Pura-Pura Di PHK

Pura-Pura Di PHK

Part 1-Uang lagi?

[Ran. Ibu minta duit dong!]

[Nggak banyak cuman lima juta aja, Sayang.]

Bunyi pesan Ibu mertuaku membuat kepala ini tambah berdenyut-denyut. Yang di pikiran hanya uang dan uang.

Selalu saja kurang uang yang aku berikan. Padahal aku mencarinya dengan susah payah. Tapi semuda itu mereka menghabiskannya.

Aku menghela nafas panjang. Terlalu lelah dengan kehidupan yang ku jalani ini.

Entahlah, kapan terakhir tubuh ini menikmati liburan aku pun tak tahu. Selalu saja di paksa bekerja, bekerja dan bekerja!

Aku terdiam menatap langit-langit kantor yang tampak putih. Pikiran ini berkelana entah kemana. Kehidupan yang keras di panti asuhan membuatku menjadi pribadi yang kuat. Beruntung Tuhan memberikan aku otak yang cerdas, hingga bisa berkuliah gratis dan memiliki pekerjaan yang bagus.

Namun, kegagalan tampaknya kembali menghampiriku. Aku kira kehidupan pernikahan yang ku jalani bahagia ternyata tidak. Walaupun mereka tak menyakitiku secara langsung, tapi dipaksa bekerja seperti ini membuatku muak.

Dret…

Dret…

Ponsel di atas meja kembali berbunyi, terlihat Mas Arka menelponku. Ada apa? Tumben.

“Hallo, assalamualaikum.”

“Wa'alaikumussalam, lagi apa, Dek? Kok pesan Mama nggak di balas?”

Bukannya bertanya sudah makan apa belum, malahan langsung bertanya kenapa tak membalas pesan Ibunya. Mas ... Mas.

“Lagi sibuk, Mas. Memang Mama kenapa?” Tanyaku pura-pura tak tahu.

“Jangan lupa istirahat ya, Sayang! Aku nggak mau kamu sakit.”

Prettt, rasa perutku bergejolak ingin muntah mendengar perhatian Mas Arka jika ada maunya. Selalu saja begini jika ia memiliki tujuan.

“Hmm, Sayang tolong kamu kirim uang lima juta ya ke rekening Mama, berhubung kamu belum baca pesan Mama tadi biar Mas saja yang menjelaskan,” sahut Mas Arka enteng.

Tuhkan, uang lagi? Duh pengen cakar-cakaran tuh muka, dosa nggak sih?

“Uang lagi, Mas?” tanyaku menyakinkan.

“Hehe iya, Sayang. Jangan lupa ya kamu kirim.”

Terdengar kekahan di semberang sana. Saat aku bertanya dengan Mas Arka.

“Aku nggak ada uang, Mas. Bentar lagi aku mau pulang ada yang ingin aku bicarakan.”

“Loh kok gitu Ran? Masa cuman lima juta aja kamu nggak ada.”

Dari jawaban Mas Arka ia terlihat kesal mendengar nada penolakan aku.

“Kan semua gajiku, aku berikan ke Mamamu loh Mas. Kamu lupa? Baru minggu kemarin aku gajian," sahutku menekankan.

“Iya Mas tahu. Tapi masa kamu nggak punya simpanan sih?”

“Nggak ada, Mas! Udah dulu aku di panggil bos,” jawabku.

Tanpa menunggu jawaban Mas Arka ku matikan panggilan secara sepihak. Mataku terpejam, hingga panggilan Dira menyandarkan ku.

“Ran, luh oke?”

Aku membuka mata dan mengangguk sebagai jawaban. Dira menghela nafas dan menarik kursi di dekatku.

“Dahlah luh mah nggak usah bohong! Luh kira gue baru aja kenal sama luh apa? Gue turut sedih melihat luh kayak gini Ran! Secara hidup kita aja udah sengsara dari kecil,” ucap Dira dengan mata yang berembun.

Terlahir dan tumbuh di panti asuhan yang seperti neraka membuatku dan juga Dira menjalani kehidupan yang amat keras. Bahkan beberapa kali kami hampir dilecehkan hingga nekat kabur dari neraka yang berkedok panti asuhan.

Ku pegang erat tangan Dira dan menyakinkan bahwa semua baik-baik saja.

“Gue baik-baik saja, Dir. Luh kayak nggak kenal aja sih! Luh percayakan sama gue?” sahut terkekeh.

“Iya gue tahu, Ran! Tapi bisa nggak sih luh tu jangan nurut amat sama kadal cap gomes itu? Sekali-kali senengin diri sendiri dulu baru orang lain,” ketus Dira.

“Iya-iya gue ngerti sekarang, mungkin nurutin saran Pak Bos nggak salahkan?”

“Kalau itu gue setuju, lagian cuti yang diberikan Pak Bos nggak kaleng-kaleng tuh. Refreshing kek, apa kek, jangan cuman jadi babu orang aja!”

“Lebih baik beresin barang-barang luh, soalnya izin cuti gue yang urus,” sambung Dira. Tampak tangannya memasukan barang-barang ke dalam tasku karena aku belum bereaksi apa-apa.

Aku tersenyum manis dan memeluk tubuh sahabat sekaligus keluarga satu-satu yang aku miliki. Aku bersyukur walaupun tak pernah tahu bagaimana rupa kedua orang tuaku, tapi Tuhan mendatangkan sahabat seperti Dina.

Setelah beres ku putuskan untuk pulang dengan kuda besi yang kubeli dari gajiku.

Ku arungi jalanan yang tampak lengang, mungkin karena belum jam istirahat. Aku tersenyum membayangkan kasur empuk yang ada di rumah, ahh senangnya. Kapan lagi dapat libur panjang ini?

Fiks, libur ini sebaiknya aku mengajak Mas Arka liburan dan juga honeymoon. Duh, pasti menyenangkan.

Aku tertawa geli membayangkannya.

Motorku melaju dengan kecepatan sedang. Saat di lampu merah mata ini tak sengaja menatap orang yang teramat aku kenal, sedang merangkul pinggang seorang wanita dengan mesra.

‘Keterlaluan kamu Mas! Awas saja akan aku adukan kepada Mama’. batinku menggebu-gebu

Tak sabar rasanya ingin memeluk mertuaku dan menceritakan semuanya.

Bersambung…

Next?

Terpopuler

Comments

arniya

arniya

mampir kak

2024-06-03

1

Cek Okta

Cek Okta

/Good/

2024-05-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!