Karena pertempuran antar saudara untuk memperebutkan hak waris di perusahaan milik Ayahnya. Chairil Rafqi Alfarezel terpaksa harus menikahi anak supirnya sendiri yang telah menyelamatkan Dirinya dari maut. Namun sang supir malah tidak terselamatkan dan ia pun meninggal dunia setelah Chairil mengijab qobul putrinya.
Dan yang paling mengejutkan bagi Chairil adalah ketika ia mengetahui usia istrinya yang ternyata baru berusia 17 tahun dan masih berstatuskan siswa SMA. Sementara umur dirinya sudah hampir melewati kepala tiga. Mampukah Ia membimbing istri kecilnya itu?
Yuk ikuti ceritanya, dan jangan lupa untuk memberikan dukungannya ya. Seperti menberi bintang, Vote, Like dan komentar. Karena itu menjadi modal penyemangat bagi Author. Jadi jangan lupa ya guys....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ramanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENJELASAN WIDIYA.
Widiya langsung terkejut setelah mendengar perkataan temannya itu. Bahkan terlihat juga dari raut wajahnya, kalau ia tampak kebingungan. "Eh, anu, uum... Nggi, ya-yang kamu dengar tadi, ha-hanya..." Katanya dengan gugupnya. Jelas sekali kalau ia seperti sedang mencari-cari sebuah alasan yang tepat untuk berdalih dari ucapannya yang sempat didengar Anggi.
"Kenapa hm? Apakah kamu masih ingin berdalih lagi hm? Apakah Gue, bukan Sahabat karib Lo lagi, Wid? Sehingga Lo sebegitu nggak percayanya sama Gue!" Potong Anggi, tampak sekali ia merasa kecewa terhadap sahabat karibnya itu.
"Bu-bukan seperti itu Nggi. A-aku hanya..." Balas Widiya masih tampak gugup dan juga kebingungan untuk menjelaskan pada temannya itu. Namun perkataannya lagi lagi dipotong oleh Anggi.
"Sudahlah Wid, tidak usah dipaksakan. Gue cukup tau aja, kalau sebenarnya Gue ini tidak ada artinya buat Lo!" Kata Anggi, lalu ia pun langsung meninggalkan Widiya yang tampaknya masih kesulitan untuk menjelaskan pada Anggi.
"Eh, Nggi tunggu! Aku nggak bermaksud begitu. Anggi!" Panggil Widiya, seraya ia mengikuti Anggi yang tampak ia menunju kearah pintu gerbang.
"Jangan hiraukan Gue lagi! Sana Lo masuk kelas saja!" Teriak Anggi, lalu ia pun langsung lari meninggalkan Widiya. Namun Widiya tak menghiraukan perkataannya, ia bahkan ikut berlari mengejar Anggi yang tampaknya sedang bersedih.
"Anggi tunggu! Aku janji akan menjelaskannya ke kamu! Anggi!" Teriak Widiya, masih dalam posisi mengejar Anggi.
Mendengar ada kata janji, dengan spontan Anggi langsung menghentikan larinya. Sehingga Widiya yang masih dalam posisi berlari kencang tak sempat mengerem. Dan akhirnya ia pun menabrak punggung Anggi dengan keras.
"Kyaaak!" Keduanya pun terjatuh telungkup dengan posisi Anggi dibawah, sedangkan Widiya diatas punggung Anggi.
"Kyaak! Sakit tau!" Teriak Anggi. Dengan spontan Widiya pun langsung bangkit.
"Sorry! Sorry! Aku nggak sengaja!" Kata Widiya. Sambil ia berusaha membantu Anggi agar bangkit dari telungkupnya.
Setelah bangkit Anggi langsung, meriksa lututnya yang terasa berat sakit. Dan ternyata lututnya mengeluarkan darah, akibat terjatuh tadi. "Huaaaaa... Lutut Gua berdarah, huhuhu... Lengan Gue juga. Huaaa..." Katanya terdengar seperti sedang menangis. Namun tak mengeluarkan air matanya sama sekali.
"Ah, maafkan Aku Nggi." Ucap Widiya, merasa bersalah. "Ayo kita kerumah sakit, ya Nggi, biar lutut kamu diobati," ajaknya, seraya ia merangkul lengan Anggi. Dan Anggi pun pasrah mengikutinya. Setelah itu Widya menyetop sebuah taksi yang hendak melewati mereka. Dan tak berapa lama taksi tersebut pun berhenti tepat di depan mereka.
"Ke rumah sakit terdekat ya pak," ujar Widya setelah mereka berada di dalam taksi tersebut.
"Oke Non," bales yang sopir. Setelah itu ia pun mulai melajukan mobilnya, menuju ke rumah sakit terdekat.
Sesampainya di rumah sakit kecil luka Anggi langsung ditangani oleh salah satu dokter yang bertugas di sana. Setelah lukanya di obati dan juga diperban, Mereka pun langsung keluar dari rumah sakit tersebut. Setelah mereka melewati pintu loby rumah sakit Anggi akhirnya pun buka suara. Karena memang sejak mereka naik taksi, hingga luka Anggi di tangannya oleh dokter, keduanya hanya saling diam saja.
"Gue laper," kata Anggi tanpa melihat wajah Widiya.
"Ooh... Ya udah ayo kita cari tempat makan dulu deh. Tapi emangnya nggak papa, kalau kita berjalan lagi kesana? Apakah kamu tidak merasa sakit, gitu?" Tanya Widiya, dengan mata yang mengarah ke dua lutut Anggi yang tertutupi oleh perban.
"Nggak papa kok kamu tenang aja deh kaki Gua kuat kok. Jadi ayo kita jalan ke sana," bales Anggi, seraya ia mulai melangkahkan kakinya menuju ke sebuah caffa kecil yang tak berapa jauh dari rumah sakit tersebut. Melihat sahabatnya mulai berjalan Widya akhirnya mengikuti langkah Anggi.
Sesampainya di cafe tersebut keduanya pun langsung masuk dan langsung mencari tempat duduk yang nyaman. Pada awalnya keduanya masih tampak diam dan canggung. Hingga akhirnya salah satu pelayan yang bekerja disana menghampiri mereka. Dan keduanya pun saling memesan makanan dan minuman setelah pelayanan tersebut pergi Widiya membuka suara.
"Nggi, kita jadinya bolos sekolah loh, emangnya..." kata Widiya. Namun perkataannya langsung dipotong oleh Anggi.
"Kenapa Lo takut ya?" Tanya Anggi terdengar datar.
"E-enggak kok..." balas Widiya tampak sekali ia bingung untuk membalas perkataan Anggi.
"Tapi Lo tenang aja deh, soalnya saat tadi gue diobatin, gue sempat kok ngechat Bu Desi. Bahkan Gue juga udah ngasih buktinya kok. Oh iya,Gue juga udah izinin Lo. Gue bilang Lo nganterin gue ke rumah sakit. Jadi Lo nggak perlu khawatir lagi, oke?" Jelas Anggi.
"Ooh, thanks deh kalau gitu," balas Widiya tampak lega. Setelah itu suasana kembali hening, tampaknya Widiya masih enggan untuk mengeluarkan suaranya. Sedangkan Anggi masih menunjukkan wajah kekecewaannya, sehingga ia tampak enggan menatap wajah Widiya. Namun keheningan tersebut tak berlangsung lama, sebab akhirnya Widya pun membuka suaranya.
"Nggi, Aku sudah menikah," ujar Widiya terdengar lirih. Namun masih terdengar oleh Anggi. Dan ia pun langsung menatap wajah Widya yang terlihat tertunduk.
"Hah, kok bisa? Ah, Jangan-jangan Lo nikahnya sama pria yang ngaku sepupu Lo itu ya?" Tanya Anggi tampak penasaran.
"Iya. Hm... Sebenarnya Dia bukan sepupu Aku Nggi. Tapi Dia sebenarnya Bosnya, Ayahku," balas Widiya. Dan Anggi pun tampak terkejut.
"Hah, kok bisa sih, seorang bos mau menikah dengan anak bawahannya?" Tanya Anggi, yang terlihat semakin penasaran.
"Iya, karena itu permintaan terakhirnya Ayahku Nggi," balas Widiya lagi, yang akhirnya ia pun menceritakan semuanya pada Sahabat karibnya itu. Karena yang ia ceritakan adalah tentang Ayahnya, membuat ia tak mampu menahan air matanya. Sehingga suasananya pun langsung berubah jadi mengharukan. Bahkan Anggi pun ikut menitikkan air matanya juga.
"Maafkan aku ya Wid. Karena Aku sudah menuduh kamu, yang tidak-tidak," ucap Anggi, setelah Widiya menyelesaikan penjelasannya.
"Iya nggak papa, Aku paham kok," balas Widiya seraya ia mengusap air matanya dengan tisu.
Anggi pun langsung pindah dari posisi duduknya, yang tadinya ia duduk dihadapan Widiya. Kini ia sudah berada di kursi yang ada disampingnya Widiya. Setelah itu ia pun langsung memeluk tubuh Widiya. "Kamu yang sabar ya Wid, Gue yakin kok, setelah ini, kamu akan meraih kebahagiaan," ucapnya sambil ia mengusap-usap punggungnya Widiya.
"Aamiin, terima kasih ya Nggi. Maaf juga karena Aku telah merahasiakannya ke kamu," balas Widiya, yang ikut mengusap-ngesep punggungnya Anggi.
Mendengar ucapan maaf Widiya Anggi pun melepaskan pelukannya. Lalu ia pun memegang kedua pipinya sahabatnya itu, Seraya berkata. "It's okay, Gue paham kok. Tapi Lo janji ya sama Gue, setelah ini tidak ada lagi rahasia-rahasiaan di antara kita, okay?" Katanya, Seraya ia menyunggingkan senyuman lembutnya pada Widya.
"Insyaallah Nggi," balas Widiya, yang terlihat ia juga membalas senyumannya Anggi.
"Baiklah, sekarang kita lupakan hari ini. Dan sekarang sebaiknya kita makan dulu, oke. Soalnya Gua udah laper banget nih." Ujar Anggi, yang kemudian ia langsung meraih makanannya, yang tadi sudah disajikan oleh pelayan tadi.
"Umm... Pasti kamu kesiangan lagi ya, makanya nggak sempat sarapan, iyakan?"
Mendengar perkataan Widya, Anggi pun langsung menunjukkan dirinya. "Ihii... Iyaa," balasnya sambil menyengir.
"Huh! Kebiasaan bergadang sih. Jadinya kesiangankan,"
"Udah jangan banyak protes deh. Sebaiknya Lo makan juga deh punya Lo. Kalau tidak Gue habisin nih," ancam Anggi dengan mulut yang tampak penuh dengan makanannya.
"Ya sudah habiskanlah, soalnya Aku tadi sudah sarapan. Jadinya masih kenyang banget," balas Widiya, Seraya ia mendorong makanannya ke hadapan Anggi.
"Waah... Pas banget nih, soalnya Gue emang laper banget, jadi porsi segini mah kurang. Thanks ya Bray, nih Lo minum jusnya aja yee," kata Anggi, yang kemudian ia mendekatkan minuman berwarna oranye ke hadapannya Widiya. Dan Widiya pun langsung mengambilnya dan disaat ia sedang mengisap jus tersebut lewat pipet yang terdapat di gelas tersebut, tiba-tiba Anggi membisikan sesuatu padanya.
"Oh iya Wid, ngomong-ngomong apa Lo udah main adegan ranjang, sama Kak Airil kamu itu, ya?" Tanya Anggi dan dengan spontan Widiya langsung tersedak.
"Uhuk.. uhugk huk..huk! Anggi kamu ngomong apa sih?! hugk hugk" bentak Widiya sambil terbatuk-batuk.
"Eh, kenapa Lo marah gitu sih? Kan wajar dong kalau suami istri bermain adegan ranjang. Itukan bukan hal yang tabu Non," balas Anggi asal jeplak saja. Membuat Widiya langsung melirik ke sekitarnya. Sebab ia takut, ada yang mendengar perkataan sahabatnya itu. Karena saat ini mereka masih berseragam putih abu-abu, tapi pembicaraannya menurutnya tidak layak didengar.
"Iiikh Anggi! Kamu sadar nggak sih, kalau kita masih memakai seragam. Kalau ada yang dengar gimana coba? Dan apa pandangan orang nanti?" Protes Widiya tampak kesal.
"Aah... Bodo amat, ngapain kamu mikirin pandangan orang..." Ujar Anggi. Namun perkataannya langsung terhenti. Sebab tiba-tiba saja handphonenya Widya terdengar berdering. Dan keduanya langsung melirik ke arah handphone tersebut yang memang sengaja diletakkan di atas meja oleh Widiya.
"Cek illeeeh, suamiku nelpon tuh," ejek Anggi setelah ia melihat nama kontak yang tertera di layar handphonenya.
Namun Widya tak menghiraukan ejekan dari sahabatnya itu dan ia pun langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Halo?" Ucapnya setelah ia menerima panggilan tersebut.
"Halo Widi, ini kak Rendi. Kamu bisa nggak datang sekarang ke kantor Airil. Soalnya Airil lagi butuh bantuan kamu nih." Ujar Rendi dari sebrang.
"Eh, emang ada apa kak?" Tanya Widiya tampak penasaran.
"Udah sebaiknya kamu cepat ke sini. Soalnya suami kamu sedang kesakitan sekarang! Cepat ya?!" Ujar Rendi setelah itu ia pun memutuskan sambungannya.
"Eh, kok mati? Kak Airil sakit? Bukankah tadi Dia baik-baik sajakan?" Gumam Widiya, tampak heran.
"Udah jangan banyak berpikir lagi. Sebaiknya kamu cepat kesana deh. Soalnya kayaknya sangat mendesak tuh," ujar Anggi yang ternyata ia juga mendengar apa yang dikatakan oleh Rendy.
"Eh, iya. Kalau begitu Aku duluan ya, kamu nggak papakan Aku tinggal?" Tanya Widiya tampak bingung.
"Iya Gua nggak papa kok. Udah sana pergi." Setelah mendengar jawaban dari sahabatnya, Widiya pun langsung bergegas pergi meninggalkan Anggi yang masih menikmati makanannya.
diprawanin dengan cr paksa lg🤦🤦🤦🤦🤦🤦
thor prasaan dkit bngt dah up ny, ga terasa/Grin/