Dinda, 24 tahun, baru saja mengalami patah hati karena gagal menikah. Kehadiran seorang murid yang bernama Chika, sedikit menguras pikirannya hingga dia bertemu dengan Papa Chika yang ternyata adalah seorang duda yang tidak percaya akan cinta, karena kepahitan kisah masa lalunya.
Akankah cinta hadir di antara dua hati yang pernah kecewa karena cinta? Mampukah Chika memberikan seorang pendamping untuk Papanya yang sangat dia sayangi itu?
Bila hujan tak mampu menghanyutkan cinta, bisakah derasnya menyampaikan rasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curahan Hati Dio
Chika masih nampak lelap tertidur, dengan keringat yang sedikit membasahi dahinya.
Di kamar Dinda ini memang agak panas, karena kurangnya pentilasi dan hanya menggunakan sebuah kipas angin standar untuk penyejuk udara.
Maklum demi pengiritan, Dinda memilih kamar yang paling ekonomis, karena dia harus mengirim sebagian uang gajinya pada Ibunya.
"Halo!"
Suara Dio yang ambil di seberang telepon mengagetkan Dinda.
"Eh, I-iya Pak?!"
"Baiklah, kalau memang Bu Dinda tidak tau di mana keberadaan Chika, maaf sudah mengganggumu malam-malam!" ucap Dio.
"Tunggu Pak!" panggil Dinda saat Dio akan menutup panggilannya.
"Ya?"
"Sebenarnya ... Chika ada bersama saya, tadi dia datang dan katanya ingin menginap di sini!" ucap Dinda.
"Ah, sudah ku duga, kalau begitu aku akan menjemput Chika sekarang juga!" kata Dio.
"Jangan Pak! Chika sudah tidur, sebaiknya besok pagi saja jika Bapak ingin menjemputnya!" sergah Dinda.
Sekarang gantian Dio yang terdiam, entah apa yang di pikirkan oleh laki-laki itu, hanya terdengar suara hembusan nafasnya dari seberang telepon.
"Pak Dio? Masih di situ kah?" tanya Dinda.
"Bu Dinda, maafkan aku, aku sudah tidak tau lagi bagaimana caranya mendidik Chika, saat ini hanya Chika harta saya yang paling berharga!" ungkap Dio.
Suaranya begitu lirih seperti menahan sesuatu dalam hatinya.
Tiba-tiba Dinda merasakan sesuatu yang sesak di dalam dadanya, dia begitu paham apa yang Dio rasakan saat ini, suara dan nada bicaranya mewakili perasaannya, walaupun hanya lewat telepon.
"Sebenarnya, Chika itu anak yang baik, dia hanya butuh perhatian!" kata Dinda.
"Yah, aku tau, andai aku di posisi Chika mungkin aku juga akan seperti dia, tapi apa yang harus aku lakukan? Aku hanyalah seorang Papa yang sangat terbatas, meskipun sudah dengan segenap hati aku memberikan yang terbaik untuk chika!" lanjut Dio, suaranya nampak putus asa.
"Pak Dio jangan menyerah, Chika hanya butuh orang yang menyayanginya dan mendengarkannya!" ujar Dinda.
"Mungkin hanya Bu Dinda yang bisa mendengarkan Chika!" sahut Dio.
Dinda terdiam, entah mengapa dia jadi kasihan pada Dio, menjadi orang tua tunggal sangatlah tidak mudah, apalagi Dio yang harus mengurus Chika dan juga perusahaannya yang sedang berkembang.
"Maaf Bu Dinda, kok aku malah curhat ya, kalau begitu aku titip Chika, besok pagi aku akan menjemputnya, trimakasih!" ucap Dio sebelum menutup teleponnya.
Dinda masih tergugu di tempatnya, Dio yang barusan bicara dengannya seolah berbeda dengan Dio Papanya Chika yang dia kenal sebelumnya.
Dio yang dia kenal sebelumnya adalah Dio yang cuek, kasar, dingin dan arogan, juga terkesan sombong.
Namun Dio yang baru saja bicara dengannya, nampak rapuh, dan lembut, juga sopan bicaranya.
Dinda menepuk kepalanya sendiri, saat terlintas bayangan Dio yang seolah-olah menari-nari di pikirannya.
"Ah! Ayolah Dinda! Kau pikir apa sih?!" gumam Dinda sambil menutup wajahnya dengan bantal, untuk mengusir bayangan Dio dari otaknya.
****
Pagi-pagi Dinda sudah bangun dari tidurnya, setelah itu dia mandi dan berpakaian, lalu memesan sarapan pagi lewat online dari ponselnya.
Sekilas dia melirik ke arah Chika yang nampak masih lelap tertidur.
Dinda kemudian bangun dan duduk di tepi tempat tidur itu, dia mengelus lembut rambut chika yang terurai menutupi sebagian wajahnya.
Dengan lekat Dinda memandang wajah anak itu, wajah yang polos, manis dan tanpa dosa, yang sudah mencuri hatinya.
Entah mengapa Dinda mulai menyayangi Chika.
Chika mulai mengerjapkan matanya, saat dirasakannya ada sentuhan di wajahnya. Dia tersenyum tatkala melihat Dinda sudah duduk disampingnya, dan membelainya dengan penuh kasih sayang.
"Bu Dinda?" tanya Chika.
"Good morning Sayang! Nyenyak tidurnya Semalam?" tanya Dinda balik. Chika menganggukkan kepalanya.
"Semalam aku mimpi Bu, aku mimpi kita jalan-jalan ke luar negeri aku, Bu Dinda, dan Papa!" ucap Chika.
"Oh ya? Benarkah Chika bermimpi seperti itu? Kok Bu Dinda bisa ada di dalam mimpi Chika?" tanya Dinda, ia mengusap pipi Chika dengan lembut.
"Yah mana aku tahu Bu! Tanya saja sama mimpiku!" sahut Dinda yang langsung beranjak bangun dari tidurnya.
Dinda tertawa, kemudian dia merangkul Chika yang mulai duduk bersamanya di tepi tempat tidurnya itu, mereka terlihat sangat akrab dan dekat satu sama lain.
"Sekarang Chika mandi dulu, Setelah itu kita sarapan sama-sama, di bawah ada meja makan nanti kita akan makan di sana, Bu Dinda sudah pesankan bubur ayam untuk kita sarapan!" ucap Dinda.
Chika menganggukkan kepalanya, kemudian dengan semangat dia mengambil koper mininya dan mengeluarkan isinya.
Setelah Chika selesai mandi dan berganti pakaian, Dinda membantu Chika untuk membereskan pakaian di dalam koper Mininya itu.
Setelah itu Dinda menuntun Chika keluar dari kamarnya dengan membawa koper Mini milik Chika, mereka turun ke bawah menuju ke sebuah meja makan yang terletak tidak terlalu jauh dari ruang tamu.
Dua mangkok bubur ayam sudah tersedia diatas meja makan itu.
Beberapa orang penghuni kos juga nampak sedang sarapan di meja makan yang lain, mereka melihat ke arah Dinda yang menuntun Chika duduk untuk sarapan bersama.
"Nimbrung dong!"
Tiba-tiba Asti sudah beringsut duduk di antara mereka.
"Asti? Tumben kau bangun pagi-pagi?!" tanya Dinda.
"Memangnya tidak boleh aku bangun pagi-pagi? Ngomong-ngomong anak ini semalam menginap di kamarmu ya? Duh, kalau sampai kau dituduh penculik Bagaimana Din?" tanya Asti balik.
"Tidak akan! Sebentar lagi Papanya akan datang untuk menjemputnya!" sahut Dinda sambil terus menikmati sarapannya.
Tak lama kemudian Sebuah mobil mewah terparkir di depan rumah kos Dinda.
Kemudian seorang laki-laki tampan turun dan langsung masuk ke dalam rumah kos itu, melihat Dinda dan Chika yang sedang sarapan di meja makan, dia langsung datang menghampirinya dan duduk bergabung bersama dengan mereka.
"Papa?! kok Papa tahu aku ada di tempat kosnya Bu Dinda?" tanya Chika keheranan.
"Tentu saja Papa tahu sayang, karena Papa menyewa mata-mata untuk mengikutimu!" sahut Dio sambil mengacak rambut Chika.
"Eh, maaf Pak Dio, Apakah Bapak mau Saya pesankan bubur ayam lagi?" tanya Dinda.
"Terima kasih Bu Dinda, tapi saya baru sarapan di rumah tadi!" tolak Dio.
Kemudian Dio mengambil sebuah amplop berwarna coklat dari dalam saku celananya, dan menyodorkannya ke arah Dinda.
"Ini uang ganti rugi tiket yang sudah kau beli, juga uang Chika menginap semalam di kamarmu!" ucap Dio.
"Eh, tidak usah Pak Dio! Saya sudah melupakan tiket itu, lagi pula harganya tidak seberapa! Soal Chika yang menginap, saya tidak rugi apapun, jadi kau tak perlu menggantinya!" sergah Dinda sambil mengembalikan amplop itu ke tangan Dio.
"Tapi ..."
"Pokoknya saya tidak mau menerimanya!" tegas Dinda.
Dio Akhirnya menyerah, walau sebenarnya dia sangat ingin memaksa.
"Ehm, kalian ini seperti keluarga kecil saja! Aku jadi seperti obat nyamuk!" celetuk Asti tiba-tiba.
"Ih Tante sirik amat deh!" cetus Chika.
"Chika! Tidak boleh bicara seperti itu!" hardik Dio.
Chika terdiam kemudian melanjutkan aktifitas makannya.
"Chika, nanti sehabis sarapan, Chika ikut Papa pulang ya, Bu Dinda masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan!" ucap Dinda.
"Iya Chika, sudah banyak kau menyusahkan Bu Dinda, kau harus pulang sama Papa!" tambah Dio.
Chika hendak menjawab, namun dengan cepat Dinda menggelengkan kepalanya, menandakan Chika tidak boleh membantah perkataan Papanya.
Akhirnya setelah sarapan, Chika pulang bersama Dio ke rumahnya.
Dinda memandang kepergian mereka dari teras depan rumah kosnya itu, hingga mobil yang dikendarai Dio menghilang di balik tikungan jalan.
"Ehem! Sepertinya ada yang sudah mulai jatuh cinta nih! Jangan lupa ya traktirannya!" goda Asti yang tiba-tiba merangkul Dinda dari belakang.
Bersambung ....
****