Hidup Aina seperti diselimuti kabut yang tebal saat menemukan kenyataan kalau Fatar, lelaki yang dicintainya selama 7 tahun ini meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Namun Fatar tak sendiri, ada seorang wanita bersamanya. Wanita tanpa identitas namun menggunakan anting-anting yang sama persis dengan yang diberikan Fatar padanya. Aina tak terima Fatar pergi tanpa penjelasan.
Sampai akhirnya, Bian muncul sebagai lelaki yang misterius. Yang mengejar Aina dengan sejuta pesonanya. Aina yang rapuh mencoba menerima Bian. Sampai akhirnya ia tahu siapa Bian yang sebenarnya. Aina menyesal karena Bian adalah penyebab hidupnya berada dalam kabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu Segalanya
Aina menyandarkan kepalanya di dada Emir saat ronde kedua selesai. Ia masih berada di atas Emir walaupun sudah melepaskan penyatuan mereka.
"Kak, tiba dari Surabaya jam berapa?" tanya Aina.
"Jam 8. Saat aku tiba di rumah, ibu bilang kalau kamu lembur. Jadi aku bergegas makan, lalu mandi dan segera ke kantor. Sampai di kantor pura-pura bilang ada barang yang lupa di lobby, duduk dulu merokok dengan satpam penjaga baru deh masuk ke kantor."
Aina terkekeh. Ia perlahan menggulingkan tubuhnya dari atas Emir lalu mengambil tissue yang selalu disiapkan di atas nakas dekat tempat tidur dan membersihkan cairan bekas percintaan mereka.
Perempuan itu kembali membaringkan tubuhnya dan kini giliran Emir yang tidur tertelungkup namun wajahnya ada di bahu Aina yang tidur terlentang.
"Ibu bos sudah diantar ke rumahnya?" tanya Aina.
"Tidak. Aku pulang sendiri. Ibu Terre mengatakan kalau kami akan pulang 3 hari lagi, namun tadi aku sudah memaksakan diri untuk pulang karena aku tahu kalau besok, kamu ulang tahun."
Aina terharu mendengarnya. "Aku bahkan tak ingat kalau ulang tahunku besok."
Emir perlahan bangun dan duduk sambil bersandar di kepala ranjang. Kemudian ia mengambil bantal, menaruhnya di atas pangkuannya dan meminta Aina untuk berbaring di pangkuannya. Aina pun menurut.
"Kak, apakah ibu bos nggak marah jika kakak pulang lebih dulu?" tanya Aina.
"Biar saja dia marah. Aku tak mau melepaskan momen bertambah usiamu sendiri. Apalagi besok ibu mau pergi ke Malang. Ada saudara ibu yang anaknya menikah. Kamu pasti akan ingat rumahmu, ingat kenangan bersama Fatar."
"Kakak nggak takut dipecat oleh ibu bos?"
Emir menggeleng. "Lagian aku kebanyakan bengong di sana. Ibu boss selalu rapat sampai sore. Aku hanya bertugas mengantarnya makan malam, atau mengambil pakaiannya di laundry. Aku bosan, Ai. Aku rindu kamu, rindu ibu. Aku selalu mengkhawatirkan kalian berdua. Apalagi rumah ini kan agak jauh dari tetangga yang lain."
"Aku merasa justru tinggal di sini lebih nyaman. Jauh dari jangkauan kebisingan kota."
"Sayang, aku lapar. Tadi aku makannya sedikit karena ingin segera bertemu denganmu." kata Emir.
Aina pun bangun dari pangkuan Emir. "Ayo kita lihat makanan apa yang masih tersedia di dapur. Aku juga sudah lapar." Gadis itu turun dari ranjang, lalu berjalan menuju ke arah lemari untuk mengambil baju ganti. Keduanya keluar kamar. Emir di depan dan Aina di belakang.
"Selamat ulang tahun, Aina. Selamat ulang tahun Aina..!"
Aina terkejut karena ibu mertuanya susah berdiri di depan kamar mereka dengan memegang kue ulang tahun.
"Ibu.....!" Aina jadi terharu. Matanya sampai berkaca-kaca. Sendiri hidup, ia selalu mendapatkan suprise ulang tahun dengan kemewahan yang diberikan orang tuanya. Liburan ke luar negeri, makan di restaurant mahal atau juga perayaan di rumah mewah mereka. Kali ini hanya ada sebuah kue tart kecil yang nampaknya dibuat sendiri oleh ibu mertuanya. Namun hati Aina merasa gembira.
Tita berdiri di depan menantunya. "Semoga kamu bahagia selalu, nak."
Aina memejamkan matanya, mengucapkan doa dalam hatinya lalu meniup lilin itu.
Tita memeluk menantunya lalu gantian Emir yang memeluk istrinya. "Maaf kan aku dengan kejutan yang sederhana ini."
"Aku suka." ujar Aina membuat mereka bertiga tertawa bersama.
Ternyata Tita sudah menyiapkan makanan di atas meja. Ada ikan ayam, ada rendang sapi.
"Wah ibu, ini enak sekali. Aku bisa jadi gendut makan tengah malam begini."
"Makan yang banyak, nak. Badan kamu masih kurus." ujar Tita sambil tersenyum bahagia karena Aina menyukai makannya.
Emir pun makan dengan lahap. Selesai mereka makan, Tita langsung pamit untuk tidur karena dia harus berangkat naik kereta api pukul 6 pagi.
Aina dan Emir duduk di ruang tamu sambil menikmati segelas kopi dan teh lalu menikmati kue tart buatan Tita.
"Ibu pintar memasak, pintar buat kue. Pantas saja badan kakak bagus. Selalu diberi makan enak oleh ibu. Makanan enak itu tak perlu mewah, tahu kecap buatan ibu sudah menjadi favoritku."
Emir meraih tangan Aina dan menggenggamnya erat. "Besok ijin nggak usah masuk kantor ya? Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu. Kita jalan-jalan."
"Boleh. Besok juga tak ada pekerjaan yang banyak. Aku sudah selesaikan tadi dan sudah ku kirim pada ibu Sinta. Kakak nggak tugas jaga?"
"Kalau aku belum mengisi absen maka aku belum ada jadwal untuk bertugas."
"Baiklah."
Emir mencium tangan Aina yang masih ada di genggamannya. Ia kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong celananya.
"Maaf, aku tak bisa memberikan hadiah yang mewah. Semoga kalung kecil ini akan selalu mengingatkan kamu bahwa aku sangat mencintaimu."
Aina terkejut melihat sebuah kalung dengan liontin berbentuk dolphin.
"Katanya, dolphin adalah lambang cinta sejati." kata Emir.
Aina seperti mengalami Dejavu. Kata-kata yang sama pernah diucapkan oleh Fatar padanya saat memberikan anting-anting dengan gantungan berbentuk dolphin.
"Ai, kamu nggak suka? Maaf, aku hanya mampu membelikan ini. Nanti aku akan menabung lagi dan membelikan yang lain." Emir akan menyimpan kalung itu kembali namun Aina menahan tangan Emir. Ia tak mau Emir berpikir kalau ia tak mau menerima kalung itu karena hanya sebuah kalung dengan rantai yang kecil.
"Aku mau kak. Aku hanya terharu saja."
Emir bernapas lega. Ia kemudian memakaikan kalung itu di leher Aina. "Kamu cantik menggunakannya, Ai." ujar Emir.
Aina tersenyum. Walaupun hatinya begitu sakit saat mengingat dolphin ini, Aina mengambil satu sisi positif. Ia tak boleh menghindari dolphin ini namun harus menghadapinya.
*********
Keesokan paginya, Setelah Emir mengantarkan ibunya ke stasiun kereta api, Emir mengajak Aina untuk jalan-jalan.
"Kak, kamu tak membawa ponselmu? Bagaimana kalau ibu menghubungi?"
"Kan ada nomor kamu. Lagi pula ponselku sudah harus sering di charger setiap 4 jam sekali." Emir menggunakan helmnya. "Ayo kita pergi!"
Aina pun mengikuti langkah Emir keduanya pergi menggunakan motor.
Selama seharian penuh Aina dan Emir pergi ke banyak tempat. Bahkan tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi Aina walaupun ia sudah lama tinggal di Jakarta.
"Emir, kenapa kita ke sini?" tanya Aina saat Emir masukan motornya ke sebuah panti asuhan.
"Ayo masuk saja, sayang." Emir menarik tangan Aina. Saat mereka sudah berada di dalam panti asuhan, ada sejumlah anak-anak yang sudah berbaris sambil memegang sebuah baliho yang bertuliskan "selamat ulang tahun kakak Aina"
"Emir....!" Aina jadi terharu ketika melihat anak-anak itu menyanyi dan membacakan doa untuknya.
Selesai itu Emir pun membagikan kue yang tadi dia dan Aina beli sebelum datang ke panti asuhan ini.
"Nak Emir sering datang ke sini. Ia sudah setahun jadi pelatih bela diri bagi anak-anak. Mereka sangat menyukai Emir. Lihat saja bagaimana akrabnya Emir dengan mereka. Ibu terkejut mendengar kalau Emir sudah menikah " kata Ibu Hanna sebagai ketua panti asuhan ini. "Emir anak yang baik sampai Allah memberikan istri yang cantik seperti ini. Semoga kalian bahagia selalu ya, nak. Semoga Allah segera memberikan anak bagi kalian."
Aina hanya tersenyum. Pandangannya tertuju kearah Emir yang sedang bermain dengan anak-anak itu. Hati Aina tersentuh. Emir yang hanya seorang satpam ternyata selalu menyisihkan penghasilannya untuk anak-anak ini. Sangat berbeda dengan dia dan Fatar dulu. Mereka hanya menghabiskan waktu berdua dengan segala kemewahan yang ada. Seakan tak peduli dengan mereka yang berkekurangan.
Ketika keduanya tiba di rumah, entah dorongan apa, Aina tiba-tiba memeluk Emir.
Emir kaget karena tak pernah Aina memeluknya lebih dulu.
"Ada apa, Ai?"
"Terima kasih untuk hari ini. Hadiah ulang tahun yang paling indah dan paling berkesan."
"Benarkah?" Emir melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah cantik Aina. Melihat mata perempuan itu yang bersinar, Emir jadi bahagia. Keduanya pun berciuman dengan sangat mesra.
Ponsel Aina berdering, mengakhiri ciuman diantara mereka. Aina melihatnya. "Bibi Lina." ujarnya lalu menerima panggilan itu.
"Ada apa, bi? Apa? Tapi bagaimana? Aku ke sana sekarang."
Aina menatap Emir. "Kak, orang tuaku mengalami kecelakaan."
"Ayo kita ke rumah sakit, sayang!" ajak Emir.
***********
Apakah ini kecelakaan biasa atau disengaja ?
lanjut thor 🙏