The Vault membawa pembaca ke dalam dunia gelap dan penuh rahasia di balik organisasi superhero yang selama ini tersembunyi dari mata publik. Setelah markas besar The Vault hancur dalam konflik besar melawan ancaman luar angkasa di novel Vanguard, para anggota yang tersisa harus bertahan dan melanjutkan perjuangan tanpa kehadiran The Closer dan Vanguard yang tengah menjalankan misi di luar angkasa.
Namun, ancaman baru yang lebih kuno dan tersembunyi muncul: Zwarte Sol, sebuah organisasi rahasia peninggalan VOC yang menggabungkan ilmu gaib dan teknologi metafisik untuk menjajah Indonesia secara spiritual. Dengan pemimpin yang kejam dan strategi yang licik, Zwarte Sol berusaha menguasai energi metafisik dari situs-situs kuno di Nusantara demi menghidupkan kembali kekuasaan kolonial yang pernah mereka miliki.
Para anggota The Vault kini harus mengungkap misteri sejarah yang tersembunyi, menghadapi musuh yang tak hanya berbahaya secara fisik, tapi juga mistis, dan melindungi Indonesia dar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pamitan Yang Kasar
Fajar menyingsing di atas Arcadia Terra, memancarkan cahaya keemasan di antara pepohonan kuno. Di dalam goa persembunyian, tim The Vault terbangun dengan perut yang melilit. Aroma lumut dan tanah basah memenuhi udara, mengingatkan mereka pada kenyataan bahwa semalam suntuk mereka tidur di atas batu.
"Aku bisa mengerti kenapa manusia purba suka berburu di pagi hari," gerutu Rivani sambil meregangkan tubuh. "Ini satu-satunya cara untuk melupakan kalau perutku serasa mau menelan diriku sendiri."
Noval tertawa kecil. "Pasti ada resep roti gandum ajaib di buku-buku perpustakaan rahasia itu, tapi kita keburu kabur."
Dira, yang sudah berdiri dan mengamati pintu goa, menoleh. "Bagaimana, Solara? Kau bisa mendapatkan persediaan?"
Solara mengangguk, senyum tipis terukir di bibirnya. "Aku akan kembali ke istana dan membawa semua persediaan makanan yang kita butuhkan. Kalian duluan saja ke kapal. Aku akan menyusul."
Intan menatapnya dengan raut khawatir. "Apa kau yakin, Putri? Setelah kejadian semalam, istana pasti masih kacau. Akan berbahaya jika kau kembali sendirian."
"Jangan khawatir," jawab Solara, tatapannya penuh tekad. "Aku tahu jalan. Ini adalah rumahku, lagipula." Ia menatap Dira, seolah mencari persetujuan. Dira mengangguk perlahan. Ia percaya pada Solara. Ada kekuatan tersembunyi di dalam diri putri itu yang ia yakin akan membimbingnya.
"Baiklah kalau begitu," kata Bagas. "Kami akan menunggumu di FX Vault Tank 805. Jangan sampai terlambat."
Mereka berpisah. Tim The Vault kembali menyusuri hutan menuju pantai, sementara Solara dengan langkah ringan kembali ke istananya. Semoga semuanya lancar, pikir Dira, firasat aneh menggelayut di hatinya. Pamitan kasar Solara itu... seperti apa ya?
Istana Arcadia Terra masih dipenuhi suasana tegang dan murung setelah kekacauan semalam. Para pelayan dan prajurit bergerak dengan langkah gontai, membersihkan puing-puing dan menata kembali barang-barang yang berserakan. Raja Terra duduk di singgasananya, tatapannya kosong menatap langit-langit yang masih menampilkan retakan samar. Sejarah yang selama ini ia pegang teguh ternyata hanyalah sebuah ilusi yang disunting.
Solara berjalan masuk, jubahnya sedikit lusuh, tapi matanya bersinar penuh semangat. Ia tidak menyapa ayahnya. Matanya langsung tertuju ke ruangan persediaan makanan istana. Ruangan itu luas, penuh dengan keranjang buah-buahan eksotis, kantung-kantung gandum, daging kering, dan wadah-wadah berisi air bersih.
"Pelayan!" panggil Solara dengan nada yang tidak biasa, penuh otoritas. "Bantu aku menyiapkan persediaan untuk perjalanan jauh!"
Seorang pelayan tua, yang terkejut melihat sang putri, tergagap. "Perjalanan, Putri? Ke mana?"
"Petualangan," jawab Solara singkat, tangannya sudah mulai mengumpulkan makanan ke dalam keranjang-keranjang besar. "Aku akan melihat dunia di luar sana."
Pelayan itu nyaris menjatuhkan keranjang yang dipegangnya. "Apa?! Tapi Yang Mulia Raja—"
Solara dengan cepat menempelkan telunjuknya ke bibir pelayan itu, memberikan senyum misterius. "Ssttt... tidak perlu berisik. Ini rahasia kita. Aku akan pergi melihat dunia yang sebenarnya. Dunia di balik kubah ini. Dan aku akan kembali… suatu hari nanti."
Pelayan itu, yang sudah melayani keluarga kerajaan seumur hidupnya, melihat kilatan aneh di mata sang putri. Kilatan kebebasan, keberanian, dan rasa ingin tahu yang tak terbendung. Ia mengangguk pelan, tanpa bisa berkata-kata, dan mulai membantu Solara mengangkut persediaan.
Dengan bantuan beberapa pelayan lain yang kebingungan namun tak berani bertanya, Solara berhasil mengumpulkan begitu banyak makanan dan air, jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk beberapa hari perjalanan. Ini untuk ratusan bab, kan? pikirnya geli. Harus cukup.
Setelah semua persediaan siap diangkut ke halaman belakang istana, Solara mengumpulkan semua tenaganya. Ia merasakan energi kosmik biru dari batu permata di dadanya berdenyut, memberinya kekuatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Dengan sedikit usaha, tubuh Solara mulai terangkat dari tanah. Perlahan, ia melayang di udara, keranjang-keranjang persediaan itu juga ikut terangkat mengelilinginya, seolah ada medan gravitasi pribadinya. Para pelayan yang melihatnya terbelalak, menjatuhkan semua yang mereka pegang.
"P-Putri bisa… terbang?!" salah satu pelayan berteriak.
Suara teriakan itu menarik perhatian Raja Terra. Ia bergegas keluar, matanya membelalak melihat putrinya melayang di atas istananya, dikelilingi keranjang makanan.
"Solara! Apa yang kau lakukan?!" teriak Raja, suaranya marah bercampur kepanikan.
Solara menoleh, air mata tiba-tiba menggenang di matanya. Ia tahu ini akan menyakitkan, tapi ia harus melakukannya. Ini adalah kebebasannya, ini adalah takdirnya.
"Ayah!" Solara berteriak, suaranya menggelegar, dipenuhi emosi yang selama ini terpendam. "Aku lelah dikurung di sini! Aku lelah dengan kebohongan yang kalian ajarkan! Aku lelah dengan dunia sempit yang kalian ciptakan!"
Raja Terra terperanjat. Ia tidak pernah melihat putrinya semarah dan seberani ini. "Hentikan, Solara! Turun! Kau tidak tahu apa yang kau lakukan! Dunia di luar sana berbahaya!"
"Berbahaya?! Justru dunia ini yang berbahaya, Ayah! Berbahaya karena kebohongan yang membuat kita buta!" Solara menunjuk ke langit yang masih memiliki retakan samar. "Langit itu retak, Ayah! Ini bukti bahwa dunia kita lebih besar dari yang kalian pikirkan! Dan ada bahaya yang lebih besar dari sekadar apa yang ada di balik tembok es!"
Para prajurit mulai mengepung halaman, menghunuskan tombak mereka, tapi tidak ada yang berani mendekati Solara yang melayang dengan aura biru yang terpancar dari tubuhnya.
"Aku akan pergi! Aku akan mencari kebenaran! Aku akan melihat dunia ini dengan mataku sendiri!" teriak Solara, suaranya pecah karena tangis. "Aku akan kembali jika aku menemukan apa yang seharusnya kita ketahui!"
Dengan kekuatan yang lebih besar, Solara melesat ke atas, menembus awan dan melaju menuju arah pantai. Raja Terra berteriak putus asa.
"Kejar dia! Kejar Putri Solara! Jangan biarkan dia pergi!"
Para prajurit dan bahkan Raja sendiri mulai berlari, berusaha mengejar Solara yang melesat cepat ke udara, meninggalkan istana dan kehidupannya yang terkekang di belakang. Pamitan kasar Solara memang benar-benar kasar.
Sementara itu, di pantai tersembunyi, FX Vault Tank 805 sudah siap berlayar. Kapal itu berdiri megah, siluetnya mirip paus raksasa, siap melaju menembus lautan. Dira dan yang lainnya sudah berada di geladak, menunggu Solara.
"Gila juga kalau sampai si putri nggak datang," celetuk Noval, mengintip ke arah hutan. "Kita bisa kelaparan di perjalanan nanti."
"Dia pasti datang," kata Bagas, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Solara tidak akan mengingkari janjinya." Tapi kenapa dia lama sekali? pikirnya, sedikit cemas.
Rivani melihat ke arah langit. "Aku harap dia tidak punya ide gila untuk pamitan. Aku tidak mau dituduh menculik putri kerajaan."
Tepat saat itu, titik kecil muncul di cakrawala. Titik itu semakin membesar, dan tak lama kemudian, mereka bisa melihat Solara melayang di udara, dikelilingi keranjang-keranjang makanan. Tapi ia tidak sendiri. Di belakangnya, puluhan prajurit kerajaan dan Raja Terra sendiri terlihat berlarian di pantai, berteriak-teriak histeris.
"Astaga!" seru Intan, matanya terbelalak. "Dia... dia dikejar!"
"Ini yang dia maksud 'pamitan kasar'?" Rivani menepuk dahinya. "Aku tahu dia punya masalah keluarga, tapi ini level yang berbeda!"
Dira menatap pemandangan itu dengan campuran takjub dan geli. Solara, putri kerajaan yang selama ini terlihat lembut dan tertutup, kini melarikan diri dari istananya sendiri dengan gaya grand entrance seperti itu. Dan yang paling mengejutkan, dia bisa terbang!
"Dia bisa terbang?!" Bagas nyaris berteriak, matanya membelalak tak percaya. "Dengan kekuatan kosmik biru dari batu itu? Aku pikir itu hanya metafora!"
Solara melesat, mendarat dengan anggun di geladak FX Vault Tank 805, keranjang-keranjang makanan mendarat dengan mulus di sekelilingnya. Ia menoleh ke arah ayahnya yang kini berhenti di tepi pantai, terengah-engah dan menatapnya dengan penuh amarah.
Air mata Solara kembali menetes, membasahi pipinya. Ia mengangkat tangannya, melambai pada ayahnya. "Maafkan aku, Ayah! Aku harus melakukan ini!"
Raja Terra berteriak, suaranya menggema di sepanjang pantai. "Solara! Anakku! Kembalilah! Kau akan menyesalinya! Dunia di luar sana brutal! Mereka tidak akan peduli padamu! Mereka hanya akan memanfaatkanku! Jangan pergi!"
Bagas melangkah maju. "Cepat, Dira! Kita harus pergi sekarang!"
Dira mengangguk, lalu berbalik ke arah Raja Terra, memberikan hormat singkat. "Kami akan menjaganya, Yang Mulia!"
Raja Terra, yang napasnya terputus-putus, menatap Dira dengan tatapan putus asa dan juga sedikit memohon. "Jaga dia! Jaga anakku! Dia… dia tidak tahu apa-apa tentang dunia di luar sana! Dia terlalu naif! Jangan biarkan dia terluka! Jangan biarkan dia dimanfaatkan! Aku mohon!" Suara Raja Terra bergetar, kini lebih terdengar seperti ayah yang khawatir daripada pemimpin yang marah.
Dira mengangguk. "Kami akan. Sampai jumpa lagi, Yang Mulia."
Dengan perintah Dira, FX Vault Tank 805 mulai bergerak. Mesin kapal berdengung, dan tubuh paus raksasa itu perlahan meluncur ke air, meninggalkan pantai dan sosok Raja Terra yang berdiri terpaku di sana, dengan para prajurit yang masih kebingungan.
Solara berdiri di geladak, menatap istananya yang semakin mengecil di kejauhan, air matanya terus mengalir. Namun, di balik kesedihan itu, ada secercah kebebasan. Ia sudah terikat dengan dunia lain, dengan kebenaran yang baru saja ia temukan.
"Selamat datang di petualangan, Putri," bisik Noval, menepuk bahu Solara. "Ini akan jadi perjalanan yang panjang."
Solara mengangguk, menyeka air matanya. Ia menatap lautan luas di depan, lalu ke langit yang masih sedikit retak. Ia tahu ini baru awal kehidupan barunya
Bagaimana perjalanan tim The Vault menuju Hyperborea Zenith, benua es yang ekstrem? Dan tantangan apa yang menanti mereka di sana, selain Serigala Raksasa Perak, Varkhazan?
Bersambung.....