~Dibuat berdasarkan cerpen horor "Anna Van de Groot by Nath_e~
Anastasia ditugaskan untuk mengevaluasi kinerja hotel di kota Yogyakarta. siapa sangka hotel baru yang rencana bakal soft launching tiga bulan lagi memiliki sejarah kelam di masa lalu. Anastasia yang memiliki indra keenam harus menghadapi teror demi teror yang merujuk ada hantu noni Belanda bernama Anna Van de Groot.
mampukah Anastasia mengatasi dendam Anna dan membuat hotel kembali nyaman?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nath_e, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi yang misterius
Anastasia berdiri di teras sebuah rumah penginapan bergaya kolonial. Kabut tipis menghiasi suasana malam yang terasa begitu horor dengan penerangan seadanya. Tubuh Anastasia menegang saat ia melihat lurus ke depan.
“Dimana aku? Ini tempat apa?” Ia menatap sekitar dan menemukan sosok wanita Belanda tengah duduk manis menunggu seseorang disalah satu sudut rumah.”
Anastasia seolah tak bisa bergerak meskipun ia sudah berusaha sekuat tenaga. Ia hanya bisa berdiri dan melihat adegan demi adegan yang terus bergerak di depannya.
Wanita Belanda itu terlihat tidak asing untuk Anastasia. Ia mulai cemas, gelisah, dan mondar mandir menunggu kekasihnya. Sementara di sisi lain, seorang pria Belanda tengah berbincang akrab dengan wanita pribumi yang anggun. Wanita itu mengenakan kebaya bunga-bunga dengan selendang indah yang terjuntai di bahunya. Wajahnya teduh, tetapi matanya menyimpan sesuatu yang tidak dapat diabaikan oleh Anastasia.
Kegelisahan tumbuh di dalam diri Anastasia. Ia merasakan apa yang wanita Belanda itu rasakan. Saat Anastasia mencoba melangkah maju, suara teriakan penuh amarah terdengar.
"Cornelis!" seru seorang lelaki pribumi dengan pakaian khasnya, mencoba menahan amarah yang mulai meluap. Ditangannya sebilah parang panjang berkilat memantul.
Pria yang dipanggil Cornelis itu menoleh, dan senyumnya yang ramah seketika memudar.
"Kau," katanya dengan nada kaget, mencoba menutupi kegugupannya.
“Bajingan, mati Kowe!”
Lelaki itu tanpa peringatan mengamuk dan langsung menyerang Cornelis membabi buta. Jerit teriakan wanita pribumi yang cantik itu memancing perhatian wanita Belanda. Ia mencari sumber suara dan terkejut mendapati sang kekasih tengah diserang lelaki pribumi.
Melihat orang yang terkasih diserang, ia berniat membantu. Sementara si wanita pribumi hanya bisa menjerit ketakutan. Ia memohon pada lelaki muda itu untuk menghentikan perbuatannya.
“Ampun kang mas, ampun … jangan sakiti Cornelis!” Ucapnya seraya memeluk salah satu kaki si pria yang kalap.
“Kalian sudah menipuku! Kalian bermain dibelakangku, teganya kamu lakukan itu padaku!” Balasnya dengan mata berkilat marah.
“Wat zei je, Ton? (Apa yang kau katakan, Tono?)
Wanita Belanda yang sangat terkejut itu bertanya pada pria bernama Tono.
“Hei, Meneer bangsat! Sudah cukup kamu permainkan Sri, waktunya kamu mati!”
“Wacht, wat betekent dit?” (tunggu, apa maksudnya ini?)
Tono menoleh pada wanita Belanda itu. “Kamu Anna bukan, asal kamu tahu Cornelis kekasih kamu ini sudah meniduri Sri! Dan sekarang dia malah bermain dengan sundal ini!”
“Wat?!” Anna menoleh pada Cornelis yang terluka dibagian bahu. “Wat hij zei was waar?”
Cornelis menggeleng cepat, “tidak Anna, itu tidak benar. Dia salah sangka, bukan aku tapi … Ruben, Deze man dacht verkeerd (lelaki ini salah sangka)”
“Aah persetan! Kompeni bangsat, bajingan, kalian layak untuk mati!”
Tanpa pertimbangan lagi Tono mengamuk dan akhirnya membunuh Cornelis di depan Anna yang histeris.tak hanya itu wanita pribumi yang memohon belas kasihnya pun tewas bersimbah darah di tangannya. Anna menjerit meminta bantuan tapi tak ada yang datang.
Anastasia menjerit ditempatnya, ia hanya bisa menangis merasakan kepiluan wanita Belanda malang itu. Tiba-tiba saja Anastasia kembali tertarik dalam pusaran waktu yang berbeda. Dari kejauhan ia bisa melihat seorang wanita bergaun putih dengan rambut acak-acakan dan pakaian tak karuan berjalan tertatih dengan susah payah.
“Anna?!” Gumam Anastasia sambil memicingkan matanya.
“Alsjeblieft... Iedereen, help me...,” suaranya begitu lirih dengan bibir pucat.
Darah terlihat dari luka di kepala dan lehernya. Nafasnya terenggah ditengah kesadaran yang mulai memudar. Gaun putihnya yang terkoyak penuh dengan noda darah dan tanah.
“Anna, apa yang terjadi?!”
Dalam ketakutannya, Anna mencari perlindungan. Tangannya gemetar dan berulang kali ia menoleh ke belakang. Ia bingung mencari perlindungan. Sampai akhirnya Anna tak sanggup lagi, ia bersembunyi di balik pohon Flamboyan yang cukup besar.
Langkah-langkah berat berjalan mengejar, sayangnya Anastasia tak bisa melihat siapa itu. Sosok itu seolah ditutupi kabut, ia hanya bisa melihat sebagian dari tubuhnya. Anastasia merasakan ketakutan none Belanda itu.
“Lari, lari Anna!” Teriaknya putus asa.
Tentu saja itu tidak terdengar, Anna yang bersembunyi di balik pohon Flamboyan dengan nafas tersengal akhirnya ditemukan. Ia menjerit saat tangan kasar itu menariknya dari balik pohon. Anna berontak tapi kalah tenaga.
“Wat ben je aan het doen, Ruben?” (Apa yang kau lakukan, Ruben?)
“Je moet stil zijn en mij niet afwijzen!” (Seharusnya kau diam dan jangan menolakku!)
Detik berikutnya yang terjadi adalah tangan besar itu mencengkeram leher Anna, mencekiknya dengan kuat. Anna mencoba berteriak tapi suaranya tertahan di tenggorokan. Dunia di sekelilingnya semakin gelap, suara detak jantung menggema di telinganya pelan tapi pasti hingga nafas terakhirnya berhembus.
Suara tangis lelaki terdengar lirih, “Het spijt me, Anna.” Terdengar penuh penyesalan.
“Tidaaak!”
Anastasia terbangun dengan jantung berdebar kencang dan keringat dingin.
Ia terengah-engah sambil memegangi lehernya. Cekikan itu rasanya begitu nyata bahkan terlalu nyata untuk sebuah mimpi.
“Siapa, siapa lelaki itu? Apa karena ini, Anna jadi hantu penasaran dan menuntut balas?”
Suara pesan masuk, membuat Anastasia menghentikan pikirannya tentang kenapa dan siapa Anna. Keningnya berkerut, “Nathan?”
Saat ia membaca beberapa pesan masuk, matanya terbelalak. “Oh tidak! Ini bahaya!”
Anastasia bersiap menuju hotel, dengan cepat ia memasukkan dokumen terakhirnya ke dalam tas sebelum mengenakan blazer. Wajahnya tegang setelah menerima pesan dari Nathan.
"Lima gadis cantik tamu dari Jakarta itu histeris? Memangnya ada apa?" Ucapnya lirih sambil berjalan cepat menuju lobi hotel.
Nathan jarang panik, tetapi nada suaranya barusan cukup membuat Anastasia tahu ini serius. Anastasia melewati staf yang membungkuk memberi salam, ia tak punya waktu untuk membalas. Ketika tiba di lobi, suasana sudah mulai kacau. Kelima gadis itu berdiri berkerumun, wajah pucat, sambil bergantian bercerita dengan suara melengking. Beberapa tamu lain mulai memperhatikan.
"Hai, baiklah, saya Anastasia. Tenang dulu. Ceritakan dengan jelas, apa yang terjadi?" tanyanya, suaranya tegas namun menenangkan.
Salah satu gadis–Bella–yang paling berani, melangkah maju. "Kami … kami melihat hantu di kamar! Dia berdiri di dekat cermin, mengenakan gaun putih panjang!”
"Dia bergerak ... mendekati kami!" tambah gadis lain–Citra– dengan air mata mengalir. "Kami langsung lari keluar!"
Anastasia menahan napas sejenak. “Oke, baiklah. Siapa yang bergerak? Hantu wanita itu?”
“Bukan cuma dia tapi bone ..,” mulut Citra dibekap Dina dengan cepat membuat Anastasia curiga.
“Ada apa ini? Kenapa mbak begitu? Saya harus mendapat informasi jelas tentang hal ini karena ini menyangkut hotel kami!” Anastasia berkata tegas.
“Ehm, itu …,” Dina perlahan melepas tangannya, ia bingung hendak menjelaskan.
Anastasia menghela nafas, “baiklah kalau mbak dan yang lain nggak jujur saya bisa laporkan kalian sebagai tindak pencemaran nama baik hotel.”
“Eh, bukan begitu … tapi, itu karena ..,”
“Karena?” Kedua alis Anastasia naik, meminta jawaban jelas.
Dina memberi kode untuk mendekat padanya. Ia lalu membisikkan sesuatu yang membuat Anastasia terbelalak. Ekspresi Dina terlihat rumit, ia menatap teman wanita lainnya bergantian.
"Oke, saya akan memeriksanya," kata Anastasia dengan suara penuh keyakinan. Dia menoleh ke Nathan. "Pastikan mereka tetap tenang. Jangan biarkan kabar ini menyebar ke tamu lain."
Nathan mengangguk, wajahnya tegang. "Dan tolong, pastikan jangan sampai Kanjeng Mami tahu. Kamu tahu kan apa yang akan terjadi kalau dia mendengar ini." Sambung Anastasia lagi.
Anastasia segera melangkah menuju lift, bersiap menghadapi apapun yang menunggunya di kamar yang disewa kelima gadis tadi. Di dalam hati, dia berdoa agar ini hanya salah paham atau lelucon buruk.
Bersambung …,