kisah ini sekuel dari novel Karma pemilik Ajian Jaran Goyang.
Adjie merasakan tubuhnya menderita sakit yang tidak dapat diprediksi oleh dokter.
Wati sang istri sudah membawanya berobat kesana kemari, tetapi tidak ada perubahannya.
Lalu penyakit apa yang dialami oleh Adjie, dan dosa apa yang diperbuatnya sehingga membuatnya menderita seperti itu?
Ikuti kisah selanjutnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemeriksaan
Wanita itu membawa sang suami ke rumah sakit. Ia berharap jika kali ini dokter dapat mendeteksi penyakit apa yang sedang dialami oleh Adjie sang suami.
Keduanya memasuki ruang pemeriksaan dengan berada diatas brangkar, pria itu terkapar lemah.
Dokter datang memeriksanya. Wati menceritakan semua keluhan dan juga beberapa luka yang dialami oleh sang suami.
Pria itu akan melakukan rontgen dan juga scan dibagian kepalanya untuk memastikan penyakit yang dideritanya.
Wati menunggu dengan gelisah, ia duduk sembari mengusap perutnya yang kian membuncit, disana ada janin calon buah hati mereka yang juga membutuhkan perhatian, ia sudah begitu lelah seharian mengurus sang suami yang terus mengerang kesakitan.
Setelah melakukan rangkaian pemeriksaan, dokter menyimpulkan jika dibagian anunya Adjie hanya alergi biasa, dan sepertinya belatung yang mengerubungi lukanya disebabkan oleh lalat yang mungkin hinggap dan bertelur.
Dokter memberikan obat untuk alergi berupa antibiotik dan juga paracetamol.
Wati tak dapat berbuat banyak, ia berharap obat tersebut dapat membantu meredakan rasa sakit pada tubuh sang suami.
Keduanya kembali ke rumah. Cukup banyak biaya yang ia keluarkan demi memeriksakan sang suami. Untungnya ia bukan wanita boros, sehingga uang yang selama ini diberikan oleh sang suai tersimpan dengan aman.
Setibanya dirumah, Adjie kembali mengeluh sakit, bahkan untuk meredakan rasa sakitnya, ia mengetukkan kepalanya le dinding.
"Aaargh..., sakit, sakit," erangnya kesakitan dan terkadang ia tak sadarkan diri karena merasa sangat begitu menderita akibat sakit yang kini berlomba seolah mendera seluruh tubuhnya.
Wati yang sudah sangat lelah, akhirnya hanya dapat memandangi tubuh tersebut, ia juga butuh istirahat akibat terlalu sibuk mengurusi sang suami.
Wanita itu tiba-tiba merasakan kantuk yang sangat luar biasa, lalu tertidur pulas dan dilantai.
****
Lembayung menggantung dilangit senja. Samar-samar suara adzan berkumandang, dan Wati masih terlelap dengan tidurnya, dan itu adalah wakru yang dilarang untuk tertidur.
Saat adzan Maghrib berakhir, terlihat sesuatu bergerak memasuki kamar. Sebuah telapak tangan berukuran yang sangat besar berjalan memasuki kamar.
Perlahan semakin mendekat, dan kini berdiri tepat didepan Adjie yang masih belum sadarkan diri.
Sesaat sosok misterius bertelapak tangan besar itu membungkuk dan jemari tangannya yang berukuran sebesar pisang tanduk, menggapai lengan Adjie lalu menyeretnya dengan begitu mudah.
Sesaat Adjie tersentak, ia menatap sosok dihadapannya dengan panik, sebab hanya sebuah tangan berukuran besar tanpa wujud lainnya yang bergerak membawanya keluar dari kamar.
Ia membuka mulutnya untuk berteriak dan menoleh ke arah Wati yang masih tertidur pulas, namun suaranya seolah tercekat disana.
Ia yang merasakan sakit disekujur tubuhnya tak dapat lagi bergerak untuk sekedar memberontak.
Sosok itu membawa Adjie hingga ke ruang dapur dan melemparkan pria itu hingga menabrak ember besar berisi piring kotor hingga membuat bunyi yang gaduh.
Praaaaank...
Tubuh Adjie terlempar dilantai, ia mengerang kesakitan..
Mendengar suara gaduh, Wati tersentak bangun, lalu mengusap kedua matanya dan melihat sang suami tak ada lagi ditempat.
Wanita itu kebingungan. Ia beranjak bangkit, dan melihat hari sudah gelap. Bergegas ia mengunci jendela yang tadinya masih terbuka.
Wanita itu menghidupkan saklar untuk membuat ruangan menjadi terang. Ia mencari keberadaan sang suami, dan akhirnya menemukan pria itu sedang berusaha untuk bangkit, namun akhirnya ambruk lagi.
Wajahnya pucat pasi. Ia masih mengingat peristiwa barusan, dimana sosok misterius itu membawanya ke dapur, tanpa wajah dan hanya ada satu telapak tangan berukuran yang sangat besar.
"Kang, kenapa kamu bisa ada disini?" tanyanya dengan penuh kekhawatiran.
Pria itu hanya mengerang kesakitan.
Wati bergegas membantunya berdiri, dan Adjie merasakan tubuhnya sangat sakit. Ia meminta sang istri untuk membawanya ke kamar mandi, sebab ia ingin buang air.
Wati menuruti sang suami. Ia mengira jika pria itu tadinya terpeleset karena ingin buang air sendirian ke kamar mandi.
Wanita itu meninggalkannya sendirian, sebab ia akan memasak makan malam mereka.
Adjie menutup pintu kamar mandi. Ia masih terbayang sosok telapak tangan besar tanpa tubuh yang tadi membangunkannya dan menyeretnya ke dapur.
Sesaat ia merasakan sakitnya sedikit mereda, dan tidak separah siang tadi. Entah apa tujuan sosok tersebut, yang pastinya ia merasa sedikit membaik dari sebelumnya.
Pria itu ingin buang air kecil, lalu berdiri didepan kloset dan mengeluarkan perkututnya yang mengkerut dan mulai meraskan ada sesuatu yang meluncur dari arah batangnya dan mendesak keluar.
Detik berikutnya, terlihat belatung berukuran besar meluncur dari liang anunya dengan diiringi cairan darah pekat bercampur nanah.
Seketika rasa sakit kembali menggerogoti tubuhnya. Bukankah tadi ia sudah merasakan baikan? Namun mengapa kembali dengan begitu cepat?
Bahkan, kini ia kembali merasakan sakit perut yang begitu dahsyat disertai sesuatu yang meluncur dari liang du-burnya berupa darah berbentuk jelly yang terus berjatuhan dilantai disertai belatung berukuran sebesar induk jari tangan.
Saat bersaman, bohlam dikamar mandi berkedip-kedip dan menimbulkan suara bising bagaikan kepak sayap lebah.
Akan tetapi, Wati tak menyadari semua hal tersebut, sebab ia sedang sibuk memasak mie instan untuk makan malam mereka.
Sementara itu, Adjie merasakan kepalanya semakin pusing, dan dalam kesadaran yang hampir hilang, ia menggapai pintu, lalu membukanya dan ambruk dengan posisi tersungkur.
Wati tersentak kaget. Ia melihat ke arah sang suami, lalu meletakkan piring berisi mie instan goreng diatas meja kompor, lalu menghampiri sang suami yang tampak sekarat.
"Ya, Ampun, Kang! Kamu kenapa?" tanyanya dengan panik.
Ia membantu pria itu untuk duduk dan menjauh dari kamar mandi dengan bagian tubuhnya yang berlepotan darah.
"Apakah kamu memiliki salah dengan seseorang, Kang? Bisa jadi mereka mengirim teluh padamu," Wati mulai curiga.
Adjie tak menjawab. Jika melakukan salah, pasti banyak kesalahannya, tapi siapa yang mengirimkan padanya diantara mereka? Pasti salah satunya.
Wati menyandarkan sang suami dinding dapur, lalu membersihkan kamar mandi yang penuh dengan cairan pekat berwarna merah bersama belatung dengan menggunakan cairan pembersih lantai.
Setelah selesai, ia menghampiri sang suami yang terduduk lemah, dan mengambil dua porsi mie goreng yang tadi baru saja ia masak.
"Makanlah, setelah itu minum obatnya." ia menyerahkan sepring mi instan dengan topping telur ceplok.
Adjie tak bergeming. Ia masih merasakan pusing dan sakit dibagian kepala serta perutnya.
Wati terpaksa menyuapinya, agar perut sang suami terisi.
Pria itu membuka mulutnya, mencoba memakan hidangan tersebut, meskipun rasanya ia sangat tidak berselera, sebab rasa sakit ditubuhnya, membunuh keinginan untuk makannya.
Saat mie instan tersebut berada tepat didepan mulutnya, tiba- tiba ia melihatnya seperti bergerak-gerak dan semakin lama terlihat seperti cacing tanah yang menggeliat.
ternyata kamu kembang desa tapi kekurangan. sehingga orang semena-mena sama kamu...😥
yang pasti bukan Mande kan... jauh dari kriteria...
tapi masalahnya, kenapa mereka teriak-teriak dirumah Mande . minta pertanggungjawaban...
ada apakah gerangan...???
eh maksdnya bukan anton yg hebat, tapi para jin2 nya yg hebat
begu ini apa?