MUSUHKU MENJADI SUAMIKU

Diparkiran mobil, Dirga menunggu Diandra dengan perasaan resah. Sesekali dia melirik jam yang ada dipergelangan tangannya "Kenapa dia lama sekali, padahal l dia sudah membaca pesanku", gumamnya.

Namun baru saja Dirga menyelesaikan ucapannya, orang yang dia nanti akhirnya muncul.

"Maaf, aku terlambat. Tadi sempat bingung nyari mobil kak Dirga", ucap Diandra dengan nafas tersenggal-senggal.

"Tidak apa-apa sayang", jawab Dirga dengan senyum dipaksakan. Entah kenapa Dirga tidak senang kala mendengar panggilan Diandra padanya.

"Kalau gitu, ayo kita pulang", sahut Diandra seraya berjalan menuju pintu mobil.

Sementara Dirga sempat tertegun melihat ekspresi Diandra.

"Ayo, kak!" desak Diandra kala Dirga masih berdiri diposisinya semula.

"Em, oke!" Dirga gegas beranjak dan berjalan menuju pintu mobil.

*-*

Sementara di dalam restoran, keluarga Albian tengah menikmati makan malam pesanan mereka.

"Kamu sudah selesai makan Ke?" tanya Albian kala Keyra baru saja meletakkan sendok dan garpu di atas piring.

"Hm, aku sudah kenyang."

"Pantes saja kamu gagal - "

"Bian!" sela Diana. Dia tahu apa yang akan diucapkan oleh Albian selanjutnya.

"Iya, maaf ma", jawab Albian patuh. Lalu dia kembali menikmati makanan yang ada dihadapannya.

Sementara Keyra tersenyum kala melihat Albian begitu patuh pada ibunya.

"Kei, apa kau mengenal Chika?"

Seketika senyuman di wajah Keyra hilang kala sang mertua bertanya padanya. "Iya, Kei kenal ma", jawab Keyra dengan cepat.

"Apa komunikasi kalian baik?"

"Em, Kei tidak begitu akrab dengan Chika. Jadi Kei tidak pernah ngobrol berdua dengannya."

Diana membisu sesaat. Dia mencoba memikirkan alasan Chika begitu membenci Keyra.

"Kenapa mama bertanya tentang Chika?" tanya Albian seraya meletakkan sendok dan garpu secara bersamaan.

"Mama teringat reaksi Chika, sewaktu diparkiran mobil tadi."

"Mungkin dia sudah tau kalau Bian dan Kei sudah menikah. Jadi dia sengaja memancing emosi Kei, supaya Kei marah."

"Kalau begitu, kamu harus selalu mengawasi Kei saat di kampus. Mama kuatir Chika akan melukai Kei."

"Iya, mamaku sayang. Bian pasti akan menjaga istri Bian dengan baik", jawab Albian dengan lembut.

"Kalau gitu sebaiknya kita gegas pulang, karena besok kalian sudah harus kembali ke kampus."

"Oke, ma", jawab Albian dan Keyra.

Lalu mereka sama-sama bangkit dari tempat duduk masing-masing dan berjalan bersama menuju pintu keluar.

*-*

Di kediaman keluarga Keyra.

Dirga baru saja mengantar Diandra hingga sampai ke depan pintu utama.

"Sampai ketemu besok ya", ucap Dirga seraya masuk ke dalam mobil.

Diandra membalas dengan melambaikan tangannya. "Oke, kak", katanya dengan tersenyum menampilkan gigi gingsulnya.

Dirga terpesona melihat senyum manis Diandra. Dia duduk di bangku kemudi seraya menatap wajah cantik Diandra selama beberapa detik.

"Kak Dirga, kenapa?" tanya Diandra bingung.

"Pacarku sangat cantik!" puji Dirga.

Diandra menanggapinya hanya dengan tersenyum.

Dirga kembali berpamitan pada Diandra sebelum dia menjalankan kendaraannya meninggalkan kediaman keluarga Keyra.

Setelah mobil yang dikendarai Dirga pergi, seketika raut wajah Diandra berubah dingin. Kemudian dia masuk ke dalam rumah.

*-*

20 menit kemudian.

Mobil yang dikendarai Albian baru saja memasuki halaman luas rumahnya. Kemudian mereka turun dari mobil, setelah mobil terparkir sempurna.

"Ehem, enak banget ya jadi orang kaya. Mau makan aja tinggal pilih mau pergi ke restoran mana!" celetuk Arvan seraya menghembuskan asap dari mulutnya.

Uhuk, uhuk.

"Sudah berulangkali tante katakan, jangan merokok di sini!" sergah Diana dengan tatapan tidak senang.

Namun Arvan tidak mengindahkan peringatan dari Diana. Dia malah semakin menambahkan kepulan asap hingga membuat Diana kembali batuk.

"Dasar anak bebal!"

Arvan membalas dengan tersenyum sinis pada Diana.

"Ayo, kita masuk saja ma", ajak Albian pada sang ibu. Dia tau Arvan sengaja memancing emosi sang ibu, agar terjadi keributan di rumah itu. Lalu mereka pun bisa menjadikannya sebagai alasan untuk merebut kembali harta warisan pemberian sang kakek.

Diana meredakan kemarahannya dengan menghela nafas panjang. Lalu dia menatap Albian. "Ayo, nak", katanya seraya berjalan masuk.

Arvan menatap mereka bertiga dengan tatapan penuh kebencian. Dia sangat ingin melampiaskan kekesalannya pada keluarga Albian, namun niatnya itu terhalang oleh peraturan yang tertulis pada surat warisan sang kakek. Aku harus menahannya demi kemewahan yang aku nikmati saat ini. Batin Arvan.

*-*

Sesampainya di dalam kamar, Albian langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Cuci muka dulu!" sergah Keyra seraya menarik paksa tangan Albian.

Sontak Albian bangkit dari atas tempat tidur dan membiarkan dirinya masuk dalam pelukan Keyra. Namun Keyra langsung mendorong Albian, hingga terjatuh ke lantai.

"Istriku sungguh kejam!" ucap Albian lirih bak suami yang tertindas.

"Si- siapa yang mengizinkanmu memelukku?" tanya Keyra gugup seraya membuang pandangannya. Jantungnya tiba-tiba memompa begitu kencang kala merasakan sentuhan sang suami.

Albian menjulurkan tangan, meminta pertolongan pada Keyra, namun Keyra malah pergi menjauhinya.

"Jangan berpura-pura lemah! Kau bahkan terlihat sangat mampu untuk mengangkatku!"

Sontak Albian berdiri. Lalu dia gegas mengangkat tubuh mungil Keyra untuk membuktikan ucapan istrinya tersebut.

Aaaaa....

Tiba-tiba Keyra berteriak dengan kencang seraya mengalungkan tangannya di leher Albian. "Apa yang kau lakukan? Cepat turunkan aku!" kesal Keyra, karena Albian melakukannya tanpa aba-aba.

"Ternyata ucapan istriku benar! Aku memang sekuat yang kamu katakan", jawab Albian santai.

"Turunkan aku!" ulang Keyra kala Albian masih saja menggendong dirinya.

Albian tersenyum menatap wajah ketakutan Keyra.

"Apa?" sergah Keyra dengan mata melotot. Dia curiga melihat senyuman Albian.

"Kau menggemaskan saat marah."

Keyra merasa jantungnya akan segera meledak, jika saja Albian terus menggodanya. "Please turunkan aku, Bi", mohon Keyra.

Albian mengabaikan ucapan Keyra. Dia malah membawa Keyra masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah 5 menit berlalu, Keyra dan Albian keluar dari dalam kamar mandi.

"Ke, kedepannya ini menjadi tugasmu setiap malam!" tukas Albian.

"Em, baiklah", jawab Keyra pasrah. Keyra tidak bisa melupakan apa yang telah dilakukan oleh Albian, saat mereka di dalam kamar mandi tadi. Lebih baik aku menyikat giginya setiap malam, dari pada di gelitik. Batinnya meringis. Keyra tidak pernah bisa menahan, jika seseorang menggelitik perutnya. Tanpa sengaja Albian mengetahui kelemahannya tersebut.

"Kau.mau kemana?" tanya Albian kala melihat Keyra berjalan sambil membawa selimut dan bantal.

"Tidur", jawab Keyra polos.

"Tempat tidur ada di sini!"

"Oh, itu buatmu saja. Aku tidur di sofa."

Albian seketika marah mendengar penuturan Keyra. Lalu dia menghela nafas panjang untuk membuat dirinya tenang. "Kalau kau tidak ingin kita tidur di ranjang yang sama, biar aku saja yang pindah!" kata Albian dengan serius.

"Tidak perlu Bi! Ini kan kamarmu sendiri, jadi biar aku saja yang ngalah."

Tanpa aba-aba Albian menarik tangan Keyra. "Tidur di ranjang atau aku gelitik?" ancam Albian.

Sontak Keyra naik ke ranjang.