NovelToon NovelToon
Zero Point Survival

Zero Point Survival

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Mengubah Takdir / PUBG / Perperangan / Game
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Yudhi Angga

Rangga, seorang pria biasa yang berjuang dengan kemiskinan dan pekerjaan serabutan, menemukan secercah harapan di dunia virtual Zero Point Survival. Di balik kemampuannya sebagai sniper yang tak terduga, ia bercita-cita meraih hadiah fantastis dari turnamen online, sebuah kesempatan untuk mengubah nasibnya. Namun, yang paling tak terduga adalah kedekatannya dengan Teteh Bandung. Aisha, seorang selebgram dan live streamer cantik dari Bandung, yang perlahan mulai melihat lebih dari sekadar skill bermain game.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Angga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31: Diagnosis dan Keterbatasan

Pengakuan Rangga tentang cederanya mengguncang gaming house Phantom Strikers. Atmosfer yang tadinya penuh semangat kompetisi kini diselimuti kekhawatiran. Aisha segera bertindak. Ia menghubungi seorang spesialis cedera olahraga yang direkomendasikan oleh manajer mereka, seorang fisioterapis terkemuka yang sering menangani atlet e-sports.

Keesokan harinya, Rangga menjalani pemeriksaan menyeluruh. Fisioterapis itu membolak-balik pergelangan tangan Rangga, memeriksa bahunya, dan meminta Rangga melakukan berbagai gerakan. Wajahnya serius.

"Ini indikasi repetitive strain injury (RSI), atau sindrom cedera regangan berulang," jelas fisioterapis itu, menunjuk model anatomi tangan. "Terjadi karena gerakan repetitif yang berlebihan dan kurangnya istirahat, diperparah dengan penggunaan kostum VR yang membebani sendi. Ada peradangan di tendon dan saraf, terutama di pergelangan tangan dan bahu kananmu. Punggung bawah juga sedikit terpengaruh karena postur."

Rangga merasakan lututnya lemas. "Apa ini parah, Dok? Apa aku masih bisa main di Turnamen Asia?"

Fisioterapis itu menghela napas. "Untuk bermain di level kompetitif tertinggi, kita harus jujur. Cedera ini butuh waktu untuk pulih sepenuhnya. Kamu butuh istirahat total dari latihan berat yang melibatkan tangan kanan dan bahu, setidaknya untuk beberapa minggu pertama. Setelah itu, kita akan mulai fisioterapi intensif."

Rangga menatap Aisha dengan putus asa. "Beberapa minggu? Turnamen Asia sudah di depan mata!"

"Jika kamu paksakan, ini bisa jadi cedera kronis, Ren. Bisa mengancam karirmu dalam jangka panjang," tegas fisioterapis itu. "Prioritas utama adalah pemulihan. Kita akan membuat program rehabilitasi yang paling efektif, tapi progresnya tergantung pada tubuhmu dan disiplinmu."

Berita cedera Ren menyebar cepat di dalam tim. Guntur dan Bara terkejut, namun rasa marah mereka atas inkonsistensi Ren kini berganti menjadi kekhawatiran. Mereka menyadari betapa kerasnya Ren berlatih dan betapa ia menanggung semua rasa sakit itu sendirian.

"Kenapa kamu tidak bilang, Ren?" tanya Guntur, suaranya dipenuhi penyesalan. "Kita kan tim. Kita bisa bantu kamu."

Rangga hanya bisa menunduk. "Aku tidak mau terlihat lemah. Aku tidak mau membebani kalian."

Aisha mendekat, mengusap punggung Rangga. "Kamu tidak pernah jadi beban, Ren. Justru menyembunyikannya yang lebih berbahaya."

Pelatihan tim harus disesuaikan secara drastis. Ren harus mengurangi porsi latihannya di dalam kostum VR, terutama yang melibatkan gerakan presisi tangan dan bahu. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di sesi analisis, mempelajari strategi, atau mengamati gameplay tim lain, sementara Guntur dan Bara berlatih lebih keras untuk menutupi kekosongan.

Moral tim sempat jatuh. Tanpa Ren yang 100%, rasanya seperti kehilangan senjata utama. Kekalahan di scrim menjadi lebih sering. Ada ketakutan nyata bahwa mereka tidak akan mampu bersaing di Turnamen Asia.

"Gimana ini, Coach Han? Ren tidak bisa latihan penuh. Kita tidak akan punya sniper utama yang siap," Bara mengeluh suatu hari.

Coach Han, meskipun wajahnya tampak berpikir keras, tetap tenang. "Kita akan beradaptasi. Ini adalah ujian bagi tim kita. Kita akan latih skenario di mana Ren tidak bisa bermain agresif, dan kalian berdua harus bisa meng-cover lebih banyak."

Aisha menjadi pilar kekuatan bagi Rangga. Ia menemaninya ke setiap sesi fisioterapi, mencatat instruksi dokter, dan memastikan Rangga disiplin dalam menjalani latihannya. Ia juga membantu Rangga menjaga semangat, membacakan komentar-komentar positif dari penggemar, atau sekadar menemaninya menonton film untuk mengalihkan perhatian dari rasa sakit dan kekhawatiran.

"Kamu harus percaya pada proses ini, Ren," kata Aisha suatu kali, sambil memijit lembut pergelangan tangan Rangga yang cedera (atas instruksi fisioterapis). "Tubuhmu butuh waktu untuk sembuh. Kita tidak akan memaksakan."

Rangga, yang kini lebih terbuka pada Aisha, mengakui ketakutannya. "Bagaimana kalau aku tidak bisa kembali ke level terbaikku, Teteh Aisha? Bagaimana kalau karirku sebagai Ren selesai?"

Aisha menatapnya lekat. "Jangan bicara seperti itu, Ren. Kamu sudah melewati banyak hal. Kamu sudah jujur tentang dirimu. Kamu sudah bangkit dari keterpurukan. Cedera ini juga akan kamu lewati. Aku akan selalu ada di sampingmu, apa pun yang terjadi. Ren dengan atau tanpa skill itu, aku tetap percaya kamu."

Kata-kata Aisha adalah penenang bagi hati Rangga. Ia tahu, meskipun fisik Ren sedang terbatas, semangat Rangga tidak akan pernah padam.

Minggu-minggu berlalu dengan lambat. Rangga menjalani fisioterapi yang menyakitkan, namun ia sangat disiplin. Ia melakukan setiap gerakan, setiap peregangan, dan setiap latihan penguatan yang diberikan fisioterapis. Rasa sakitnya perlahan berkurang, dan ia mulai merasakan peningkatan kekuatan di tangan dan bahunya.

Di sisi lain, ia juga menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengamati gameplay tim lain di Asia, menganalisis meta terbaru, dan mengembangkan strategi yang tidak terlalu bergantung pada skill individual sniper yang agresif. Ia mulai memikirkan skenario di mana ia bisa bermain lebih defensif, namun tetap efektif. Ia berbagi idenya dengan Guntur dan Bara, yang mulai melihatnya bukan hanya sebagai sniper andalan, tetapi juga sebagai strategist yang cerdas.

Meskipun progres pemulihan Rangga cukup baik, fisioterapis tetap menyarankan untuk tidak memaksakan diri hingga Turnamen Asia. "Kita bisa tingkatkan intensitasnya, tapi jangan sampai kamu overuse lagi. Cedera ini rentan kambuh."

Ini berarti, Ren mungkin tidak bisa bermain 100% agresif seperti dulu. Ada batasan yang harus ia terima. Ini adalah konflik baru yang harus mereka hadapi sebagai tim: bagaimana bermain di panggung Asia dengan sniper utama yang tidak dalam kondisi puncak fisiknya.

Semakin dekat tanggal keberangkatan ke Turnamen ZPS Asia, pertanyaan tentang performa Ren menjadi topik hangat di media sosial. Beberapa media e-sports mulai mengendus berita tentang performa inkonsisten Ren di scrim dan turnamen pemanasan.

"Apakah Ren masih jadi sniper dewa yang sama?"

"Phantom Strikers akan kesulitan di Asia jika Ren tidak kembali ke performa puncaknya."

Tekanan publik kembali datang, namun kali ini, Rangga tidak gentar. Ia sudah tahu bagaimana rasanya jatuh, dan ia sudah tahu bagaimana caranya bangkit. Dengan dukungan timnya, dan terutama Aisha di sisinya, ia siap menghadapi tantangan ini. Ia tidak akan membiarkan cedera ini menghentikan mimpinya. Ia akan bermain dengan hati, dengan strategi, dan dengan semangat tim yang tak terkalahkan.

1
angin kelana
awalnya blom tau menarik atw enggak lanjut aja cusss
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!