NovelToon NovelToon
Black Parade

Black Parade

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Identitas Tersembunyi / Kutukan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Dendam Kesumat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sad Rocinante

Nb : konten sensitif untuk usia 18 tahun ke atas !

Parade Hitam, wabah Menari.
Kisah kelam dalam hidup dan musik.
Tentang hati seorang anak manusia,
mencintai tapi membenci diri sendiri.
Sebuah kisah gambaran dunia yang berantakan ketika adanya larangan akan musik dan terjadinya wabah menari yang menewaskan banyak orang.

------------------------------------------------

Menceritakan tentang Psikopat Bisu yg mampu merasakan bentuk, aroma, bahkan rasa dari suatu bunyi maupun suara.

Dia adalah pribadi yang sangat mencintai musik, mencintai suara kerikil bergesekan, kayu terbakar, angin berhembus, air tenang, bahkan tembok bangunan tua.

Namun, sangat membenci satu hal.
Yaitu, "SUARA UMAT MANUSIA"

------------------------------------------------

Apa kau tahu usus Manusia bisa menghasilkan suara?
Apa kau tahu kulitnya bisa jadi seni indah?
Apa kau tahu rasa manis dari lemak dan ototnya?
Apa kau tahu yang belum kau tahu?
Hahahaha...

Apakah kau tetap mau menari bersamaku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sad Rocinante, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian II - Madam Brielle

Emilie meletakkan ketiga bayi itu di ruangan susu di antara puluhan bayi-bayi lainnya, lalu dia beranjak keluar dengan pikiran yang masih linglung dan bingung.

"Owe ... owe ...."

Setelah dia meninggalkan ruangan para bayi, suara tangisan tiba-tiba menggelegar memenuhi seisi ruangan, bayi-bayi menangis sekuat tenaga bergantian mengaumkan rasa ketakutan akan sesuatu yang janggal bagi mereka. Emilie yang masih linglung dibuat terkaget-kaget dan cemas karena takut menjadi sasaran kemarahan dari majikannya yang jelek.

"Aduh ... ada apa dengan kalian bayi-bayi menyebalkan? Cup ... cup ... berhentilah menangis aku mohon, sialan."

Emilie mencoba mendiamkan satu persatu bayi yang menangis tapi usahanya tidak membuahkan hasil, semakin kesal Emilie akan tangisan bayi-bayi itu membuat dia marah-marah seperti orang kesurupan, dengan pikiran bahwa hidupnya selalu saja menyebalkan membuat dia semakin tak tahan.

Merasa putus asa karena bayi-bayi bukannya diam tetapi semakin keras menangis membuat Emilie berlari menuju ruangan madu yang merupakan ruangan untuk anak-anak berumur tiga sampai enam tahun, dia berlari kesana dengan tujuan memerintah suster yang berjaga di sana untuk menggantikannya menenangkan tangisan bayi-bayi di ruangan susu.

"Suster Laure, kemari sebentar!" bentak Emilie dengan sombong dan angkuh serta menggetarkan badannya merasa jijik.

"Ada apa, Nyonya Emilie?"

"Cepat kamu urus anak-anak di ruangan susu, buat mulut mereka diam tanpa harus membuat madam mengomel lagi, itu membuat kepalaku sakit," perintah Emilie si pelayan angkuh.

"Baik lah Nyonya," jawab Suster Laure menunduk.

Suster Laure merupakan salah satu biarawati yang bekerja untuk pendeta John, setiap suster yang bekerja di panti asuhan ini merupakan biarawati yang memberikan pelayanan bersama Pendeta John, hanya Emilie dan juru masak bernama Damien yang merupakan pekerja di luar dari gereja.

Setelah Suster Laure pergi keruangan susu, Emilie yang penasaran mencoba menguntitnya ke ruangan susu untuk melihat apakah Suster Laure berhasil mendiamkan tangisan bayi-bayi itu. Begitu terkejutnya dia karena Suster Laure yang tadinya datang untuk menenangkan tangisan bayi-bayi itu sekarang malah ikut menangis di pojokan, membuat Emilie kebingungan dan datang menghampiri Suster Laure sembari menutup telinganya karena tangisan bising dari para bayi.

"Suster ... hei, Suster Laure ...! Ada apa?" teriak Emilie kencang melawan kebisingan di sekitarnya.

"JA-JAUHKAN ...! Jauhkan bayi bermata biru itu dari padaku, aku mohon tolong jauhkan bayi itu ...," jerit Suster Laure meringkuk ketakutan memeluk kedua kakinya.

"Ka-kau kenapa Suster? Apa kau juga merasakannya?" Emilie turut meringkuk menghadap Suster Laure, menunggu jawaban darinya.

"Bayi itu bayi iblis, biarlah aku berdosa mengatakannya, tapi benarlah dia itu bayi iblis!" teriak Suster Laure yang masih menyembunyikan wajahnya seakan dia adalah wanita paling kotor di dunia.

"Ternyata itu bukan hayalanku saja, bayi sialan itu memang kerasukan iblis, lihatlah dia, diantara bayi-bayi yang menangis hanya dialah yang tetap tenang tanpa sedikit suara pun, menatapnya saja membuat seluruh bulu kudukku merinding, mata terkutuknya seakan membekukan aliran darahku dan mencekik setiap pembuluh nadi di tubuhku."

Emilie yakin betul akan bahaya dari bayi bermata biru itu, dia memutuskan untuk melaporkannya kepada Madam Brielle agar nantinya bayi itu dikirim ke tempat lain atau bahkan dibuang saja. Dia berlari dari sudut ruangan dengan tangan yang masih menutupi telinga dari kebisingan tangisan bayi-bayi menuju ruangan Madam Brielle.

"Madam, oh Madam ... apa Anda ada di dalam?" tanya Emilie mengetuki pintu ruangan yang masih tertutup.

"Madam ... Madam Brielle? apakah saya boleh masuk?" Emilie mengulangi mengetuk pintu dengan pelan karena tidak ada jawaban dari Madam Brielle.

Karena dia harus segera menyampaikan kabar buruk ini, Emilie menarik napasnya dalam-dalam mengumpulkan segala keberanian dan ketabahannya menerima segala bentakan dan cacian yang akan si gendut Brielle lontarkan kepadanya.

'Hahhh ... ayo Emilie kamu harus berani, ini demi ketenangan sisa hidupmu di tempat sialan ini,' bisik Emilie dalam hati untuk memperkuat tekatnya.

Akhirnya dia memberanikan diri membuka pintu dengan pelan dan hati-hati.

Kreeekkk ....

Dia melihat bahwa Madam Brielle tengah tidur di bangku kayu yang hampir ambruk saking gendutnya dia, dengan kepingan uang yang masih berantakan di atas meja. Pelan-pelan dia berjalan menghampiri majikannya.

"Madam, Madam Brielle," bisik Emilie yang mendongakkan kepalanya dekat ke telinga Madam Brielle sembari menggoyangkan bahu Madam dengan pelan.

Madam Brielle yang terbangun dari tidur tiba-tiba mengeram seperti binatang buruk rupa yang sering Emilie baca di buku-buku sihir kuno.

"Ahhhccckkk ... "

"Dasar sialan tidak punya sopan santun, beraninya kau membangunkan seorang wanita yang menikmati tidurnya, Ahhhccckkk ..." Madam Brielle mengamuk dengan suara keras sembari membanting meja dengan tangannya yang besar.

"Ma-maafkan hamba, Madam, hamba tidak bermaksud mengganggu ketentraman tidur Madam yang terhormat, hamba datang karena ingin menyampaikan kabar yang sangat penting," jawab Emilie dengan nada gemetaran.

"Apa ...?!" bentak Madam Brielle menonjolkan mata butanya ke asal suara Emilie.

Emilie yang sontak terkaget menjadi ciut termakan oleh auman majikannya yang seram, walau dia sering mengejek dan bertingkah angkuh di hadapan majikannya yang buta, namun lain dengan saat-saat ketika majikannya marah, ini merupakan hal yang berbeda karena wanita buruk rupa ini akan menelan apa saja yang membuatnya marah.

"Sa-saya mau menyampaikan kabar buruk, Madam."

"Apa ...?" bentak Madam kembali.

"Ba-bayi yang baru datang itu adalah bayi iblis, lebih tepatnya dirasuki iblis, semua orang yang mendekatinya akan dibisiki dengan rasa takut dan dosa-dosa yang mencekik leher sampai sesak dan bulu kuduk merinding setiap menatapnya, bayi-bayi di ruangan susu pun menangis seluruhnya karena kehadiran mahluk tercela itu, Madam," terang Emilie, penuh semangat dia mempraktekkan setiap hal yang dia rasakan dengan gerakan tubuhnya padahal jelas-jelas Madam adalah orang buta.

"Dan juga Suster Lau-"

"SUDAH DIAM!" potong Madam Brielle yang kesal mendengar segala tetek bengek Emilie.

"Ada apa denganmu Emilie? hanya karna hal remeh tangisan bayi dan hayalan bodohmu kau menuduh seorang bayi dengan sebutan anak iblis dan berani mengganggu tidurku yang damai? dimana sopan santunmu?" gerutu Madam Brielle memukul-mukul meja dengan keras berulang-ulang kali seperti orang barbar.

"Maaf'kan saya, Madam, saya berkata jujur dan tidak bermaksud mengganggu tidur Anda sama sekali."

"Baik, baiklah kali ini kumaafkan ketidak sopanan mu, mari kita kesana sekalian aku ingin menyusui mereka."

Madam Brielle bangkit dari tempat duduknya, walau sedikit kesusahan dikarenakan postur tubuhnya yang berlebihan tapi dia tidak akan sudi dibantu oleh siapapun karena menurutnya kemandirian adalah hal yang paling penting yang harus di miliki oleh setiap wanita.

"Tongkatku Emilie." Madam mengulurkan tangannya terbuka, menunggu Emilie memberikan tongkat.

"Silahkan, Madam." Emilie memberikan ujung pegangan tongkat dengan hati-hati ke tangan Madam.

"Terimakasih."

Madam mulai berjalan dengan memukul-mukul tongkatnya, menerka setiap bunyi dari ketukan tongkat itu serta mengandalkan ingatannya untuk berjalan tanpa bantuan orang lain.

Sesampainya di ruangan susu Madam mengepalkan tangannya menahan kemarah di depan para bayi, bukan karena kebisingan tangisan mereka, tetapi karena semua hal konyol yang dikatakan oleh Emilie tadi adalah kebohongan, buktinya keadaan ruangan susu sangat tentram dan tidak terdengar suara tangisan sedikitpun, bahkan suara yang terdengar hanya suara tawa dan ocehan lucu dari para bayi.

"Emilie ... kau berhutang sebuah jawaban padaku," sindir Madam yang bediri sembari memangkukan kedua tangannya di atas ujung tongkat.

Emilie yang kebingungan tidak tahu harus berbuat apa-apa, bayi-bayi yang tadinya menangis telah terdiam, begitu pula si bayi bermata biru nampaknya telah tertidur lelap. Dalam pikirannya dia menerka-nerka apakah kejadian tadi hanya mimpi, untuk memastikannya dia menunggu saat yang tepat untuk pergi mencari tau jawaban dari Suster Laure.

"Tolong maafkan saya, Madam," bujuk Emilie yang sudah gemetaran.

"Diam, jangan mengungkit kemarahanku di depan bayi-bayi manis ini," bisik Madam dengan tersenyum manis kepada para bayi.

Madam Brielle memang wanita yang menyeramkan bagi orang dewasa, tetapi dia selalu bersikap baik kepada anak-anak, menurutnya cinta dan kasih sayang adalah tipuan terbaik.

"Emilie, cepat bawakan bayi-bayi itu bergiliran," perintah Madam yang telah terduduk di kursi penjaga.

"Baik, Madam."

Emilie membawakan dua bayi kepangkuan Madam Brielle untuk dia susui sekaligus dengan buah dada penuh lemaknya yang besar, satu di kanan dan satu di kiri. Pantas saja semua bayi di sana pipinya merah merona kenyang minum.

Semua bayi telah disusui dengan baik oleh Madam Brielle, begitupun dengan Bayi Mercury yang tidak nampak mencurigakan sama sekali seperti yang dilaporkan oleh Emilie. Semuanya baik-baik saja dan sama seperti bayi lainnya, bedanya hanya anak ini tidak bersuara sama sekali, dan telapak tangan dan kakinya sedikit berkeringat tapi suhu tubuhnya telah hangat dan nampak baik-baik saja.

"Emilie, cepat periksa ruangan lainnya dan beritahukan pada setiap suster penjaga agar mereka memberikan anak-anak makan di ruangan mereka masing-masing termasuk yang terkunci, dan perintahkan agar Damien membawakan Keju Camembert ke ruanganku."

Dia pun langsung pergi menuju ruangannya meninggalkan bayi-bayi yang telah tenang dan kenyang.

***

Damien yang seorang pria penurut pun dengan hormat datang membawakan Keju Camembert kesukaan Madam Brielle yang merupakan jenis keju ciptaan Madam sendiri, sehingga dia terkenal sebagai pembuat keju yang enak di kotanya. Camembert adalah keju lunak dari susu sapi mentah, keju-keju ini biasanya dibungkus dalam kotak kayu bundar sebelum dijual ke pasaran, camembert memiliki tekstur yang lembut dengan kulitnya yang dilapisi dengan jamur putih, memiliki rasa yang kuat dan mudah meleleh.

Awalnya Madam Brielle sering membuat keju untuk dijual ke pasar lokal setiap hari senin, tetapi keju yang dibuatnya berminyak dan tidak laku, hingga pada suatu hari suaminya yaitu Pendeta John menyarankan keju itu dibuat seperti proses pembuatan Keju Brie yang pernah dia pelajari di kampung halamannya dulu. Benar saja, akhirnya keju tersebut pun akhirnya laku dijual dan diminati pembeli.

Untuk mengakali banyaknya pesanan, Madam Brielle membuat ukuran kejunya menjadi kecil, yaitu 11 sentimeter sebagai ukuran ideal. Karena kesuksesan penjualan kejunya ini lah Madam Brielle dan suaminya bisa membangun sebuah panti asuhan.

Selagi Madam Brielle menyantap makanannya, Emilie yang masih penasaran mencoba mencari Suster Laure untuk menanyakan apakah kejadian tadi nyata atau hanya hayalannya saja, dia begitu kebingungan karena setelah kembali ruangan menjadi tentram serta Suster Laure sudah tidak ada di ruangan itu lagi, semua hal itu membuatnya jadi gila saja.

Kesana kemari dia mencari keberadaan Sang Suster, tetapi sama sekali tidak ada yang mengetahui keberadaannya termasuk para suster lainnya yang sedang sibuk memberikan makan anak-anak di setiap ruangan.

Sampai malam hari dia terus mencari keberadaan Suster Laure sampai-sampai dia tidak nafsu untuk makan, kepalanya seakan mau pecah saja.

Ketika dia meregangkan badannya di atas tempat tidur rongsoknya tiba-tiba dia mengingat bahwa ada satu tempat yang belum dia periksa di sekitar panti asuhan ini, yaitu gudang penyimpanan gandum dan kayu bakar. Mengetahui hal itu dengan bergegas dia bangkit dari tempat tidurnya, lantas berjalan membawa sebuah lilin sebagai penerangan jalan.

Sesampainya dia di dalam gudang, dia tidak melihat siapapun disana termasuk Suster Laure, hal itu membuat dia semakin geram dan penasaran tentang apa sebenarnya yang terjadi. Dengan pikiran yang berputar-putar dia berjalan keluar dari gudang itu dengan langkah hati-hati karena lilin yang dia bawa hampir padam tertiup oleh angin yang dingin dan mencekam, membuat bulu kuduknya merinding seketika.

Malam itu adalah malam purnama yang dingin, ditemani tetesan gerimis yang mengundang rasa parno akan hal-hal menakutkan yang bisa saja mengagetkannya, kondisi malam saat itu semakin memperkuat alasan bagi Emilie untuk merasa ketakutan dan merinding.

Wuuusss ....

Angin berhembus kembali ditemani raungan menyedihkan dari serigala yang entah dari mana.

Aaauuuuuuuu ....

Emilie yang semakin merinding ingin segera pergi meninggalkan tempat mencekam itu, dia tidak perduli lagi dengan keberadaan Suster Laure, dia hanya akan menutup pintu gudang lalu segera pergi.

Ketika dia telah berdiri di depan pintu bagian kiri bagunan yang masih terbuka, tetesan lilin panas tidak sengaja terjatuh dari lilin yang dia bawa tepat di kulit kakinya.

"Aduh ... panas ...."

Dia menoleh kebawah sebagai respon spontan dari rasa sakit di kakinya. Namun, saat dia mengangkat kepalanya kembali, dengan lilin yang masih dia genggam di tangan kiri, begitu terkejutnya dia akan hal yang baru saja dia saksikan dengan kedua matanya.

"Aaaaaaaaaaaaaa ...!"

Emilie berteriak sangat histeris, dia meraung amat ketakutan karena sesuatu yang baru saja dia lihat adalah orang yang sedari tadi dia cari, dan mencekamnya biarawati yang berpakaian serba hitam dengan tudung putih itu telah tergantung mati pada jeratan tali yang terikat di ranting pohon kering di malam purnama yang hening.

"Aaaaaaaaaaaaaa ...!"

1
Sulis Tiani Lubis
negeri yang dibalik?
SAD MASQUITO: gimana? hahaha
total 1 replies
L'oreal ia
jadi bacaan cewek cocok, apalagi cowok.
pokoknya netral dah, baru kali ini ketemu novel klasik kayak novel terjemahan aja
Gregorius
thor, Lo gila kayak pas nulis ini
Anonymous
lupa waktu jadinya
hopitt
alur cerita penuh warna, tidak monoton, naik turun kayak mood gw wkwk
Kyo Miyamizu
cerita ini bikin segala macam perasaan muncul, dari senang sampai sedih. Gila!
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
total 2 replies
AmanteDelYaoi:3
Mendebarkan! 😮
SAD MASQUITO: terimakasih banyak, kakak pembaca pertama saya, akan saya ingat.
izin screenshot ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!