Duda Kepentok Janda

Sandra keluar dari perusahaan dengan terburu-buru, karena baru saja ada rapat dadakan yang harus dihadiri, membuatnya terlambat menjemput Chila. Dia kini berada di mobil menuju sekolah putrinya, sampai tiba-tiba mesin mobilnya mati dan terpaksa berhenti di tepian jalan.

“Ada apa lagi ini?” Sandra menarik tuas hand rem, lantas keluar mobil untuk mengecek.

Wanita itu membuka kap mobil, tapi tentu saja tidak tahu tentang mesin dan penyebab mobilnya mogok.

“Baru juga diambil dari bengkel, sudah mogok lagi,” gerutu Sandra. Dia menengok arloji di pergelangan tangan, dirinya sudah sangat terlambat menjemput Chila.

Akhirnya Sandra menelepon bengkel langganannya, meminta agar menderek mobilnya. Dia tidak bisa menunggu sampai mobil derek datang, karena harus segera pergi ke sekolah untuk menjemput Chila. Sandra terpaksa naik taksi, hanya cemas jika putrinya menunggunya terlalu lama.

Sesampainya di sekolah Chila. Sandra tampak berjalan dengan tergesa-gesa, hingga dirinya bertemu dengan guru Chila yang berada di depan gedung. Guru Chila mengatakan jika gadis kecil itu di ruang tunggu khusus yang terdapat di lobi sekolah, membuat Sandra lantas bergegas masuk.

Hingga Sandra terkejut ketika melihat siapa yang kini bersama putrinya, ada rasa aneh dan canggung dalam diri Sandra. Sejak pertemuan mereka yang tak sengaja, tampaknya Farzan kini menjadi bayang-bayang bagi dirinya dan sang putri, seolah di mana pun mereka berada, maka akan ada Farzan di sana. Namun, jelas hal itu juga tak membuat Sandra berpikir berlebih, hanya penasaran saja kenapa selalu ada pria itu, entah dalam kondisi tak sengaja atau disengaja.

Akhirnya Sandra memilih tersenyum, tidak sopan juga jika dirinya marah atau memasang wajah masam, sedangkan Farzan pun di sana tampak diterima oleh Chila.

“Kenapa Anda ada di sini?” tanya Sandra begitu sudah berdiri di hadapan Chila dan Farzan.

Chila langsung mengemas buku dan krayonnya, memasukkan ke tas sebelum kemudian mencangklong tas di belakang punggung. Farzan berdiri dan kini berhadapan dengan Sandra, sebelum kemudian tersenyum kecil pada wanita itu, wanita yang jelas umurnya lebih tua darinya.

“Tadi kebetulan lewat, lalu aku ingat Chila dan mampir untuk menemuinya. Namun, siapa sangka kalau kamu juga terlambat menjemputnya, jadi aku pikir untuk menemaninya sebentar sampai kamu datang,” jawab Farzan menerangkan.

Sandra mengangguk paham meski masih merasa aneh karena terkesan sangat kebetulan. Hingga Sandra memilih abai, sebelum kemudian mengulurkan tangan untuk menggandeng Chila.

“Ya, aku tadi harus menghadiri rapat. Baru mau ke sini malah mobilku mogok lagi, membuatku benar-benar terlambat menjemput Chila,” ujar Sandra menjelaskan, menoleh Chila yang terlihat begitu senang. “Terima kasih karena sudah menemani Chila,” ucapnya kemudian.

Farzan tersenyum menanggapi ucapan Sandra, sebelum kemudian menawarkan diri untuk memberi tumpangan mengingat Sandra tidak membawa mobil ke sana.

Sandra ingin menolak karena merasa sungkan sebab terus merepotkan, tapi Farzan memaksa dan mengatakan jika tak merepotkan, membuat Sandra akhirnya menerima tawaran pria itu.

Mereka akhirnya pulang diantar Farzan, Chila terlihat senang bisa satu mobil dengan pria itu.

“Anda pasti memiliki banyak waktu sampai bisa menemani putriku di sela pekerjaan Anda,” ucap Sandra mengajak bicara agar tidak terasa canggung.

“Ya, hanya kebetulan saja sebenarnya. Aku baru saja menghadiri rapat di luar, lantas lewat di depan sekolah Chila dan sekalian mampir,” ujar Farzan.

“Jika memang dibilang memiliki banyak waktu. Ya, mungkin aku memilikinya,” imbuh Farzan, menoleh sekilas pada Sandra dengan senyum kecil di wajah.

Sandra mengangguk dan kemudian memilih diam, mengalihkan pandangan ke arah jalanan.

Mobil Farzan berhenti di perempatan jalan, di mana lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Farzan awalnya merasa tenang dan santai, hingga pria itu tanpa sengaja menoleh ke kanan jalan, menatap ke arah pertokoan dan melihat salah satu televisi di toko elektronik yang terpajang sedang menayangkan sebuah berita.

Farzan terlihat begitu geram, kedua telapak tangan sampai mencengkeram stir dengan kuat.

Sandra menyadari ekspresi Farzan yang berubah, hingga kemudian ikut menatap ke arah pria itu melihat. “Ada apa?” tanya Sandra yang tiba-tiba merasa cemas.

“Aku perlu ke suatu tempat sebentar, apa kamu tidak keberatan jika mampir sebentar?” tanya Farzan, menoleh saat mendengar Sandra bertanya dan kini balik bertanya seolah meminta persetujuan.

Sandra tidak tahu dengan apa yang terjadi, hingga kemudian memilih mengangguk dan entah kenapa menuruti ucapan pria itu begitu saja.