"perceraian ini hanya sementara Eve?" itulah yang Mason Zanella katakan padanya untuk menjaga nama baiknya demi mencalonkan diri sebagai gubernur untuk negara bagian Penssylvania.
Everly yang memiliki ayah seorang pembunuh dan Ibu seorang pecandu obat terlarang tidak punya pilihan lain selain menyetujui ide itu.
Untuk kedua kalinya ia kembali berkorban dalam pernikahannya. Namun ditengah perpisahan sementara itu, hadir seorang pemuda yang lebih muda 7 tahun darinya bernama Christopher J.V yang mengejar dan terang-terangan menyukainya sejak cinta satu malam terjadi di antara mereka. Bahkan meski pemuda itu mengetahui Everly adalah istri orang dia tetap mengejarnya, menggodanya hingga keduanya jatuh di dalam hubungan yang lebih intim, saling mengobati kesakitannya tanpa tahu bahwa rahasia masing-masing dari mereka semakin terkuak ke permukaan. Everly mencintai Chris namun Mason adalah rumah pertama baginya. Apakah Everly akan kembali pada Mason? atau lebih memilih Christopher
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dark Vanilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tragedi sang ibu
"Eh ti-tidak, a-ada seorang perempuan di sekolah yang membuatku tertarik. siapa tau refrensi dari kakak cocok untuknya. Sebab dia secantik kakak" panik Christopher, menyembunyikan sesuatu dari Nora.
Nora terkikik geli. Reaksi Christopher panik benar-benar menggemaskan. "Aku suka coklat hitam yang isinya selai blueberry, itu enak sekali," kata Nora menjilat bibirnya ketika membayangkan rasa coklat di lidahnya. "Kalau hadiah sih tidak ada yang spesifik, tetapi kalau kau ingin memberinya kepada seorang gadis, maka lebih baik buket bunga mawar yang indah."
Christopher manggut-manggut dengan semangat. "Apa kakak akan beneran senang jika mendapatkan hadiah-hadiah itu?"
"Tentu saja senang. Itu makanan favoritku, kau tau?" Goda Nora lagi. Sementara Christopher mengangguk polos.
Hari Valentine pun tiba, tetapi Christopher melupakannya. Kesibukan sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler menyita perhatiannya hingga sore. Barulah ketika ia bersiap untuk tidur, sesuatu terlintas di kepalanya—rencananya untuk membeli coklat dan buket bunga untuk Nora.
Mata Christopher membelalak ke arah jam dinding. Setengah sepuluh malam!
Panik, ia langsung melompat dari tempat tidur dan berlari menuruni tangga. Bagaimanapun juga, hadiah itu harus ia dapatkan malam ini. Tidak bisa ditunda.
Di ruang tamu, ia menemukan ibunya baru saja tiba dari luar, melepaskan mantel dengan wajah lelah.
"Christopher?! Kenapa kau terburu-buru?"
"Bu, bisakah kau menemaniku?" tanyanya tanpa basa-basi.
Nyonya Vaughan menatap putranya curiga. "Ada apa? Mau ke mana malam-malam begini?"
"Aku harus membeli hadiah untuk temanku."
Wanita itu menghela napas panjang. "Chris, besok saja. Ibu lelah."
Christopher meringis. Tentu saja itu tidak bisa. Besok Valentine sudah berakhir.
"Tidak bisa, Bu. Harus malam ini."
Nyonya Vaughan mengangkat alis. "Kenapa tidak meminta Nora yang menemanimu?"
Christopher menggaruk tengkuknya, tentu saja itu tidak mungkin. "Kak Nora sepertinya sedang pergi," jawabnya, menyadari ia tak melihat keberadaan gadis itu sejak tadi.
"Bu, aku janji akan jadi anak yang penurut. Aku tidak akan membantah kata-kata Ibu selama satu bulan penuh," tambahnya, suaranya penuh harap.
Nyonya Vaughan melipat tangan di dada, matanya menyipit. "Hanya satu bulan?"
Chris mendengus. "Iya… iya! Aku usahakan selamanya!" Christopher buru-buru memperbaiki kata-katanya, hampir putus asa.
Melihat ekspresi memelas putranya, hati Nyonya Vaughan akhirnya luluh. Ia mendesah pelan. "Baiklah."
Namun sebelum mereka sempat melangkah keluar, pintu depan terbuka kasar. Travis masuk dengan langkah gontai, wajahnya merah padam.
Nyonya Vaughan dan Christopher sama-sama mengernyit melihat keadaannya.
"Travis? Kau dari mana?"
Travis melepas jaketnya asal, mengabaikan tatapan mereka. "Dari luar, bersama teman."
"Kau mabuk?" tuduh ibunya.
"Tidak."
Nyonya Vaughan maju, mendekat, lalu mengendus putranya. Tidak ada bau alkohol. Tetapi jika bukan mabuk, lalu kenapa wajahnya merah dan sorot matanya terlihat begitu sedih?
"Apa kau sudah makan?" tanya dang ibu lagi, mencoba menggali lebih jauh.
"Ya, Bu," jawab Travis singkat
"Baiklah kalau begitu. Ganti bajumu dan bersiaplah tidur. Ibu akan menemani Christopher dulu."
Travis sudah berbalik menuju tangga, tetapi tiba-tiba ia berhenti.
"Ibu."
Nada suaranya membuat Nyonya Vaughan menoleh. Sedangkan Christopher hanya mendengus sebal, merasa Travis terlalu banyak membuang waktu mereka.
"Ya?"
Travis terdiam di ujung tangga, menatap ibunya dengan ekspresi sulit diartikan. Mata kelabunya sedikit basah di bawah cahaya lampu.
"Tidak… tidak ada apa-apa. Hati-hati di jalan, Bu," ucapnya akhirnya, lalu melanjutkan langkahnya ke lantai atas.
Nyonya Vaughan mengernyit, perasaan khawatir menyelinap di benaknya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan Travis malam ini.
Sementara itu, Christopher hanya mendecak. "Mungkin dia baru putus dengan pacarnya. Ayolah, Bu! Tokonya hampir tutup!"
"I-iya."
Namun saat mengikuti langkah putra bungsunya keluar rumah, benaknya masih dipenuhi kekhawatiran. Kilatan bening di mata Travis tadi… entah kenapa terasa begitu menyakitkan untuk dilihat.
"Ada apa dengannya?" batinnya risau.
...***...
"Ini sudah toko ke dua yang tutup. Ibu yakin semuanya juga begitu, Christopher. Ini sudah malam, lanjutkan besok saja."
"Tidak, Bu. Kata temanku, toko ini buka sampai tengah malam. Tunggu sebentar."
Tanpa menunggu persetujuan, Christopher buru-buru keluar dari mobil begitu sang ibu menghentikannya di pinggir jalan.
Nyonya Vaughan hanya bisa menghela napas, menggeleng pelan saat melihat putranya berjalan menjauh, menyusuri gang sempit menuju toko coklat yang letaknya lebih ke dalam.
Saat itu juga, perasaan tak nyaman mulai menyelinap ke dalam dirinya. Ia baru menyadari bahwa lingkungan di sekitarnya terasa terlalu sepi. Jalanan lengang, nyaris tak ada kendaraan yang melintas. Hanya ada segelintir orang berkumpul di sudut trotoar, bercakap-cakap dengan suara yaNg terdengar samar.
Refleks, matanya melirik ke spion, dan seketika darahnya berdesir.
Sebuah mobil yang terlalu familiar tampak terparkir tak jauh dari sana—mobil yang sama yang dalam beberapa hari terakhir selalu muncul di tempat-tempat yang dikunjungi mereka.
Dada Nyonya Vaughan diremas oleh kegelisahan. Tatapannya semakin tajam, jari-jarinya mengepal di atas kemudi. Sesuatu terasa tidak beres. Ia langsung menyesal karena tidak meminta supir untuk mengantar mereka.
Kekhawatirannya sekarang tertuju pada Christopher yang masih belum muncul juga. Akhirnya nyonya Vaughan memutuskan turun dari mobil dan menyusul sang anak. Ia takut jika keselamatan Christopher malah terancam.
Sementara di dalam toko, Christopher tersenyum puas begitu ia mendapat barang yang ia cari–Dark coklat dengan selai blueberry di dalamnya. Ia bisa membayangkan ekspresi senang Nora saat menerima hadiah itu darinya. Pujian gadis itu sudah tergiang di kepalanya dan itu membuat dadanya berbunga-bunga.
Setelah menerima karton belanjanya dari pelayan toko, Christopher segera melangkahkan kakinya dengan ringan keluar dari tempat itu. Senyum tak lepas dari wajahnya. Namun, suasana ceria itu seketika sirna ketika matanya tertumbuk pada sesuatu di ujung gang yang temaram, Christopher melihat siluet seorang wanita yang terhuyung, kemudian disambut oleh seorang laki-laki yang muncul tiba-tiba.
Mata Christopher membelalak, tubuhnya menegang ketika menyadari itu adalah ibunya. wanita itu limbung di tangan seorang pria. Dengan sekuat tenaga, Christopher berlari menuju sang ibu, disertai oleh suara teriakan nyaring seorang gadis.
Mencapai tempat sang ibu yang tergeletak, dada Chris mencelos ketika melihat pemandangan mengerikan. Pria asing di dekat tubuh sang ibu memegang pisau yang penuh darah yang masih tertancap di perut wanita itu.
Tanpa pikir panjang Christopher menerjang sekuat tenaga pria asing itu dengan kakinya hingga pria itu tersungkur dan suara pekikan kembali terdengar. Sekilas Chris melihat seorang gadis berdiri menutup mulutnya dengan tatapan horor, tidak jauh dari mereka.
“Ibu!” Teriak Christopher penuh kengerian ketika sang ibu hilang kesadaran di pelukannya