Akibat jebakan dari tunangan dan saudara sepupu perempuannya.Aurel terpaksa harus menikah dengan Pria miskin yang hanya bekerja di salah satu hotel sebagai Cleaning Service yang gajinya tidak sepadan dengan Aurel.
Cacian dan hinaan terus di dapat oleh Aurel dan keluarganya yang mempunyai menantu miskin selalu di banding-bandingkan dengan menantu-menantu saudaranya yang bekerja di kantoran.
Tanpa Mereka ketahui Suami Aurel memiliki sebuah rahasia besar yang di sembunyikan identitasnya.
Siapakah sebenarnya Suami Aurel itu?
Dan kenapa Identitasnya di sembunyikan?
Ada tragedi apa sebenarnya kenapa identitasnya harus di sembunyikan?
Ketika Ia ingin mengungkap kebenaran siapa dirinya,Tanpa di duga Ia mengetahui sebuah fakta yang mengejutkan dirinya.
Ikuti terus perjalan kisah Aurel dan Suaminya dalam novel Ternyata Suamiku Kaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SumarsihMarsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18.
"Hai kau kemari," ujar pria berambut kelimis kepada pelayan yang kebetulan sedang melewati nya.
"Anda memanggil saya tuan?" tanya pelayan itu sambil menunjuk dirinya sendiri, pria itu memastikan apakah pria berambut klimis itu memanggilnya.
"Iya kamu, kemari." Sahut pria itu menganggukkan kepalanya.
Pria yang memakai rompi khas pakaian pelayan segera menghampiri pria berambut klimis itu, pria itu memegang nampan di tangannya.
"Ada apa tuan memanggil saya?" tanya pria berpakaian pelayan itu.
"Nama kamu siapa?" tanya pria berambut klimis itu kepada pelayan pria itu.
"Nama saya Handarto tuan," sahut pria itu menyebut namanya.
"Handarto apa kamu bisa bantu saya?" tanya Pria yang di ketahui bernama Felix.
"Bantu apa ya Tuan?" tanya Handarto penasaran.
"Kau bisa bermain kartu? mainkan kartu ini untukku." Pinta Felix membuat wajah Handarto berubah pias.
"Maaf tuan bukannya saya menolak, tapi pekerjaan saya di belakang masih banyak." Tolak Handarto dengan halus.
****
Revan menyelesaikan semua pekerjaan nya, baru saja pria itu ingin beristirahat dengan duduk di salah satu kursi yang tidak jauh dari tempat ruang karyawan. Ia di kagetkan dengan kedatangan Beni yang sudah tiba-tiba berdiri di sampingnya, baru saja Revan ingin memejamkan matanya Beni sudah terlebih dahulu mengomelinya.
"Bagus ya, jangan mentang-mentang kamu menantu pemilik kasino ini dengan seenaknya saja kamu bersantai-santai di sini, sedangkan teman kamu semuanya sedang sibuk bekerja." Omel Beni yang tidak tahu kalau sebenarnya Revan baru saja selesai bekerja.
Revan diam saja, pria itu tidak marah ataupun membalas omelan dari Beni orang kepercayaan papa mertuanya. Revan maklum karna pria itu tidak tahu apa saja yang sudah di kerjakan oleh dirinya, wajar saja pak Beni mengira Revan sedang bersantai.
"Hai tunggu Dira," panggil Beni yang melihat Dira baru saja keluar dari belakang dengan membawa beberapa minuman di atas nampan.
"Bapak memanggil saya? ada yang bisa saya bantu pak?" tanya Dira saat sudah berada di hadapan pak Beni dan Revan yang sedang duduk .
"Biarkan Revan yang membawa minuman itu untuk pengunjung, kau kerjakan yang lain." Perintah Beni sambil melirik Revan yang sedang duduk.
Dira ingin menjawab dan mengatakan kalau sebenarnya Revan baru saja selesai dengan pekerjaan yang lain, namun sebelum gadis itu membuka suara Revan terlebih dahulu mengcode pada Dira untuk diam saja.
Raven berdiri dari duduknya, dan segera mengambil alih pada nampan yang berisikan beberapa gelas dari tangan Dira.
Dira rasanya berat melepas nampan itu, ia tahu sebenarnya Revan pasti lelah. Dira dengan terpaksa membiarkan Revan untuk menggantikan pekerjaan nya, gadis itu kembali ke belakang setelah membungkuk hormat ke pada Beni.
Revan membuka pintu yang menghubungkan ke ruang bawah tanah, pria itu berjalan menyusuri lorong ruang bawah tanah.
Sesampainya di ruangan di mana tempat banyaknya pengunjung yang sedang berjoget dan bermain kartu, Revan melangkahkan kakinya berbaur dengan para pengunjung Kasino.
Pria itu dengan membawa nampan di tangan nya melangkah menuju ke meja yang ada di ujung, dahi nya mengernyit saat matanya tidak sengaja menangkap rekannya seperti ada masalah dengan pengunjung lain.
Revan mempercepat langkah kakinya menuju meja paling ujung, pria itu dengan cepat menyusun gelas-gelas di atas meja di hadapan para pengunjung. Sesekali matanya mengawasi Rekannya yang sudah seperti ketakutan.Revan mengangguk dan segera undur diri setelah pekerjaan nya selesai, pria itu lalu segera menghampiri teman nya yang nampak ketakutan itu.
"Maaf Tuan, saya tidak bisa bermain kartu." Tolak Handarto sudah kesekian kalinya.
Wajah pria itu sudah pucat pasi.
Felix tidak menerima penolakan dari Handarto, pri itu mencengkram kerah baju Handarto karna sudah berani menolak perintahnya.
"Tuan, maaf ada apa ini?" Tanya Revan sambil melepas cengkraman tangan pria itu di kerah baju Handarto.
Felix melepas cengkraman tangan nya yang mencengkram kerah baju pelayan yang sudah ketakutan itu, pria itu lalu menatap Revan yang berdiri di samping rekannya itu.
"Maaf Tuan kalau teman saya sudah menyinggung Tuan," ucap Revan yang mengira bahwa temannya mungkin saja sudah menyinggung pelanggan itu.
"Revan saya tidak menyinggung Tuan itu," jelas Handarto yang merasa tidak bersalah dan tidak perlu minta maaf pada orang itu.
"Beliau meminta saya untuk memainkan kartunya, tapi saya menolak permintaan itu karna saya tidak bisa bermain kartu." Tambahnya lagi menjelaskan duduk masalahnya.
"Maaf tuan, biarkan teman saya pergi dan saya yang akan menggantikan teman saya." Pinta Revan.
"Baiklah, saya akan membiarkan teman kamu pergi dan kamu bisa menggantikan teman kamu untuk memainkan kartu untuk saya." Jawab Felik.
Handarto segera meninggalkan tempat itu, sebelumnya ia mengucapkan terimakasih kepada Revan karna sudah membantunya.
****
Aurel yang baru selesai mandi mengerutkan keningnya saat ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya, wanita cantik itu melangkahkan kakinya untuk membuka pintu kamarnya.
Aurel membuka pintu dan terkejut saat melihat Radit yang berdiri di depan pintu kamarnya.
"Ada apa? dan mau apa kau datang ke kamarku?" tanya Aurel berdiri di depan pintu.
"Aurel aku tahu kau pasti cemburu melihat kemesraan ku pada Ema, tapi percayalah Aurel di sini masih ada nama kamu." Ucap Radit sambil menunjuk dadanya.
Aurel memutar bola mata jengah saat melihat Radit yang mencoba meyakinkan nya jika di dada pria itu ada namanya, Aurel bukannya senang malah menatap jijik pada pria yang ada di hadapan nya.
"Pergilah Radit, Aku takut Ema mencari kamu dan akan salah paham jika melihat kau mengobrol denganku." Usir Aurel yang tidak terpengaruh ucapan Radit.
Setelah mengatakan itu Aurel ingin menutup pintu kamarnya, namun niatnya itu terhenti saat Radit mencegahnya dengan menahan pintu itu agar tidak tertutup.
Aurel melotot kan matanya saat Radit menahan pintu kamarnya agar tidak tertutup, ia melipat tangan nya di depan dada sambil menatap kesal Radit.
"Bagaimana Aurel, apa kamu mau kita menjalin hubungan diam-diam di belakang pasangan kita?" tanya Radit sambil tersenyum manis.
"Sayang, rupanya kau ada di sini." Ucap Ema yang tiba-tiba muncul dan langsung bergelayut manja di lengan Radit.
Ema menatap sinis kepada Aurel yang tengah berdiri di depan pintu kamar nya, ia tidak suka melihat suaminya berbicara dengan Aurel.
"Kalian berdua sedang apa?" tanya Ema menatap tak suka pada Aurel.
"Tanya saja sama suami kamu, kenapa dia mendatangi kamarku." Suruh Aurel sambil menutup pintu kamar nya dengan kencang
Brak, pintu kamar Aurel tertutup rapat sehingga membuat Ema dan Radit terlonjak kaget akibat benturan pintu kayu dan dinding.
Ema menatap kesal pada pintu kamar Aurel yang baru saja tertutup rapat itu, ia lalu beralih menatap suaminya yang salah tingkah.
Radit yang tidak mau melihat Ema marah akhirnya mencari alasan agar istrinya itu tidak menaruh curiga padanya.
"Sayang aku menemui Aurel karna ingin bertanya apa benar dia di beri kesempatan untuk membuat desain yang baru lagi oleh pak Haris." Jelas Radit yang membuat Ema terkejut mendengarnya.
"Benarkah, Kau dengar dari siapa sayang?" tanya Ema nada suara nya sudah mulai melembut tak sekasar sebelumnya.
"Tadi sekertarisnya pak Haris yang menelponku dan mengabarkan itu." Jawab Radit sehingga membuat Ema tidak suka.
Ema dan Radit segera meninggalkan depan kamar Aurel untuk menuju kamar mereka, mereka berdua tidak senang saat mendengar Pak Haris memberi kesempatan pada Aurel.
Bagaimana caranya mereka berdua harus menggagalkan pekerjaan Aurel, mereka tidak terima jika Aurel berhasil mendapatkan proyek kerja sama itu.