NovelToon NovelToon
Dari Benci Jadi Suami

Dari Benci Jadi Suami

Status: tamat
Genre:Tamat / Berbaikan / Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Diam-Diam Cinta / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:11.4k
Nilai: 5
Nama Author: nichi.raitaa

Tolong bantu support dan jangan lompat bab saat membaca ya, terima kasih 💗

Delilah Atmaja—seorang perempuan—yang sama sekali tak berkeinginan menikah, terpaksa menuruti kemauan sang ayah. Justru bertemu kembali dengan Ananda Dirgantara—musuh semasa SMA—dan justru berakhir di pelaminan. Tak berhenti sampai di sana, Rakanda Dirgantara—mantan cinta pertama Delilah—menjadi sang kakak ipar. Hadir juga hari dimana Raka menerima bantuan dari si jelita, Delilah. Membuat keruh hubungan rumah tangga Nanda dan Delilah yang telah menjadi seorang istri.

Dapatkah mereka akan melewati drama pernikahan dan pergulatan hati masing-masing? Akankah mereka berdamai dengan keadaan dan menemukan akhir yang bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nichi.raitaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 28

Nanda kehilangan cara untuk menenangkan sang istri. Dia memilih membekap bibir mungil Delilah dengan bibir juga. Pipi Nanda ikut basah terkena lelehan air mata Delilah yang masih mengalir. Akan tetapi, berhasil meredam teriakan frustasi si jelita. Perlahan Nanda menarik diri dan mengungkung tubuh mungil sang istri. Dia menangkupkan tangan besar di sisi wajah Delilah dan mengusap lembut.

“Delilah, dengarkan aku … tidak akan kubiarkan kau sendirian lagi. Maaf, aku banyak bersalah dan menuntutmu. Aku bodoh karena tidak mempercayaimu, maafkan aku.” Nanda menyatukan kening mereka, isak lirih Delilah mulai mereda.

“Aku sangat membencimu, kau tidak pernah menghargai usahaku. Aku sudah berusaha bangun lebih awal dan memasak, tapi kau malah memilih masakan simbok.” Suara Delilah terdengar sendu dan sengau.

“Terima kasih sudah berusaha—” Kalimat Nanda belum selesai.

“Kau akan memakannya lain kali?” Delilah menyekat ucapan sang suami, “kau bilang mencintaiku, kau akan memakannya?” Suara Delilah kembali terdengar.

“A-aku akan memakannya, aku janji. Tapi, kumohon belajarlah dulu mengurus dapur bersama mbok Yem. Aku memintanya untuk mengajarimu dan kau terlalu sibuk untuk belajar akhir-akhir ini.” Suara Nanda melembut, Delilah mulai menjauh dan memisahkan kening mereka.

“A-aku tak bermaksud—” Nanda tergagap ditatap oleh mata sendu sang istri, “b-bukan maksudku … tidak apa jika kau ingin mengurus Fera, tetapi aturlah waktu untuk kita juga.” Nanda menjeda, “setidaknya, kau sudah berada di rumah sebelum aku pulang.” Manik legam Nanda terkunci manik jelita di depan.

Belum ada suara dari Delilah. Tubuh mungil si jelita masih terkungkung penuh tanpa penolakan oleh sang suami. Entah ada angin apa yang membuat si wanita betah berlama-lama disentuh oleh Nanda. Delilah selalu saja, tak bisa menahan diri untuk menunjukkan sisi lemah pada sang suami tanpa dia sadari.

Aku selalu menangis saat bersamamu, tapi benarkah itu buruk? Karena setelahnya entah kenapa justru perasaanku membaik, Delilah sibuk dengan pikiran sendiri sambil memandangi paras tampan sang suami.

“Deli kenapa kau diam saja, hm?” Nanda menelisik, “ah, maafkan aku lagi … tadi, aku men—”

Delilah harus berjinjit untuk mencapai tinggi Nanda. Dia mengecup singkat bibir tebal Nanda. Membuat netra si pria melebar dan menahan kalimat yang hendak dia ucap.

“Pembalasan karena selalu mencuri bibirku.” Delilah menyeringai.

Setelah degup jantung masing-masing mereda dan lebih tenang. Netra Delilah mengedar ke seluruh ruang. Lalu baru menyadari jika mereka tidak berada di ruangan sang suami. Lekas ia menatap Nanda dan menarik kerah jas di leher sang dokter.

“Nanda, kita berada di ruangan siapa?” Delilah berbisik di telinga Nanda yang terpaksa menunduk karena ditarik.

“Hm … Matthew, kau ingat? Pria bermata biru yang waktu itu kau temui.” Nanda berbisik balik.

Astaga, bibir mungil Delilah menganga.

***

Matthew terusir dari ruangan. Dia kini berada di taman rumah sakit, menikmati semilir angin sambil memandangi pepohonan rindang dan beragam bunga yang tumbuh bermekaran dengan cantik. Beberapa pasien sedang menikmati waktu senja hari bersama keluarga. Sesekali dia tersenyum sendirian sambil menyeruput soda yang dia beli di kantin.

“Hhhh ….” Matthew menghembuskan napas berat, “hei, Melinda!” kemudian memanggil dokter muda yang tak sengaja tertangkap oleh mata.

Si perempuan yang merasa dipanggil menengok dengan cepat ke arah Matthew yang sedang menatap tajam. Dia tak mau mengulur waktu, melihat si dokter bermanik biru nampak marah. Dia segera berpamitan dan berpisah dengan kawannya dan menuju arah Matthew berada.

“I-iya, Dok. Ada apa, ya?” Melinda sedikit gugup meremas jemari cemas.

“Apa lagi ulahmu kali ini?” Matthew masih mengontrol suara, “apa tidak bisa, sehari saja tenang dan tidak membuat kekacauan?”

“S-saya nggak melakukan apapun, Dok.” Melinda masih berusaha membela diri.

Padahal Matthew dengan jelas mendapat informasi dari perawat yang tak sengaja berpapasan. Melihat Melinda adalah penyebab kesalahpahaman dokter Nanda dan istrinya. Si dokter muda yang kurang berhati-hati menabrak tubuh Nanda lagi. Tadi Nanda sudah berada di jalur yang benar, sedang Melinda melenceng karena sibuk membaca catatan di tangan. Tubuh si dokter muda oleng dan hendak terjatuh. Secara spontan, Nanda segera menangkap si penabrak tepat saat Delilah berjalan di belakang mereka.

“Masih berkilah, tidak bisakah kau meminta maaf saja? Nanda jadi bertengkar dengan istrinya, kau tidak melihat?” Matthew geram, sambil mengatupkan rahang.

“Hah? W-wanita tadi istri dokter Nanda? B-bukankah dia—”

“Bukan! Delilah adalah istri Nanda. Kenapa kau terus memicu kesalahan bersama Nanda terus, hm?” Matthew masih menatap tajam dokter muda di depan.

“S-saya juga tidak sengaja, Dok. Kenapa dokter marah-marah terus sama saya, sih?” Melinda ikut terpancing emosi karena terus disalahkan.

“Karena itu sangat menyebalkan un—” Kalimat Matthew terputus, manik birunya tertangkap oleh Melinda.

Netra si dokter muda mengerjap bingung, begitupun milik Matthew. Si pria segera mengalihkan pandangan dan berdehem. Mereka terlihat canggung sedang berdiri bersama tanpa suara.

Mulut sialan, mau bicara apa kau barusan, dasar bodoh! Matthew mengumpati diri sendiri dalam hati.

“M-maaf, sekali lagi. Saya tidak bermaksud apapun, Dok.” Melinda menunduk di depan.

Matthew masih terlihat kikuk, “tolong perhatikan langkahmu dan jangan buat onar lagi, paham?” Tanpa menunggu jawaban Melinda, si dokter bermanik biru itu berlalu pergi.

Pria bertubuh tegap itu berjalan menjauh tanpa menengok sekalipun. Akan tetapi, Melinda menangkap jelas telinga Matthew yang memerah. Bahkan, Matthew sendiri merasa wajahnya memanas. Sampai dia sibuk menutupi area wajah bawah saking tak kuat menahan malu jika sampai seseorang melihat.

Cuman perasaan gue doang, apa emang dokter Matthew lagi salting? hati Melinda berbisik lirih.

Tanpa disadari, pipi Melinda ikut bersemu merah bagaikan tomat. Dia tak bisa mengelak jika pesona dokter barusan begitu memikat. Namun, si dokter muda menggeleng dengan cepat.

Nggak, nggak boleh begini. Takut dia ternyata juga udah beristri, ampun dj, gumam hati Melinda lagi.

Di sisi lain, Matthew bergegas kembali menuju ruangan. Dia ingin segera bersembunyi. Namun, dia lupa jika di sana ada pasangan yang sedang berdebat hebat tadi Segera dia menggeser pintu dan hampir bertabrakan dengan tubuh Nanda yang sama tinggi.

“Wow! Maaf, aku—” Matthew mundur satu langkah, kalimatnya tidak selesai lagi.

“Matthew, kau tidak apa-apa?” Suara Nanda menyambar dengan cepat.

“Eh?” Matthew menatap Nanda sambil memiringkan kepala.

“Apa kau sedang demam? Kau terlihat sangat … merah.” Suara Delilah ikut menyahut sambil terus memperhatikan si dokter yang baru datang.

Nanda menaikkan sebelah alis, “Matthew, katakan padaku siapa yang membuatmu sampai salah tingkah begini?”

Mereka tak berteman satu ataupun dua hari. Sudah cukup banyak waktu yang mereka lalui bersama. Bukan lagi sekedar sahabat biasa, lebih layak disebut sebagai saudara. Nanda masih mengingat jelas bagaimana sang sahabat tak pernah menanggapi banyak wanita yang tertarik. Akan tetapi, kini dia melihat dengan jelas aura Matthew sedikit berbeda.

“Aw, kau sedang jatuh cinta, Mat—”

Plak!

***

Tolong jangan sampai skip kisah manis si Matthew, ya ... Minta like sama komennya bolehlah, terima kasih 😘

1
Ripah Ajha
sungguh keren kata2mu Thor, aku jadi terhura eh terharu maksutnya🥰
nichi.raitaa: aw, terima kasih ya kakak juga sudah baca sampai akhir ... aku meleyot nihh 🫣🫠😘
total 1 replies
Krismargianti Andrean
lanjut thor nunggu nih ampe tambah es teh jumbo 5kali
nichi.raitaa: waduh kak ... apa nggak kembung 🤧 btw timamaciw sdh mampir, nih aku kasih 2 hati akuh 💗💗🫦
total 1 replies
Zee✨
hay kak nicki, aku mampir hehe semangattttt💪💪
nichi.raitaa: nyehehhee okidoki kak 💗 aku telhalu loh😵‍💫🫠
Zee✨: sama², nanti ye mau ngepel dulu😂😂
total 3 replies
Zee✨
dih kepedean amat bang😏
Zee✨: pantesan aku cari² nggak kelihatan, taunya di sana toh🤭
nichi.raitaa: 🤧😶‍🌫️ aku ampe ngumpet dibalik awan kakk
total 2 replies
Ripah Ajha
like Thor, tetep semangat update ya🥰
nichi.raitaa: terima kasih supportnya kak, wait ya 💗😘
total 1 replies
Ripah Ajha
gitu tu, kalok oasangan suami istri blom prnah mp, bawaannya emosi teros🤣
nichi.raitaa: aw ... si kk tau ajah 🤧🫣
total 1 replies
Ripah Ajha
keren karyamu thor
nichi.raitaa: terima kasih sdh membaca kak, semoga betah ya 💗
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Kisahnya bikin baper, jadi terlarut sama ceritanya.
nichi.raitaa: terima kasih sudah membaca, Kak 💗 teruskan lagi yuk kakk 🥰
total 1 replies
Sandy
Seru banget, gak bisa berhenti baca😍
nichi.raitaa: terima kasih, sudah membaca kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!