Eleonara, seorang gadis yatim piatu berusia 27 tahun yang hidup bersama Paman dan Bibinya. Kehidupannya bak roller coaster. Dia diombang-ambing oleh Paman dan Bibinya. Hingga suatu hari, dia kabur dari kehidupan yang sangat kacau itu. Kemudian dia ditolong oleh seorang nenek (Massima Harrison).
Massima Harrison mempunyai seorang cucu yang bernama Erlan Dallin Harrison yang berusia 33 tahun. Atas permintaan neneknya, Erlan harus menikah dengan Eleonara. Sementara, Erlan sendiri sudah mempunyai seorang kekasih, Shelly namanya.
Hingga suatu hari, kekasih Erlan mengandung. Erlan harus bertanggung jawab menikahinya.
Mampukah Eleonara dan Shelly tinggal di Mansion yang sama? Akankah Eleonara memenangkan cinta Erlan dan menjadi Ratu seutuhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisy Arbia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ratu dan Selir
Dari awal pernikahan, Erlan tak pernah memberikan kesempatan kepada Eleonara untuk menjadi istri sempurnanya. Berbeda dengan Shelly, istri keduanya. Erlan bahkan memberikan keseluruhan dari jiwa dan raganya. Erlan sangat tidak adil terhadap kedua istrinya.
Seperti pagi ini di meja makan. Erlan, Shelly, dan Eleonara duduk ditempat masing-masing.
Ketika Eleonara hendak mengambilkan makanan untuk suaminya, Shelly langsung melarangnya.
"Istri tua… Kau mau apa?" Shelly berusaha menghentikan apapun yang dilakukan Eleonara.
"Ck, mengambilkan makan untuk suamiku lah. Memang mau apa?" Eleonara saat ini sedang berusaha keras mengambil hati suaminya.
"Tak perlu! Istrinya masih sanggup untuk melayani, kalau hanya mengambilkan makanan biar aku saja," Shelly mulai bertarung sengit dengan istri pertama suaminya.
"Aku juga istrinya!" bantah Eleonara.
Erlan melihat situasi sarapan pagi seperti berada di medan pertempuran. Kalau tidak dihentikan dengan segera, entah apa jadinya meja makan beberapa menit kemudian.
"Cukup! Tidak bisakah sarapan pagi tanpa keributan?" Erlan berusaha melerai.
"Tidak!" jawab kedua istrinya kompak.
"Hei, kenapa kau meniru ucapanku?" bentak Shelly.
"Ck… Tak sedikitpun aku ingin meniru ucapanmu, Nyonya!" balas Eleonara sengit.
"Hei, istri tua… Kau harusnya sadar diri. Disini akulah Ratunya! Biarkan aku yang mengambilkan makanan untuk suamiku," Shelly terus menyerang Eleonara.
"Dimana-mana, istri muda namanya Selir. Mana bisa dibalik begitu?" Eleonara sengaja memancing kemarahan Shelly.
"STOP! Kalian berdua terus saja ribut. Hentikan kegaduhan ini… Shelly, ambilkan makanan untukku!" Erlan sudah pusing melihat kedua istrinya ribut.
Shelly langsung mengikuti perintah suaminya, tetapi tidak dengan Eleonara.
"Anda selalu bersikap tidak adil, Tuan! Selama ini saya berusaha mengalah dari istri muda Anda, tetapi tidak untuk saat ini dan seterusnya. Setiap kegaduhan yang Anda saksikan, itu karena ulah Anda sendiri...," Eleonara terang-terangan memprotes sikap suaminya. Selama hampir 5 bulan pernikahan, Erlan selalu menempel pada Shelly.
"Hei, dasar istri durhaka! Tidak mau mendengarkan apa perintah suaminya," cibir Shelly yang semakin kesal pada sikap Eleonara. Sepertinya perjuangan untuk menaklukkan hati Grandma akan terhalang oleh tingkah istri tua suaminya.
"Kau... Madu durhaka! Harusnya kau juga bisa menasehati suami kesayanganmu itu untuk bersikap adil kepada istri lainnya. Kalau tidak bisa, ceraikan salah satu!" Kali ini, ucapan Eleonara langsung mengarah pada suaminya. Dia sudah tak peduli lagi jika akhirnya dia yang diceraikan.
Deg!
Erlan mulai jengah dengan kehidupannya. Ucapan Eleonara barusan benar adanya. Dia tidak bisa mengambil sikap tegas. Hidupnya berada di persimpangan.
"Tolong untuk kalian berdua. Pagi ini kita selesaikan sarapan dengan damai. Please!" Erlan mengatupkan kedua tangan. Berharap kedua istrinya akan memahami.
"Baiklah!" Lagi-lagi keduanya menjawab dengan kompak.
Ketika pertarungan sengit terjadi, beberapa pelayan Mansion tidak berani mendekat. Barulah ketika suasana sudah santai dan tenang, Lilla dan Maia mengantarkan minuman dan dessert. Tak menunggu lama, kedua pelayan kembali ke tempatnya.
Ketiganya makan dalam diam. Berusaha menikmati rasa masakan yang enak namun tak seenak kehidupan mereka. Erlan sedang menikmati makanannya, menoleh ke kiri dan ke kanan. Pandangannya tertuju kepada kedua istrinya.
'Aku mencintai Shelly. Dia akan menghadirkan penerus Harrison. Eleonara juga istriku, tetapi aku hanya memberikan dia nafkah lahir. Aku tidak mencintainya sampai kapanpun! Aku menikah dengannya karena tertekan. Aku berusaha membuat Grandma bahagia dengan mengorbankan orang lain. Bagaimanapun mereka memang berhak atas diriku. Tapi aku yang tak bisa. Perceraian yang disampaikan Eleonara beberapa hari yang lalu, aku tidak bisa mengabulkannya. Aku terikat perjanjian konyol dengan Grandma dan dirimu untuk seumur hidup, Eleonara,' batin Erlan.
"Sayang… Sayang… Hei, suamiku! Apa kau melamun?" Shelly menyadarkan Erlan dari lamunannya.
"Apa sayang? Kau tadi bicara apa?" Erlan memang tidak mendengar apa yang Shelly katakan.
"Kau melamun. Aku tak suka itu. Sudahlah sayang. Solusi terbaik, lekas ceraikan Eleonara!" usul Shelly.
"Tidak akan ada perceraian, Shelly!" balas Erlan kelepasan. Karena membicarakan kata cerai dan perjanjian konyol adalah hal yang saling terkait.
Shelly yang merasa seperti dibentak Erlan, dia tidak terima. Dia berusaha menyerang Eleonara lagi.
"Hei, istri tua… Aku minta baik-baik, mundurlah dari pernikahan aneh ini!" pinta Shelly.
"Dimana-mana yang harus mundur itu orang ketiga. Bukan orang pertama ataupun kedua. Begitu saja kau mengajari aku," serang Eleonara. Entah sejak kapan, dia berusaha untuk mengejar suaminya lagi dan berusaha menang dari madunya. Walaupun rasanya berat sekali, karena di hati Erlan 100% untuk Shelly.
"Kau yang orang ketiga dalam hubunganku! Jelas kau yang harus mundur!" Kali ini, ibu hamil sudah tidak baik mood-nya. Shelly meneriaki Eleonara untuk mundur, sehingga suasana Mansion serasa hampir meledak. Bahkan beberapa pelayan tak nampak berseliweran.
"Kau sudah tau, kan? Aku juga sudah mengajukan perceraian, tapi suamiku melarang. Aku bisa apa? Sekarang, aku menuntut hakku sebagai seorang istri kepadamu, Tuan," Eleonara kekeh pada pendiriannya. Setidaknya dia harus mendapatkan malam pertama dari suaminya.
"Tidak! Aku tidak setuju… Keturunan Harrison harus ada satu saja. Pangeran Harrison harus anakku. Kau tidak bisa menyentuh suamiku!" Shelly terus saja tak mau mengalah.
'Apa yang harus aku lakukan?' batin Erlan gundah gulana.
Erlan tiba-tiba berdiri, hendak melangkah meninggalkan meja makan. Eleonara mencegahnya.
"Tunggu! Aku butuh jawabanmu, Tuan!"
Erlan membalikkan badan dengan wajah yang terlihat sangat marah sekali.
"Sudah berapa ratus kali aku bilang, aku tidak akan menyentuhmu!" jawab Erlan kemudian langsung meninggalkan kedua istrinya.
"Ternyata suamiku pengecut!" teriak Eleonara.
Erlan yang dikatakan sedemikian, langsung berbalik arah mendekati Eleonara. Kemudian dia memegang dagu Eleonara dengan kasar.
"Jaga ucapanmu!" bentak Erlan. Biasanya dia tidak kasar terhadap wanita, hanya mengacuhkannya saja. Tapi kali ini, ucapan Eleonara membuatnya mendidih.
"Ternyata, aku pikir menikah denganmu bisa mendapatkan kebahagiaan. Tapi kenyataannya semua palsu, hanya neraka pernikahan yang kau ciptakan," balas Eleonara yang sudah tidak peduli lagi dengan Erlan. Eleonara hanya manusia biasa yang bisa saja marah dan sakit hati.
"Katakan! Apa maumu?" tanya Erlan berusaha mengambil win-win solusion dari semua masalahnya.
Eleonara sedang memikirkan jawaban yang pas untuk suaminya.
"Aku ingin hamil penerus Harrison!" jawab Eleonara jujur. Setidaknya ketika nanti dia bercerai dengan Erlan, dia bisa hidup berdua dengan anaknya. Eleonara selama ini merasa kesepian.
"Baiklah!" jawab Erlan menyanggupi.
"TIDAK! Erlan, kau jangan tidur dengannya! Aku sedang hamil, Erlan. Aku tak bisa melihatmu tidur dengan wanita lain," Shelly menangis sejadinya. Dia tidak mau Erlan jatuh ke pelukan Eleonara.
Erlan melepaskan tangannya dari dagu Eleonara.
"Aku akan membuatnya hamil setelah anak kita lahir, sayang. Kau tenanglah!" Erlan berusaha menenangkan istri mudanya. Dia tidak ingin terjadi apa-apa pada kandungan istrinya.
"Baiklah, Tuan Erlan. Aku tunggu janji Anda. Aku harap, Anda tidak sedang membohongiku," balas Eleonara yang masih berusaha tenang.
Erlan tak bisa menjawabnya lagi.
bingung gimana jln pikirannya
padahal sdh maju selangkah
dah.... lah ogeb betul padahal isteri sah😏😏😏😏😏😏😏😏
pakai acara balik ke rumah lagi hedeh