Menjadi pedagang antar dua dunia? Apakah itu memungkinkan?
Setelah kepergian kakeknya, Sagara mewarisi sebuah rumah mewah tiga lantai yang dikelilingi halaman luas. Awalnya, Sagara berencana menjual rumah itu agar dapat membeli tempat tinggal yang lebih kecil dan memanfaatkan sisa uangnya untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, saat seorang calon pembeli datang, Sagara tiba-tiba mengurungkan niatnya. Sebab, dia telah menemukan sesuatu yang mengejutkan di belakang rumah tersebut, sesuatu yang mengubah pandangannya sepenuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Pandu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11 : Tetap Dalam Rencana
Setelah selesai berbicara dengan Sagara, Fransiskus melangkah keluar dari ruangan dengan pikiran yang sibuk. Langit di luar tampak mulai meredup, tetapi sinar matahari yang tersisa masih memantulkan kilauan keemasan di atas daun-daun pohon. Fransiskus menuju ke bangunan pelayan di bagian belakang mansion, tempat Maho, sang kusir keluarga Morgans, biasa beristirahat.
Saat Fransiskus tiba, Maho tengah sibuk memeriksa keadaan kuda-kuda di kandang. Pria itu, dengan tangan kokohnya yang terbiasa memegang kendali kereta, memberikan perhatian penuh kepada setiap ekor kuda seolah mereka adalah sahabat lama.
“Maho,” panggil Fransiskus dengan nada tenang namun tegas.
Maho segera mengangkat wajahnya, menatap Fransiskus dengan tatapan penuh hormat. “Ya, Tuan Fransiskus? Ada yang bisa saya bantu?”
“Saya butuh bantuanmu untuk mendapatkan bola sihir dari serikat pedagang,” jawab Fransiskus, suaranya lembut namun penuh otoritas. “Bola sihir ini diperlukan untuk melakukan tes afinitas elemen pada Tuan Muda. Kamu bisa membelinya dengan harga terjangkau jika menunjukkan token anggota serikat. Saya akan memberikan token itu kepadamu untuk diperlihatkan.”
Maho mengangguk dengan mantap. “Tentu, Tuan Fransiskus. Saya akan segera ke sana dan memastikan bola sihir itu ada di tangan Anda sebelum malam tiba.”
Fransiskus menyerahkan token yang disimpan di dalam saku jubahnya. “Ingat, jangan menarik perhatian banyak orang. Kita ingin ini tetap rahasia sampai Tuan Muda siap.”
“Dimengerti, Tuan,” jawab Maho sambil menerima token tersebut. Tanpa banyak bicara lagi, ia segera mempersiapkan kereta dan kuda, lalu melesat menuju ibu kota untuk menjalankan tugasnya.
Hari-hari di mansion keluarga Morgans perlahan-lahan mulai berubah. Di bawah bimbingan Rose, Sagara kini menjalani rutinitasnya dengan menanamkan nilai-nilai keanggunan seorang bangsawan dalam setiap gerak dan tutur katanya. Rose, dengan pengalaman bertahun-tahun, sabar mengajarkan Sagara tentang tata krama, mulai dari cara berbicara dengan sesama bangsawan, etiket di meja makan, hingga cara berjalan dengan penuh wibawa. Sebetulnya, tugas seperti ini tidak seharusnya dilakukan oleh seorang ketua pelayan keluarga, akan tetapi Sagara tidak mempermasalahkannya demi efisiensi.
Di pagi hari, di dalam ruang utama mansion yang megah, Rose akan mengajari Sagara bagaimana caranya menyapa tamu dengan anggun. “Ingat, Tuan Muda,” kata Rose, suaranya lembut namun penuh kewibawaan, “saat menyapa tamu, pandang mereka dengan mata yang menunjukkan rasa hormat namun tidak berlebihan. Berikan salam dengan sedikit menunduk, tetapi pastikan postur Anda tetap tegap.”
Sagara mengikuti instruksi Rose dengan seksama. Dia mengulang setiap gerakan beberapa kali, dan setiap kali, Rose memberikan koreksi atau pujian yang tepat. “Bagus sekali, Tuan Muda. Dengan sikap seperti itu, Anda akan segera dipandang sebagai seorang bangsawan sejati.”
Selain pelajaran dari Rose, Sagara juga mulai mendapatkan pelatihan dari para prajurit keluarga Morgans, Max dan Hendrikus. Pelatihan itu dimulainya setelah mendapat pengajaran dari Rose di pagi hari Meskipun hanya latihan sederhana, akan tetapi dapat membantu Sagara memahami dasar-dasar pertahanan diri dan strategi militer. Di halaman belakang mansion, Max dengan penuh perhatian menunjukkan bagaimana cara mengayunkan pedang dengan kekuatan dan presisi.
“Ketika Anda mengayunkan pedang, Tuan Muda,” kata Max sambil menunjukkan gerakan dasar, “fokuskan kekuatan pada titik serangan. Ini bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga ketepatan dan kecepatan.”
Sagara mencoba mengikuti, dan meskipun gerakannya masih canggung, Max tersenyum dan memberikan dorongan. “Tidak buruk untuk pemula, Tuan Muda. Latihan dan ketekunan akan membuat Anda lebih baik.”
Sementara itu, Fransiskus dan pekerja lainnya telah bekerja keras membantu Sagara dalam berbagai hal untuk menghidupkan kembali bisnis keluarga Morgans. Dalam waktu satu minggu, Laya, salah satu pelayan yang setia, berhasil membeli sebuah bangunan di sudut ibu kota sesuai instruksi dari Rose. Kabar itu datang dari surat Laya yang telah tiba dan diterima oleh Rose. Kemudian Rose dengan segera menyampaikannya kepada Sagara. Di dalam ruang kerja, Sagara membaca surat tersebut dengan penuh perhatian, dan senyumnya mengembang saat ia menyadari bahwa langkah pertama dalam rencana bisnisnya telah berjalan dengan baik.
“Rose,” kata Sagara dengan nada penuh rasa syukur, “Terima kasih atas bantuannya. Berkatmu, saya bisa mendengar berita yang sangat baik ini.”
Rose, yang berdiri di sampingnya, membalas dengan senyum hangat. “Ini hanyalah permulaan, Tuan Muda. Dengan ini, kita bisa mulai memikirkan bagaimana menghidupkan kembali bisnis keluarga Morgans.”
Fransiskus, yang juga hadir di ruangan itu, kemudian menyarankan, “Tuan Muda, jika saya boleh menambahkan, sekarang adalah waktu yang tepat mempertimbangkan untuk kembali ke dunia asal Anda, saat ini kita perlu mendapatkan barang-barang yang bisa dijual di dunia ini. Saya akan membantu Anda memilih artefak dan barang antik dari dunia ini yang memiliki nilai tinggi di dunia asal Anda. Dengan begitu Anda juga akan mendapatkan dana untuk digunakan selama berada di dunia asal Anda. Saya dapat mengambil sedikit anggaran dari pembendaharaan kas keluarga, jika Tuan mengizinkannya.”
Sagara berpikir sejenak sebelum mengangguk. “Itu rencana yang bagus! Aku akan membutuhkan uang untuk membeli barang-barang dari dunia modern, jadi membawa barang dari sini untuk dijual di sana adalah langkah yang tepat.”
Rencana pun telah dibuat dan tibalah keesokan harinya, setelah semua persiapan selesai, Sagara berdiri di depan portal yang akan membawanya kembali ke dunia asalnya. Dia menatap Fransiskus yang berdiri di sampingnya, dengan perasaan campur aduk di dalam hatinya.
“Fransiskus,” kata Sagara perlahan, “Aku ingin kamu tetap di sini untuk mengurus keluarga Morgans selama aku pergi. Aku khawatir jika kita berdua pergi, keadaan akan menjadi tidak terkendali seperti sebelumnya.”
Fransiskus terdiam sejenak, jelas merasa berat dengan keputusan ini. Namun, dia tidak bisa membantah permintaan Sagara. “Baiklah, Tuan Muda. Saya akan melakukan yang terbaik untuk memastikan keluarga Morgans tetap aman dan berjalan lancar selama Anda pergi. Namun, izinkan saya mengingatkan bahwa saya akan selalu siap membantu Anda, kapan pun Anda membutuhkannya.”
“Terima kasih, Fransiskus. Aku menjadi lebih lega karena tahu keluarga ini akan aku titipkan di tangan yang tepat.” Sagara tersenyum, meskipun ada sedikit keraguan yang mengganjal di dalam hatinya. Dengan langkah mantap, Sagara memasuki portal, siap untuk kembali ke dunia asalnya. Sementara Fransiskus berdiri di belakangnya sembari mengharapkan keselamatan dan keberhasilan tuan mudanya itu.