Di dalam hening dan gelapnya malam, akhirnya Shima mengetahui sebuah rahasia yang akan mengubah seluruh hidupnya bersama Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaLibra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terkejut
Di dalam mobil yang dikendarai Cello, Shima menangis tergugu. Isakannya sungguh menyayat hati siapapun yang mendengar. Cello sesekali melirik Shima tanpa berkata apapun. Shima tak menyangka, jika Ibu yang selama ini terlihat menyayanginya, justru berbuat hal di luar nalar.
Sesampainya di kediaman Baskara, Shima langsung turun dan berlari menuju kamarnya. Shima berpapasan dengan Devan dan Santi yang akan keluar.
"Loh loh Shima, kamu kenapa.? "
Shima tidak menggubris teriakan Santi.
"Pasti Cello nyakitin Shima" Devan menggeretukkan gigi.
Lalu secepat kilat, Devan menghampiri Cello yang baru saja memarkirkan mobilnya. Santi berlari mengejar Devan.
Bugh
Devan meninju rahang Cello. Cello yang tidak siap, terhuyung ke belakang dan meraba sudut bibirnya yang berdarah.
Santi histeris. Pak Dirman dan Bi Nur yang sedang ada di dapur, langsung menghampiri tuannya saat mendengar jeritan Santi.
"Mass.. Sudah mas. Jangan main hakim sendiri. Kita tanya dulu apa penyebabnya" Ujar Santi memisahkan Devan yang hendak meninju Cello kembali. Bi Nur menolong Cello yang meringis meraba bekas tonjokan Devan. Pak Dirman dengan sigap menghalangi tangan Devan yang sudah melayang di udara.
"Sudah Pak.. Sudah jangan berkelahi" Seru pak Dirman dengan suara gemetar.
"Kakak kenapa sih.? " Cello kebingungan
"Pasti kamu nyakitin Shima kan? "
"Bukan aku kak. Kakak kalau gak tahu mending diam. "
"Lalu Shima kenapa.? "
Cello menceritakan semua yang terjadi di rumah ibu mertuanya tadi. Santi menutup mulutnya tak percaya.
"Sebenarnya adik kakak tuh aku apa Shima sih.? " Cello menggerutu.
"Hehe.. Maaf yaa, kakak refleks tadi. " Devan cengengesan.
"Aku gak usah nunggu malam deh, aku berangkat ke kota sekarang saja"
"Loh kenapa? " Kali ini Santi yang membuka suara.
"Aku sudah ditunggu orang kepercayaanku, disana kerjaanku banyak"
"Kamu kerja apa? Selama ini bukannya uang selalu dikirim dari kampung?" Devan mencibir.
"Ada lah"
"Kamu masih judi?" Devan memicingkan matanya.
"Nggaaaak Kak ,, aku gak pernah judi lagi."
"Kalau mabok?"
"Aku hidup dikota kak, disana udah biasa kehidupan kaya gitu"
"Tapi kamu sudah menikah Cell"
"Dan kakak jangan lupa, aku gak cinta sama Shima."
Cello meninggalkan Devan dan Santi. Cello bergegas ke kamarnya dan membuka pintu kamar dengan kuat.
Braaaaak
Shima yang baru keluar dari kamar mandi terlonjak kaget.
"Sekarang juga, kita berangkat ke kota." Ucap Cello dingin.
"Bukannya nanti malem mas"
Cello hanya menatap Shima datar. Dasarnya Shima, dilihat Cello seperti itu saja, dia sudah takut.
"I_iya mas, aku udah siapin bajunya kok. Ayo berangkat sekarang. "
Cello dan Shima berpamitan pada Devan dan Santi. Setelah tahu jika Cello akan ke kota sekarang, Devan dan Shanti tidak jadi pergi.
Santi memeluk Shima dengan sayang.
"Baik-baik disana ya Shima. Sering telpon mbak ya"
"Iya mbak" Shima tersenyum tulus.
Shima bersyukur, walaupun Cello tak mencintainya tapi Cello punya kakak yang baik seperti Devan dan istrinya, Santi. Shima berpamitan juga pada Pak Dirman dan Bi Nur. Cello yang bad mood dari tadi, tak ingin berpamitan pada siapapun dan langsung masuk ke mobil.
Tiiin ... Tiiinn... Tiiinnn
"Mbaak Santi kak Devan, Shima pamit ya"
Devan mengangguk dan Santi melambaikan tangan pada Shima.
Setelah Shima dan Cello tak terlihat dari pandangan, Santi menghembuskan nafasnya kasar.
Huuufffttt
"Apa Shima akan kuat sama Cello mas.? " Santi menitikkan air mata.
Devan menerawang jauh.
"Semoga saja. "
Diperjalanan menuju kota, tidak ada percakapan apapun antara Cello dan Shima. Mereka berdua larut dengan pikirannya masing-masing. Hanya suara musik yang terdengar di sepanjang perjalanan.
Butuh waktu kurang lebih satu jam untuk mereka sampai di rumah Cello di kota. Mereka tiba di kota hampir jam 5 sore. Shima tertidur pulas tak menyadari jika sudah sampai.
"Heeeii.. Shima gadis kampung, cepat bangun sudah sampai"
Shima menggeliatkan badan dan mengumpulkan nyawanya yang masih on the way. Cello meninggalkan Shima dan membawa tas miliknya sendiri.
"Hee Shima cepat turun atau ku kunci pintu mobilnya! "
Shima pun bergegas turun.
"Cepat bawa tas mu sendiri"
"Iya mas"
Dengan menyeret koper kecil miliknya, Shima mengekori Cello. Shima takjub dengan pemandangan lampu yang menghiasi kota. Wajar saja, hingga usianya hampir 21 tahun, Shima baru 3 kali menginjakkan kakinya di kota. Yang pertama saat Shima acara study tour ke museum kota saat kelas 2 SMA. Yang ke 2 saat bersama Santi kemarin, dan ini yang ke 3 kalinya.
"Waaah indah sekali" Shima mendongak melihat gedung-gedung tinggi di kota yang berjajar dengan lampu-lampu terang yang menyala. Mobil yang berlalu lalang tak henti, seolah merupakan hiburan tersendiri untuk Shima.
Shima dan Cello masuk ke rumah.
Rumah Cello di kota, di design minimalis, namun tampak mewah. Dibangun di atas tanah luas yang mana di belakang rumah Cello terdapat puluhan indekos yang banyak disewa mahasiswa. Karena indekos tersebut yang paling bagus dan paling dekat dengan Universitas ternama di kota tersebut.
"Kamarmu disana Shima, dan ini kamarku" Cello menunjukkan kamar pada Shima.
"Kita gak sekamar mas? "
"Kita? Sekamar? " Hahaha.. Jangan mimpi. Saat di kampung, aku mengizinkanmu tidur di kamarku karena ada kakakku. Disini aku yang menentukan. Dan ingat, jangan pernah masuk kamarku. Karena sampai kapanpun, aku tidak akan pernah menerima pernikahan ini, dasar gadis udik"
Cello masuk ke kamarnya dengan membanting pintunya. Cello menghembuskan nafas berat.
Dengan gontai, Shima menuju kamarnya. Kamarnya lebih luas di bandingkan kamarnya di kampung. Shima bersyukur walau dia hanya gadis pelunas hutang, tapi hidupnya tidak kesulitan. Biarpun Cello ketus dan kasar, setidaknya hidupnya disini tidak akan kekurangan makanan, tidak seperti dulu waktu ayahnya masih hidup.
Shima yang lulus SMA selalu membantu ayah dan ibunya di sawah. Dulu, keluarga Shima walaupun tidak kaya tapi cukup untuk kehidupan sehari-hari. Hasil panen melimpah tapi uang yang selalu di kelola ibunya tidak tahu habis untuk apa. Hanya sekedar untuk makan pun terasa sangat sulit. Hingga setiap musim tanam tiba, Ayahnya akan bingung mencari pinjaman untuk modal. Sampai akhirnya ayahnya jatuh sakit dan terpaksa harus menjual sawahnya untuk berobat.
Shima meneteskan air mata jika teringat dengan ayahnya. Apalagi tadi siang, Shima mendapati fakta mengejutkan dari ibunya. Shima menghapus airmatanya, dan membersihkan diri.
Pukul 7 malam, Shima keluar dari kamar hendak menuju dapur. Tenggorokannya kering karena kebanyakan menangis. Terdengar suara tawa di ruang tamu, sepertinya Cello kedatangan tamu.
Shima tak menghiraukan dan mengambil minum di dapur. Saat berbalik hendak menuju kamar, Shima terkejut hingga gelas yang dipegangnya jatuh.
Pyaaaaarrrrr..
Shima kaget. Tangannya gemetar dan mulutnya mendadak gagu saat mendapati sosok tinggi, putih, berdiri di depannya dengan mengulurkan tangan.
"Hallo Mbak, aku Kim. Mbak siapa.? "