Raisa tidak menyangka jika neraka yang sekarang ia tempati jauh lebih menyeramkan dari neraka sebelumnya.
Ia tahu jika pernikahannya hanyalah sebuah untung rugi. Tapi dia tidak menyangka jika harga dirinya akan terkuras habis dihadapan suaminya.
Bagaimana kehidupan Raisa setelah menikah dengan pria yang sangat berkuasa di negeri ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sheisca_4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Arga masuk ke dalam kamar tepat pukul 12 malam. Dia berdiri di ambang pintu cukup lama. Melihat Raisa yang sedang berbaring di sofa dengan posisi yang akan membuatnya sakit leher. Dia melirik rambut panjang lurus dan kepala Raisa yang menjutai ke lantai. Kaki pendek yang terangkat ke atas. Sekilas bibir Arga tersenyum samar melihat tingkah Raisa yang sedang terkikik bodoh memperhatikan layar ponselnya.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Suaranya setengah berteriak membuat Raisa terkejut.
Tak! Ponsel yang berada di genggamannya jatuh mengenai ujung mata kirinya cukup keras membuat Raisa mengerang kesakitan.
"Dasar bodoh! Kau bisa membuat matamu katarak jika begitu. Apa yang sedang kau lakukan?" Ucap Arga bertanya lagi.
Raisa belum sempat menjawabnya dia sibuk memperbaiki posisi tubuhnya dengan sedikit kesusahan. Merapikan pakaiannya dengan tergesa. Mengabaikan denyutan nyeri di ujung matanya.
"Kemari!" Dia menjentikan jarinya. Wajahnya terlihat kesal. Entah apa yang membuatnya kesal.
Mau apa dia? Apa dia akan memukul ku?
Dengan langkah yang was-was dia melangkah mendekat ke arah Arga.
"Kau baru saja akan membuat matamu katarak jika bermain ponsel seperti itu." Arga mengusap lembut area yang terkena ponsel tadi.
Deg deg
Hei kenapa anda jadi lembut seperti ini.
Cetak!! Tak lama sentilan dari kening Raisa terdengar begitu ngilu. Raisa mengerang dengan suara rintihan, namun terdengar agak keras.
Sakit sialan! Aku tarik kata-kataku tadi. Dia kenapa si.
"Sudah kubilang jangan buat aku mengulangi kata-kataku."
"Iya, maafkan saya Tuan."
Sakit sekali. Dia benar-benar mengerahkan semua tenaganya.
"Apa yang membuatmu terkikik tengah malam ini hingga mengundang hantu dari luar sana."
Apasi, anda mungkin hantunya.
"Saya sedang menunggu anda sambil bertukar pesan dengan teman-teman saya."
"Ternyata temanmu adalah hantu."
"Aku mau tidur."
Otak Raisa langsung bekerja. Jika Arga mengatakan mau tidur berarti dia minta ganti pakaian begitu artinya.
"Baik, saya ambilkan pakaian dulu." Raisa segera bergegas menuju ruang ganti.
Sakit sialan. Penyiksaan dia sudah sampai ke level kekerasan, haruskah aku laporkan ini. Aku mungkin yang akan masuk penjara jika aku melawan Tuan Arga. Bahkan presiden negeri ini juga akan kalah jika melawan Tuan Arga.
Di usap-usap keningnya dengan rambut. Ah sakitttt hiks. Perihnya awet sekali.
Karena tidak mau membuat Tuan Arga menunggu Raisa segera bergegas keluar. Menyerahkan pakaian pada Arga lalu berbalik ketika Arga membuka pakaiannya.
Arga melemparkan pakai yang bekas dia pakai tadi tepat di kepala Raisa. Pelan gadis itu meraihnya dan memeluk pakaian itu.
Aku harus terbiasa dengan ini.
"Kau menangis?"
Raisa langsung mengusap air matanya yang jatuh begitu saja dengan pakaian Arga yang ada di tangannya. Dasar bodoh! Kenapa kau keluar tapi aku suruh! Pikirnya penuh kesal.
"Tidak Tuan, ini hanya efek mengantuk."
"Kemarilah." Lagi-lagi Arga menjentikan jarinya. Menyuruh Raisa mendekat. Raisa menatap cemas. Keningnya masih sangat sakit.
Apa dia akan menyentilku lagi?
Raisa mendekatkan wajahnya ke arah Arga ya g sudah duduk di atas tempat tidur. Dia memejamkan matanya, mengepalkan tangannya kuat. Takut jika dia akan merasakan rasa sakit yang kedua kali di keningnya.
Eh dingin, keningku terasa dingin. Sedikit perih namun sesaat, rasa sakitnya juga berangsur hilang.
Raisa membuka matanya. Dia melihat Arga, laki-laki itu melemparkan salep yang kecil gelapan ditangkapnya.
"Oleskan keningmu dengan itu."
"Baik Tuan. Terima kasih."
Ternyata dia masih punya sedikit hati nurani. Raisa berguman. Segera dia masuk ke dalam ruang ganti lalu memasukan pakaian kotor milik Arga ke dalam keranjang baju kotor. Di raba keningnya yang sudah di olesi salep tadi. Setelah menghapus sisa air mata yang keluar tanpa izin tadi baru dia keluar.
Raisa melewati tempat tidur.
"Kau tidak boleh menangis untuk luka kecil seperti itu."
Raisa menghentikan langkahnya.
"Maaf Tuan itu bukan air mata akibat menangis. Itu karena saya mengantuk."
"Benarkah? Kau pikir aku bodoh bisa menipuku seperti itu. Aku bahkan belum mematahkan kakimu kau sudah menangis seperti bayi."
Kedua kaki Raisa mendadak lemas, sekuat tenaga dia menahan tubuhnya agar berdiri dengan tegak.
"Matikan lampu."
"Baik Tuan."
Dengan paksa dia melangkahkan kakinya yang mendadak terasa ngilu seperti jelly.
"Selamat malam Tuan. Semoga mimpi indah."
Aku bakar kata-kataku tadi yang mengatakan kau punya sedikit hati nurani. Kau bahkan tidak punya hati! Dasar iblis. Semoga kau selalu diberkahi mimpi buruk setiap paginya!
Sepertinya Harapan Raisa akan terkabuli. Tenang Raisa Tuhan bersama orang-orang yang terdzolimi. Kamu tidak sendirian Rai. Ada kami pembaca setia mendukungmu.
...****************...
Benar kan perkataanku. Harapanmu terkabul Rai. Arga terbangun akibat mimpi buruk. Kedua matanya melotot terkejut.
Dia bangung dan bersandar duduk di kepala ranjang. Melihat Raisa yang masih terlelap tidur di balik selimutnya.
Dia melirik jam menunjukan pukul 3 dini hari.
"Sepertinya dia mengutuk ku." Setelah berguman seperti itu dia kembali tidur.
Satu jam lamanya setelah dia terbangun akibat mimpi buruk Arga haus dia melirik gelas yang ternyata sudah kosong.
Arga bangkit dari tidurnya lalu mengambil gelas kosong itu, berjalan menuju sofa membangunkan Raisa.
"Heh! Bangun." Arga menendang kaki sofa membuat sofa itu tergeser.
Raisa terlonjak kaget merasakan pergeseran tubuhnya secara tiba-tiba. "Gempa! Ada gempa!"
"Tidak ada gempa! Bangun! Ambilkan aku minum." Suara Arga menyadarkan Raisa dari keterkejutannya.
Dengan setengah sadar dia mengambil gelas kosong itu. Dasar gila dia membangunkan aku hanya untuk mengambilkannya minum.
Jam berapa sekarang? Raisa melirik jam dinding yang ada di dapur, jam 4!? Sinting memang. Dia pikir aku ini bukan manusia ya?
...****************...
Pusing kepalaku pusing sekali. Aku bahkan tidak bisa tidur lagi di saat anda mengorok kencang.
Setelah di bangunkan Arga jam 4 pagi Raisa tidak bisa tidur kembali. Kini matanya berat sekali. Bayangkan saja dia hanya 3 jam. Setelah tragedi sentilan Arga kembali menyiksanya dengan mengganggu tidur nyenyaknya padahal dia baru bisa tidur jam 1.
Raisa bengong sambil memegang sepatu Arga, duduk di sofa yang menjadi tempat tidurnya saat malam. Sementara Arga muncul dari ruang ganti, sudah rapi memakai setelan jas. Rambutnya sudah tersisir dengan rapi. Membuatnya tampan seperti tokoh-tokoh ceo dalam film. Persis seperti itu. Tampan sekali, berjalan sambil merapikan dasinya.
Haha, lihat dia pagi-pagi sudah bengong seperti orang bodoh. Apa aku keterlaluan ya membangunkannya, lihat kantung matanya sangat besar jadi semakin jelek. Semalam dia sulit tidur juga, memikirkan kata-kata yang akan mematahkan kakinya. Haha tapi ini menyenangkan, melihat dia tersiksa begitu menjadi hiburan sendiri bagiku.
Pagi-pagi Arga sudah punya hiburan menarik. Setelah berguman agak lama dan dia selesai dengan urusan dasinya, dia berjalan mendekat ke sofa. Dia duduk di samping Raisa.
"Apa yang sedang ada di otak kecilmu itu hingga kau terbengong seperti ini."
Raisa terlonjak kaget, "eh maaf Tuan, tidak ada."
Arga menarik dagu Raisa dia menatap bola mata Raisa dengan serius. Membuat Raisa membunyikan sinyal waspada kembali takut Arga menyentilnya tiba-tiba atau mungkin kali ini Arga akan mencolok matanya melihat bagaimana pria ini memelototinya sekarang.
"Apa matamu memang terlahir menyeramkan seperti ini?"
Eh apa? Menyeramkan bagaimana? Baru kali ini ada yang mengatai bola mataku menyeramkan. Hanya anda yang menganggap ini seram. Semua orang bilang ini menggemaskan.
"Iya Tuan." Hanya bisa menjawab dengan pasrah.
"Ganti bola matamu. Aku sakit melihatnya." Arga menoyor kepala Raisa kebelakang. Setelah itu seperti habis menyentuh kotoran dia mengusakan tangannya ke bahu Raisa. Gadis itu menggigit bibirnya keras menahan kesal.
Aku harus gantinya gimana coba? Ngeri sekali kalo aku harus operasi mata.
"Dengar tidak?"
"Baik, Tuan." Raisa yang tidak tahu bagaimana caranya hanya menuruti permintaan bodoh Tuannya yang gila itu. Yang penting dirinya selamat.
"Pakaikan sepatu."
Dengan segera Raisa berjongkok di depan Arga. Memasangkan sepatu pada kaki Arga. Setelah selesai dia bangkit berdiri.
"Sudah selesai Tuan. Saya akan menjalankan perintah anda. Saya akan mengubah bola mataku yang begitu mengganggu anda. Saya pastikan ketika anda sudah kembali tidak ada lagi bola mata hitam pekat ini."
"Bagus! Satu lagi. Ubah rambut lurusmu itu menusuk-nusuk mataku."
"Baik Tuan."
Pagi yang melelahkan satu ruangan dengan Arga. Mereka berdua keluar kamar di susul dengan Busil di belakang mereka. Di meja makan sudah ada 4 orang sudah duduk di sana menunggu kedatangan Arga.
2 orang baru, satu adalah sekertaris Jou dan satu lagi wanita yang tidak ketahui namanya oleh Raisa. Tapi dia ingat jika wanita itu salah satu tamu saat pesta pernikahannya. Bagaimana dia dia tidak ingat pada wanita itu jika wanita tersebut yang menyalakan sina laser dari matanya untuk Raisa di sepanjang pesta.
Hahh apakah pertarungan ini belum selesai? Sepertinya aku dapat musuh baru sekarang.
Arga melirik sekilas ke arah wanita asing itu, kita sebut saja Putri.
"Kenapa ada dia di sini?" Arga bertanya pada Monica adiknya.
"Kami semalam pergi ke pesta karena kemalaman aku mengajaknya menginap di sini saja. Kebetulan tempat kami berpesta dari sini." Jawab Monica.
Arga tak menanggapi Monica, dia juga mengabaikan sapaan dari putri. Seolah wanita itu tak terlihat.
"Pagi bu."
Raisa menoleh, setidak dia sedikit manusiawi dengan menyapa ibunya sendiri lebih dahulu.
Ibu yang di sapa duluan tersenyum senang. "Pagi juga Arga."
Ini sangat langka ada apa dengan anak pertamanya ini. Apa ada hal baik yang menimpanya.
"Pulang setelah sarapan selesai. Aku tidak mau melihat wajahmu lagi."
Astaga baru saja Raisa memujinya, dia sudah menghacurkannya begitu saja. Dasar gila. Entah punya masalah apa wanita itu dengan Arga tapi satu hal yang pasti, tamatlah riwayatmu jik mengusik Arga lagi.
Putri menunduk takut, "baik Kak."
"Aku bukan kakakmu!"
"Ma-maaf. Baik Tuan Arga."
Dasar Gila.
"Arga jangan terlalu kasar. Bagaimana pun dia teman adikmu. Tidak apa-apa Nak. Nikmati saja sarapanmu."
Putri mengangguk lesu, pupus sudah harapannya untuk mengambil hati Tuan Arga. Bahkan beliau sudah jijik padanya.
"Kak aku sudah memutuskan akan magang di perusahaan Witarma." Ucap Monica.
"Ini sudah dibicarakan sebelumnya, kau magang di perusahaan Wiguna. Keputusanku sudah final."
"Tapi kak-"
Monica mengurungkan niatnya ketika mendengar deheman dari sekertaris Jou. Dia melirik sebal.
Dia takut pada sekertaris Jou?