rumah Kana dengan pikiran yang berkecamuk. Adnan merasa ada yang salah dengan Kana. Sikap Kana yang biasanya penurut kini mulai membangkang dan menunjukkan penolakan.
"Apa yang terjadi padamu, Kana? Kenapa saat aku pulang, kamu malah menolakku? Bukankah kamu selalu terima dan pasrah saat melayaniku sebagai istri? Kenapa sekarang mengungkit jadwal pembagian waktuku?" gumam Adnan.
Pintu gerbang rumah mewah Adnan dibukakan oleh security rumahnya. Adnan memarkirkan mobil di dalam garasi. Bu Erin dengan sigap membukakan pintu untuk Adnan.
"Malam, Tuan. Maaf, saya pikir Tuan menginap di rumah Nyonya Kana?" tanya Bu Erin, pelayan yang juga ibu mertua Adnan.
"Tadinya aku ingin menginap tapi Kana menyuruhku pulang saja. Mm ... Bu, apa selama aku pergi ada yang telah terjadi pada Kana?" tanya Adnan sambil berjalan perlahan menuju kamar utama.
Bu Erin mengikuti langkah Adnan seraya mengingat apa yang sudah terjadi. "Tak ada, Tuan. Nyonya Kana tetap melakukan kegiatan seperti biasanya, kuliah, syuting dan pulang ke rumah untuk istirahat. Tak ada kejadiaan apa-apa selama Tuan pergi," lapor Bu Erin.
"Benarkah?" Kening Adnan berkerut. Langkah Adnan berhenti di depan kamar utama. Sebuah pertanyaan yang melintas di otaknya langsung ia tanyakan pada Bu Erin. "Apa ... Kana mencoba masuk ke dalam kamar ini?"
Bu Erin dengan penuh keyakinan menggelengkan kepalanya. "Tidak pernah, Tuan. Nyonya Kana tak pernah lagi ingin masuk ke dalam. Saya selalu mengawasinya. Saya juga selalu mengunci pintu setelah masuk ke dalam. Selama Tuan pergi, Nyonya Kana selalu pulang syuting di malam hari, jadi tak mungkin masuk ke dalam kamar yang ia sendiri tak tahu password-nya."
Adnan menghembuskan nafas lega. "Baiklah. Mungkin dia sedang datang bulan jadi agak sensitif. Aku istirahat dulu, Bu." Adnan masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.
Kamar utama nampak sepi dan terasa dingin. Adnan melepas baju miliknya lalu melemparkannya ke keranjang baju kotor. "Sayang, aku pulang. Maaf aku tak langsung menemuimu. Aku langsung ke rumah Kana."
Adnan masuk ke dalam kamar mandi. Sehabis membersihkan tubuhnya, Adnan duduk di tepi ranjang, matanya berkaca-kaca. Ia menatap guling dengan wig yang sengaja ia letakkan di atasnya, seakan-akan Rara sedang bersandar di sana. "Rara sayang," ucapnya lirih, suaranya bergetar. "Kamu diam saja? Kamu marah padaku? Sayang, maafkan aku. Aku tahu, aku sudah menyakitimu. Aku tidak seharusnya memperlakukanmu seperti ini. Aku egois, aku bodoh."
Adnan mengusap lembut wig itu, seakan ingin merasakan kehadiran Rara. "Aku tahu kamu marah padaku. Maaf aku tadi ke rumah Kana dahulu. Aku bukan bermaksud membuatmu sedih. Iya, aku tahu. Aku salah. Aku tidak bisa membayangkan betapa sakitnya hatimu karena aku menikah lagi. Aku seharusnya lebih menghargai cintamu. Maafkan aku yang tak bisa selalu bersikap adil ya, Sayang. Kamu mau maafkan aku bukan?"
Ia terdiam sejenak, mengingat kembali semua kenangan indah bersama Rara. "Aku masih ingat saat kita pertama kali bertemu. Hatiku langsung berdebar kencang. Aku tahu saat itu, kamu adalah wanita yang akan kucintai seumur hidupku."
Adnan menghela napas panjang. "Aku tahu aku tidak bisa mengembalikan waktu. Tapi aku berjanji, aku akan selalu mengingatmu. Kamu akan selalu ada di hatiku. Aku tahu kamu marah karena aku membawa Kana ke rumah kita dan hari ini pun aku sampai mengejarnya ke rumah orang tuanya sebelum menemuimu terlebih dahulu. Aku tidak punya alasan untuk itu. Aku hanya ... aku hanya bingung. Aku nyaman berada di dekat Kana, rasanya aku tak kesepian lagi karena itu aku menikahinya meski cintaku hanya untukmu."
"Maafkan aku, Sayang. Sepertinya, sekarang hatiku sudah sedikit terbagi untuk Kana. Aku tak lagi sepenuhnya mencintaimu. Aku bahkan merindukan Kana selama berada di luar kota, karena itu aku ingin langsung menemuinya. Kamu? Tentu aku merindukanmu. Buktinya malam ini aku tidur denganmu."
"Maafkan aku, Sayang. Aku janji, aku akan berubah. Aku akan menjadi suami yang lebih baik untukmu. Aku akan selalu ada untukmu. Sayang, kamu tetap nomor satu di hatiku sampai kapanpun." Adnan kembali mencium lembut wig itu, seolah-olah sedang mencium kening Rara. "Aku akan selalu mencintaimu, Rara."
Adnan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia memeluk guling yang dianggapnya sebagai Rara lalu tak lama Adnan tertidur pulas.
****
Keesokan harinya
Adnan melihat mobil Kana tak ada di garasi. "Bu, Kana mana?" tanya Adnan sepulang kerja pada Bu Erin yang membukakan pintu untuknya.
"Nyonya Kana masih belum pulang, Tuan," jawab Bu Erin.
"Belum pulang?" Kening Adnan berkerut. Adnan mengeluarkan ponselnya. Sambil berjalan masuk ke dalam kamar utama Adnan berusaha menghubungi Kana. Adnan melemparkan tas kerjanya dengan asal ke atas meja kerja seraya menunggu Kana menjawab panggilannya.
"Kenapa, Mas?" tanya Kana dengan nada dingin.
"Kamu dimana? Sudah malam kenapa belum pulang juga?" tanya Adnan.
"Aku menginap lagi di rumah Papa, Mas," jawab Kana dengan tenang.
"Menginap lagi? Bukankah kamu hanya menginap semalam saja?" Hati Adnan langsung terasa kesal saat tahu Kana akan menginap lagi.
"Rencananya sih begitu tapi aku ingat kalau malam ini masih jadwal Mas bersama Mbak Rara jadi ya ... aku menginap lagi saja deh daripada aku di kamar sendirian," jawab Kana dengan santainya.
"Ap-apa? Jadi karena hari ini jadwalku bersama Rara, kamu tak mau pulang begitu? Lantas siapa yang akan menemaniku di rumah?" Adnan mulai tersulut emosinya.
"Tentu saja Mbak Rara, Mas. Sebagai seorang istri, bukankah sudah menjadi tugasnya melayanimu ketika jadwal Mas bersamanya?" balas Kana tak mau kalah.
"Tidak bisa, kamu harus pulang sekarang!" perintah Adnan.
"Untuk apa, Mas? Mas sudah ada yang melayani. Eh tunggu, ucapanku benar bukan? Mas sudah ada yang melayani. Aku akan pulang saat waktunya Mas bersamaku, oke? Sudah ya, Mas, aku mau tidur. Besok aku ada jadwal kuliah pagi." Kana mengakhiri panggilan teleponnya seraya menitikkan air mata.
"Dosa sekali aku sebagai seorang istri melakukan ini. Maafkan aku, Mas. Aku mau kamu sadar kalau Mbak Rara sudah tiada. Aku mau kamu menyadari kalau kini hanya ada aku satu-satunya istrimu."
****
makasih kak Mizzly up nya 🙏🏻❤️
hemmm,,, mungkin sih memaafkan bisa ya, karena bagaimanapun kesalahan itu di buat berdua, ga baik juga menyimpan dendam seumur hidup, lebih baik memaafkan drpd terus menyimpan dendam, tapi melupakan itu pasti sulit,,, apalagi kesalahan yg sampai fatal dan mengubah hidup Kana,,,,, ga mudah ya Awan kinton,,,,,,,,
tapi dgn memaafkan tak semudah itu melupakan
apalagi utk pengalaman pahit, yg mungkin sdh mengubah hidupnya, mengubah pola pikirnya ttg sesuatu
apapun itu
hhmmm Adnan kah yg selalu memantau Kana
makasih kak Mizzly up nya 🙏🏻❤️