Lahir di sebuah keluarga yang terkenal akan keahlian berpedangnya, Kaivorn tak memiliki bakat untuk bertarung sama sekali.
Suatu malam, saat sedang dalam pelarian dari sekelompok assassin yang mengincar nyawanya, Kaivorn terdesak hingga hampir mati.
Ketika dia akhirnya pasrah dan sudah menerima kematiannya, sebuah suara bersamaan dengan layar biru transparan tiba-tiba muncul di hadapannya.
[Ding..!! Sistem telah di bangkitkan!]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terima kasih, Guru.
Amon masih dipenuhi keterkejutan, perasaan luar biasa yang memenuhi benaknya.
Namun, dengan perlahan, ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri dari semua yang baru saja ia saksikan.
Tak lama kemudian, Amon berjalan mendekati Kaivorn dan duduk di sampingnya.
Kaivorn terlihat sedang tenggelam dalam pikirannya, matanya terfokus pada sesuatu yang hanya dapat ia lihat.
[Selamat!]
[Pencapaian "The Beginning Path of Swordsmaster" telah diraih.]
[Deskripsi: Menguasai puncak dari esensi pedang—Sword Intent.]
[Selamat!]
[Pencapaian "Nature's Path to the Swordsmaster" telah diraih.]
[Deskripsi: Mendalami elemen alam dan mengintegrasikannya dengan teknik pedang—Sword Energy.]
[Selamat!]
[Pencapaian "Becoming a Swordsmaster" telah diraih.]
[Deskripsi: Mencapai titik tertinggi para pendekar pedang—Sword Aura—Tingkat Rendah.]
[Title baru telah diperoleh.]
[Title: Swordsmaster—Talentless Vraquos—Pahlawan Suci—Utusan Ilahi.]
[Menghitung hadiah yang diperoleh....]
[Hadiah: 500 Poin Keterampilan & 2010 Poin Pertukaran.]
Kaivorn terdiam, matanya menatap layar biru holografis yang memancarkan cahaya samar di hadapannya.
Di bawah pohon kesepian yang menjulang di tengah taman kastil Vraquos, ia duduk bersender, tenggelam dalam kilauan pencapaian barunya.
Amon, yang duduk di sampingnya, memandang Kaivorn dengan rasa ingin tahu yang mendalam.
Ia tak mampu melihat layar tersebut, namun ada keheningan yang membungkus mereka berdua, seolah dunia itu sendiri mengakui pencapaian sang pendekar.
Amon merasakan aura yang mengalir dari Kaivorn, penuh dengan kebesaran yang tak terlihat oleh mata biasa.
"500 Poin Keterampilan dan 2010 Poin Pertukaran..." gumam Kaivorn dalam hati, tatapan merahnya bersinar lembut, seakan menyelami misteri yang terpancar dari layar biru itu.
Amon menatap ke arah pandangan Kaivorn, mencoba menangkap apa yang begitu menyita perhatiannya.
Meski tak ada yang terlihat selain angin yang berhembus lembut di taman, Amon merasa seolah seluruh alam sedang menunggu sesuatu.
Dalam benaknya, Amon bertanya, "Tuan Kaivorn… apa yang sedang ia lihat?"
Setelah beberapa saat terjebak dalam keheningan, Kaivorn akhirnya memecah suasana.
Tanpa menoleh, ia bertanya dengan suara rendah, "Apakah kau akan pergi besok, Sir Amon?"
Amon terdiam, membiarkan angin lembut menggoyangkan helai rambut emasnya, yang jatuh menutupi mata birunya yang dalam.
Setelah beberapa saat berlalu, ia menghela napas ringan sebelum menjawab dengan singkat, "Anda benar."
Mendengar kata-kata itu, Kaivorn berdiri perlahan tapi pasti.
Tatapannya penuh penghormatan saat ia memandang Amon, lalu berkata, "Sir Amon…" Ia berhenti sejenak, sebelum menambahkan dengan lebih dalam, "Maksudku, The Swordsmaster of the Holy God."
Amon memandangnya, ada keheranan di balik ekspresinya yang biasanya tenang, seolah tak menduga kata-kata itu.
Kaivorn pun berbalik, menghadap Amon yang masih bersandar pada pohon di taman kastil.
Dengan penuh penghormatan, Kaivorn menundukkan kepalanya, membiarkan keheningan yang sakral melingkupi mereka.
Amon mengamati Kaivorn yang menunduk di hadapannya, menunjukkan rasa hormat yang mendalam.
Meski Amon sendiri tak pernah meminta penghormatan itu, ia tahu betul bagaimana takdir telah mengikat jalan mereka.
"Tuan Kaivorn," panggil Amon dengan nada rendah namun tegas. "Tidak perlu formalitas ini, Anda telah melampaui apa yang pernah saya bayangkan."
Kaivorn tetap dalam posisinya, mendengar setiap kata Amon seolah itu adalah perintah ilahi.
"Aku hanya meniru apa yang telah kau tunjukkan, Sir Amon." ujar Kaivorn. "Tanpa bimbinganmu, aku takkan memahami jalan ini."
Amon terdiam sejenak, membiarkan kata-kata Kaivorn menggantung di udara.
Mata birunya menelusuri sosok pemuda itu, yang dulu dianggap tak berbakat, kini berdiri sebagai salah satu pendekar terhebat—mencapai tingkatan swordsmaster.
"Besok, saya harus pergi" ucap Amon dengan lembut, "Hiduplah dengan kehormatan, Tuan Kaivorn. Biarkan setiap tindakan dan keputusan Anda mencerminkan nilai-nilai yang Anda pegang."
Kaivorn mendongak, menatap Amon yang kini berdiri di hadapannya.
Kata-kata itu, meskipun singkat, terasa seperti pelajaran terakhir yang diberikan Amon padanya.
"Sir Amon…" suara Kaivorn terdengar serak, namun penuh rasa terima kasih. "Kau adalah sosok yang telah membuka jalan ini untukku. Aku berjanji, aku akan menjaga kehormatan pedang ini seperti yang telah kau ajarkan."
Amon tersenyum tipis, hampir tak terlihat di balik ketegasan wajahnya.
"Saya tidak meragukannya," jawabnya, lalu ia berjalan mendekat, meraih bahu Kaivorn dengan lembut. "Tuhan telah memilih Anda, Tuan Kaivorn. Saya hanya memastikan Anda mendengar panggilan itu."
Kaivorn mengangguk perlahan.
Tatapan mata merahnya kini tampak lebih tajam, lebih berapi—seolah dunia kini terbuka di hadapannya dengan segala tantangan yang siap ia hadapi.
"Ketika kita bertemu lagi…" lanjut Amon sambil melepas genggamannya, "Saya ingin melihat pedang anda memancarkan cahaya yang tak kalah dengan sinar dewa."
Kaivorn tersenyum tipis, lalu menundukkan kepala sekali lagi. "Akan aku pastikan itu terjadi, Sir Amon."
Amon hanya mengangguk kecil sebelum berbalik dan mulai melangkah pergi.
Rambut emasnya berkibar pelan tertiup angin malam, membawa serta keheningan yang dalam.
Di antara dedaunan yang berjatuhan, Kaivorn berdiri tegak, mengamati sosok ksatria suci itu menjauh, meninggalkan kesan abadi yang akan terus menuntunnya di jalan pedang.
Namun dalam keheningan malam itu, Kaivorn tahu, perpisahan ini bukanlah akhir.
Tanpa memalingkan pandangannya dari Amon yang perlahan menghilang dari pandangan, Kaivorn berbisik pelan.
"Terima kasih, Guru."