Terlahir dan tumbuh di pantai asuhan membuat Rani begitu mengharapkan kasih sayang yang tak pernah ia dapatkan dari siapapun.
Pertemuan dengan sosok laki-laki yang bernama Arka, membuat Rani merasakan dekapan hangat dari seseorang yang berjanji akan menjadikannya ratu di hidupnya.
Namum, seiring waktu berjalan sikap Arka dan keluarga membuat Rani seakan tertekan. Tapi pernah mereka mengerti apa keinginan Rani, yang mereka tahu hanya uang saja.
Akankah kehidupan rumah tangga Rani akan berjalan dengan lancar? Atau sebaliknya.
Jangan lupa ikuti keseruan novel ini dan support.
Terimakasih 💙
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DvaMlny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 18-Pertengkaran
Pagi menyapa, matahari di ufuk timur terlihat malu-malu mengeluarkan sinarnya. Keadaan rumah pagi cukup berisik yang mengganggu ketenangan Rani. Diliriknya jam di dinding kamar masih pukul enam lewat lima belas menit.
Tok…
Tok…
Tok…
Ketukan di pintu kamar Rani terdengar. Dengan malasnya Rani turun dari ranjang dan membuka pintu. Arka tersenyum manis di depan pintu kamar Rani dan meminta izin masuk untuk mengambil pakaiannya.
Rani menggaruk kepala yang tak gatal dan membiarkan Arka masuk kedalam kamar. Arka tetap tersenyum cerah saat mengambil beberapa pasangan baju yang akan ia gunakan untuk bertemu dengan sang pujaan hati. Arka melirik Rani dengan takut.
“Hmm, Dek. Boleh Mas pinjam mobil hari ini?”
“Nggak boleh! Beli jangan minjem aja taunya.”
“Dasar pelit, istri durhaka.”
“Memang aku pelit, nggak suka cari yang lain aja gampang kok!”
Tak Arka hiraukan lagi ucapan Rani. Ia melangkah keluar dengan membanting pintu.
Brak…
Rani tersentak kaget dan mengumpat karena kesal. Moodnya bertambah buruk karena kedatangan Arka. Tak dipedulikan
Lagi, Rani melanjutkan tidurnya.
***
Bu Sandra yang baru saja bangun tidur menatap Arka dengan bingung tak biasanya Arka bangun sepagi ini.
“Ka, kamu mau kemana pagi-pagi ini? Udah rapi aja.”
Arka menatap Bu Sandra senang, ia berjalan menghampirinya. “Mau ketemu sama calon mantu Ibu dong. Doakan secepatnya Arka menikahinya ya Bu.”
Bu Sandra tersenyum senang dan mengelus bahu Arka. “Pasti dong nak, duh Mama udah nggak sabar punya menantu cantik.”
“Sabar ya Ma, Arka lanjut siap-siap dulu,” ujar Arka berlalu pergi dan masuk kedalam kamarnya.
Setelah Arka masuk kedalam kamar Bu Sandra berjalan ke arah dapur, perut yang terasa lapar yang minta diisi. Ia berpikir Rani akan memasak seperti kemarin. Namun, saat membuka tudung saji tak ada apa-apa di sana kosong melompong.
Bruk…
Tudung saji yang ada di meja makan di banting oleh Bu Sandra kesal, dan berlalu dengan langkah yang lebar ke kamar Rani.
Dor…
Dor…
Dor…
Tak ada lagi ketukan bersahabat yang ada hanya gedoran kekesalan Bu Sandra.
“Buka pintunya RANI! Memang menantu tak tahu diuntung kau ini, sudah enak hidup di rumahku tapi berlagak seperti nyonya.”
“Woy Rani, lebih baik kau pergi saja dari rumahku. Sudah bosan aku melihatmu selama ini dasar benalu tak tahu diri.”
Brak…
Suara pintu dibuka kasar terdengar nyaring di pagi ini, Rani keluar dari kamar dengan muka yang memerah bahkan urat lehernya terlihat. Ia menatap mertuanya dengan pandangan melotot.
“Ada apa sih Ma, nggak bisa satu hari saja jangan ganggu aku ha?”
Bu Sandra berkacak pinggang dan mendekat ke arah Rani. “Nggak bisa. Harusnya kau sadar diri di sini cuman numpang. Bukannya beres-beres malah enak-enakan tidur di rumah ku. Mana udah miskin.”
“Memang kalian selama ini tidak pernah bersyukur. Kalau bukan aku siapa yang menafkahi kau dan juga anak-anak kau yang benalu itu. Jadi, anda nggak bisa menghakimi saya seperti itu!”
“Hey, dasar wong edan. Memang kewajiban kau menafkahi kami, seharusnya kau yang bersyukur sudah diterima baik di keluarga saya. Malah bertindak seakan kami yang harus bersyukur. Jangan mimpi!”
“Bagus, ternyata selama ini anda cuman mengharapkan uang saya saja bukan? Baik… Baik cepat ganti biaya yang saya keluarkan selama ini untuk kebutuhan keluarga benalumu.”
“Selama ini saya cukup bersabar tapi ternyata tak bisa, lebih baik kembali semua uang yang saya milik dan cepat kembalikan sertifikat tanah saya. Jika tidak jangan salahkah saya kalau kalian akan menginap di hotel gratis” sambung Rani dengan keras.
Selama ini ia cukup bersabar dengan segala tindakan mereka tapi tidak untuk hari ini. Ia sudah muak sekali dengan keluarga benalu ini, kalau bukan ingin membalas mereka tak sudi lagi aku di sini.
Tanpa menunggu jawaban Bu Sandra. Rani menutup pintu dengan keras, ia akan membuat keluarga ini menangis karena telah mencapaknya.
Arka segera keluar dari kamarnya dan melangkah tergesa-gesa ke arah Bu Sandra yang masih mengomel tak jelas. “Mama, kenapa sih pagi-pagi udah marah-marah! Mana suara Rani keras banget, mau tahu sama tetangga.”
“Harusnya kamu marahin si Rani itu, bukannya siapin makanan malahan enak-enakan tidur di rumahku. Dia pikir rumahku tempat penampungan apa.”
“Udahlah Ma nggak usah dipedulikan lagi mau ngapain kek, lebih baik Mama dan juga Dina siap-siap. Karena hari ini Arka akan menikahi Siska.”
“Loh kok cepat banget Ka?”
“Iya Ma, orang tua Siska mau hari ini. Jadi, lebih cepat lebih baik. Udah Mama siap-siap gih, biarkan kita cepat sampai. Untuk sementara waktu Siska akan tinggal di rumah kita, Ma.”
“Mama sih terserah kamu aja Ka, lagian Mama juga nggak peduli sama Rani mau dia sakit hati kek, mau mati sekalipun Mama nggak akan peduli,” ketus Bu Sandra.
Setelah pembicara itu mereka pergi ke kamar masing-masingkan dan segera bersiap karena orang tua Siska sudah menunggu mereka.
Tepat pukul delapan pagi mereka semua sudah rapi dan duduk di ruang keluarga yang memang dekat dengan kamar Rani.
Rani yang saat itu keluar dan hanya menatap mereka dengan datar tanpa mempertanyakan kemana mereka akan pergi. Arka tampak gagah dengan balutan jas hitam yang melekat di badannya, ia menatap Rani dengan pandangan mencemooh.
“Ya sudah lebih baik kita pergi sekarang saja biar tidak telat. Arka cepat panasin mobil, Mama udah gerah banget di rumah ini serasa ada hantu!”
“Mobil?” sahut Rani bertanya.
“Nggak salah dengerin nih? Mobil mana yang mau kalian pakai, mobil yang aku beli sendiri? Jangan harap!”
“Dasar mendit! Wong mandul, mobil punya siapa eh yang berkuasa siapa. Heran sama manusia seperti kau ini,” sewot Dina tak suka.
Rani mengepalkan tangannya rasa sakit atas ucapan Dina membuat buku-buku tangannya tampak memutih.
“Jaga ucapan kau ya Dina! Lebih baik aku mandul dari pada menampung benih benalu seperti dari laki-laki tak tahu diri itu,” tunjuk Rani ke arah Arka yang sudah diliput emosi.
“Tutup mulut busukmu Rani! Memang sedari awal aku tlah salam menikahimu. Kalau bukan karena uang tak sudi aku menikahi wanita tak tahu asal usulnya.”
Prangg…
Rani menghempaskan cermin yang ada di dekatnya dan mengarahkan pecahannya ke arah Arka. Ucapan yang dilontarkan harga sudah membuat harga dirinya hancur.
“Memang kau saja yang menyesal ha? Aku pun sama, andai aku tak termakan bujuk rayu mu tak akan aku menikah dengan laki-laki br*ngsek sepertimu. Dari pada kalian banyak bac*t lebih baik cepat kembali uangku,” jerit Rani keras.
Bahkan beberapa tetangga dekat rumah sudah berdatangan melihat pertengkaran ini.
“Seribu rupiah pun tak akan aku kembali kepadamu Rani, camkan itu.” Setelah mengatakan itu Arka mengajak ibunya dan adiknya untuk segera pergi dari hadapan Rani yang kesetanan ini.
“Baiklah Mas akan aku buat kau menangis darah!”
Tak dipedulikan lagi tetangga yang menatap pertengkaran mereka, Rani masuk kedalam kamar dan menguncinya.
Bersambung...
Next?
🫢
😅