Pernikahan kekasihnya dengan seorang Panglima membuat Letnan Abrileo Renzo merasakan sakit hati. Sakit hatinya membuatnya gelap mata hingga tanpa sengaja menjalin hubungan dengan putri Panglima yang santun dan sudah mendapat pinangan dari Letnan R. Trihara. R. Al-Ghazzi.
Disisi lain, Letnan Trihara yang begitu mencintai putri Panglima pun menjadi patah hati. Siapa sangka takdir malah mempertemukan dirinya dengan putri wakil panglima yang muncul di tengah rasa sakit hatinya yang tak terkira. Seorang gadis yang jauh dari kata santun dan kekanakan.
KONFLIK TINGGI, HINDARI jika tidak tahan dengan cerita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Perang batin.
"Bagaimana ini, Bang??"
"Apanya yang bagaimana?? Mereka salah, harus tetap bertanggung jawab..!!" Kata Bang Hara sembari merokok.
Rintis berusaha mendekat namun Bang Hara mundur, menghindar dan menguarkan asap rokok ke arah yang berlawanan dengan angin agar tidak menerpa wajah Rintis.
Melihat Bang Hara menghindar, perasaan Rintis menjadi ciut dan merasa mendapat penolakan. Sejak tadi suaminya itu terus menjauhinya
"Titis bau badan?????" Tanyanya dengan wajah kesal penuh rasa curiga.
"Apa sih, Neng??? Abang merokok. Kalian berdua perokok pasif, lebih bahaya." Jawab Bang Hara.
"Siapa? Titis hanya sendiri."
Bang Hara terdiam sejenak, ia terus saja memikirkan hal yang masih berkelebat dalam pikirannya.
"Kita ke Bidan yuk..!!" Ajak Bang Hara.
Rintis melirik dengan wajah gelisah. Hatinya pun berdebar, berharap cemas dengan hasil akhir dari apa yang ia alami selama ini.
"Mau??" Tanya Bang Hara lagi.
Rintis mengangguk pasalnya ia pun juga merasa penasaran.
...
Sesampainya di Bidan desa, terlihat Bang Abri berjalan mendahului Rena. Terdengar suara perdebatan dan mempermasalahkan atas kecerobohan Rena yang tidak berhati-hati dalam menjaga diri.
Bagai kehilangan rasa malu, mereka berdua berdebat hingga di parkiran rumah Bidan desa.
Seperti biasa, raut wajah Rintis seketika sensitif saat berhadapan dan bertatap muka dengan Rena.
Tak berbeda dengan Rintis, Rena pun melirik Rintis dengan tatapan malas dan hal itu terlihat sangat jelas.
"Dia beneran hamil?" Tanya Rena tanpa basa-basi.
"Iya, ada yang salah?" Jawab Bang Hara mewakili sang istri.
Mendengar jawaban itu, amarah Rena terpancing dan memuncak. Bagaimana bisa hubungan di antara mereka selama enam tahun ini bisa kandas karena 'ketidak sengajaan.
"Dengar Rintis, yang aku alami adalah gambaran bahwa sifat pria yang ada di sampingmu ini begitu kaku dan tidak bisa mentoleransi sekecil apapun kesalahan yang ada. Jika suatu saat kamu melakukan kesalahan besar, kamu akan di buang dan di campakan seperti sampah tidak berguna." Ucap Rena penuh kekecewaan.
Rintis yang polos melirik kedua bola mata Bang Hara kemudian beralih melirik Rena dan Bang Abri.
"Asal kau tau ya Rintis.. Bang Hara begitu menyukai wanita dewasa dengan IQ tinggi di atas rata-rata. Wanita cerdas yang mampu kritis menghadapi masalah yang terjadi. Bang Hara sangat membenci wanita yang bo*oh dan berpikir lambat." Dengan lantang Rena mengucap hal tersebut tanpa perasaan.
Jelas saat ini Bang Hara tidak terima dengan ucapan wanita yang sudah menjadi mantan kekasihnya itu namun siapa sangka Rintis bergelayut manja di lengannya.
"Seperti Mbak Rena??" Tanyanya polos.
Bang Hara menoleh menatap istrinya, ia memastikan apakah benar istri kecilnya itu sedang baik-baik saja.
"Apa maksudmu? Aku membicarakan tentang kamu..!!" Kata Rena.
"Oohh.. maaf Mbak..!! Saya kira Mbak Rena membicarakan tentang diri sendiri. Sebab Mbak Rena bilang kalau wanita cerdas mampu kritis untuk menghadapi masalah yang terjadi. Lalu apakah hamil dengan Bang Abri sudah menyelesaikan masalah sedangkan saat itu Mbak Rena masih ada hubungan dengan Bang Hara dan jika IQ mbak Rena tinggi, bukankah seharusnya Mbak Rena bisa mikir seperti manusia dewasa??" Ucap Rintis memasang wajah polos dan teramat polos di depan Rena. "Duuhh.. maaf ya Bang, Titis asal bicara. Abang tau sendiri kalau Titis masih anak-anak."
Bang Hara pun tersenyum mendengarnya, ia mengacak-acak rambut rintis dengan lembut.
"It's oke sayang. Usia anak-anak pun tidak buruk juga, Abang hargai itu. Daripada Abang memilih usia matang tapi kekanakan." Jawab Bang Hara.
Kali ini hati Rena sungguh terluka. Pembelaan yang ia harapkan sama sekali tidak di rasakannya.
"Kalau begitu, mulai sekarang jangan pernah mencariku lagi. Hubungan kita usai sampai disini..!!" Rena pergi meninggalkan tempat, saat itu Bang Abri sama sekali tak bersuara bahkan untuk membela Rena pun tidak di lakukannya.
Saat Bang Abri melangkah meninggalkan Bang Hara dan juga Rintis, Bang Hara menyapa sahabatnya itu.
"Kita mungkin bukanlah laki-laki yang baik. Tapi jalan hidup sudah kita pilih. Kamu memilih Rena dan saya memilih Rintis. Sekalipun kita laki-laki b******n, bukankah kita tidak ingin istri yang 'rusak'. Sekalipun kita laki-laki bejad, bukankah kita tidak ingin anak yang mengikuti jejak buruk kita..!!" Ucap Bang Hara dengan jelas.
Jemari Bang Abri mengepal kuat kemudian melonggarkannya perlahan.
"Melanggar jalan Tuhan memang nikmat. Lupa diri di masa muda, kelak kita akan tua renta. Apakah kamu yakin sanggup melihat kaca dirimu nanti. Ujung tombak ketenangan batin berawal dari kita. Jika kita salah membimbing maka hidup akan hancur lebur selamanya namun jika kita mampu membimbing, maka hingga akhirat pun hatimu akan tenang. Kita terlahir sebagai laki-laki, seumur hidup kita adalah pelajaran sebab kita adalah guru bagi separuh jiwa dan nyawa kita yang lain."
Mendengar ucap sahabatnya, Bang Abri tidak sanggup menahan laju air mata. Sesal dan malu telah berkhianat sungguh membuat hatinya terpukul.
"Terima kasih banyak kamu sudah mengingatkanku. Aku menerimanya, mulai detik ini, Rena dan anak di dalam kandungannya adalah tanggung jawabku." Jawab Bang Abri.
Rena menangis seakan masih belum bisa menerima kenyataan dan Bang Abri segera memeluk dan menenangkannya.
Bang Hara pun melakukan hal yang sama, ia memeluk Rintis dan berharap istrinya bisa ikut tenang.
"Titis tidak suka Mbak Rena." Ucap Rintis terang-terangan.
"Maaf..!! Abang lambat menanganinya, Abang salah."
"Abang harus di hukum..!! Gendong Titis..!!" Perintah istri kecil Bang Hara yang sedang kesal.
"Ya nanti to, sayang. Banyak orang disana..!!" Kata Bang Hara kemudian terdiam melihat langkah besar Rintis yang sedang ngambek.
'Aku ini Danki, tapi kenapa aku bisa nyerah senyerah-nyerahnya berhadapan dengan perawanku ini. Baru kali ini aku gelisah, nyawa terasa was-was di ujung tanduk. Mending tarung lah daripada begini.'
"Kenapa nggak kejar Titiiiss..!!!" Protes Rintis dengan wajah berang.
"Allahu Akbar..!! Minta di kejar to, Neng."
.
.
.
.
semoga lancar persalinan ya.. sehat ini dn baby ya.. 🤲🏼😍