Di khianati dan terbunuh oleh orang yang dia cintai, Nada hidup kembali di tubuh seorang gadis kecil yang lemah. Dia terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa?
"Kakak, tolong balaskan dendam ku." Pinta gadis kecil yang namanya hampir sama dengan Nada.
"Hah!! Gimana caranya gue balas dendam? tubuh gue aja lemah kayak gini."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.22
Setelah Rowman keluar, Hana pun ikut merebahkan tubuhnya dan memeluk boneka kesayangannya. Matanya mulai berat dan ikut tertidur di samping Kara, beruntung kasur Hana sangat luas jadi muat untuk mereka berdua.
Dia yang melihat itu pun tersenyum, dan dia keluar dari kamar untuk menyiapkan makan siang.
Satu
Dua
Tiga
Empat dan ...
Kara membuka sedikit matanya, dia melihat situasi dan beruntung aman.
"Huh! Aman, astaga." Kara menghela nafas, lalu turun dengan hati-hati agar tak membangunkan Hana.
Dia menatap meja rias, yang penuh dengan aksesoris milik Hana. Kara pun tersenyum sinis, Nada dan Kara tidak pernah menikmati fasilitas seperti Hana mereka berdua hidup dalam kekurangan.
Kecuali Kara, saat ini karena ada Nada dalam tubuhnya sedikit demi sedikit dia membeli aksesoris, baju dan sepatu cantik yang dulu Kara inginkan.
"Sebentar lagi, ini semua akan jadi milikku. Hana, maaf aku gak mau berbagi." Gumam Kara, dia melirik ke arah Hana dan memutuskan untuk keluar dan menuju kamar yang dulu adalah kamarnya.
Nada masih hafal betul kamar pribadinya, jika tidak salah terhalang dua pintu setelah kamar Hana.
"Nah itu kamar ku." Bisik Kara pelan, dia melirik ke sekeliling memperhatikan sekitar aman.
Saat sampai di depan kamar, dia membuka pintu dan tak di kunci.
"Astaga dasar mereka ceroboh." Kara menggeleng, dengan pelan dia membuka kamar Rowman dan Salsa.
Setelah berhasil masuk, Nada menatap sinis, foto pernikahan Rowman dan Salsa yang tersenyum bahagia.
"Kalian, kalian bahagia saat tubuh ku di biarkan di rumah susun. Kalian menggelar pesta mewah, saat jiwa ku terbelenggu di dunia, kalian berbahagia saat jiwa ku terombang ambing dalam kesendirian." Lirih Nada dengan penuh kebencian, lalu dia tersenyum tak ada waktu untuk bersedih. Dengan cepat, dia masuk ke dalam salah satu ruang dimana brankas berada.
"Semoga gak ganti passwordnya."
Nada pun berdoa dalam hati, berharap surat rumah dan perusahaan ada di dalam. Juga surat penyerahan kuasa yang dulu dia tandatangani secara tak sadar.
"Ya Tuhan." Desis Nada, dia berbinar saat brankas terbuka dengan mudah.
Lagi dan lagi, Rowman tidak mengganti passwordnya dia merasa semua aman. Nada mengusap tumpukan uang, juga sertifikat yang rumah yang berharga. Ada juga perhiasan miliknya yang masih utuh.
"Duh, gimana cara bawa sertifikat rumah ya? Bodoh Rowman, tidak ada cctv disini membuatku jadi leluasa." Kekeh Nada.
Hari ini, dia tidak akan mengambil apapun. Dia memilih cepat keluar, karena takut di cari Hana atau ada yang tiba-tiba masuk Salsa misalkan.
"Kara." Panggil Diana, membuat Kara terkejut.
"M-Mbak, maaf Mbak. Aku gak sengaja masuk kesini, tadi .. tadi aku lihat perempuan masuk sini," kilah Kara, menatap Diana.
"Perempuan? Siapa? Didalam tidak ada siapa-siapa, Kara. Nyonya Salsa pergi keluar sejak pagi," ujar Diana.
"Terus yang tadi aku lihat siapa, Mbak? Aku lihat dia ada didalam, sedang duduk di meja rias." Kara kekeh dengan alasannya, dia tersenyum dengan ekspresi Diana yang mulai ketakutan.
"Sudah Kara ayo." Diana menarik Kara, menjauh dari kamar Rowman. Diam-diam, dia tertawa geli dengan menutup mulutnya.
"Mbak, kenapa takut ya?" goda Kara.
"Hus! Diam, Mbak gak takut cuma ... Cuma." Mata Diana bergerak gelisah, membuat Kara semakin puas mengerjai pengasuh Hana.
"Cuma apa, Mbak? Hati-hati kalo malam ya. Mbak," kekeh Kara, dia pun berlari menuju kamar Hana disusul oleh Diana.
****
Ruang kerja Samudra, dia kini sedang berdiskusi dengan Embun tentang segala kemungkinan kepergian Nada.
"Jadi, menurut kamu kita harus ketemu sama Kara, dulu?" tanya Embun
"Iyaa, karena dia yang pernah di datangi oleh Nada." Balas Samudra.
"Baiklah, kapan kita ketemu Kara. Aku ingin meminta maaf sama dia, karena sudah bersikap gak baik. Sungguh aku gak bermaksud," sesal Embun menggeleng pelan.
"Sudah jangan nangis, aku yakin Kara anak yang baik dan mudah memaafkan." Samudra menepuk pundak Embun.
Embun mengangguk dia mengusap air matanya, demi Nada dia akan melakukan apapun, demi Nada dia akan mencari keadilan untuknya.
"Maafkan aku, Nada. Aku berani karena dulu aku tidak punya keberanian," lirih Embun, menatap foto Nada yang terbingkai indah di meja Samudra.
Samudra berjanji, setelah kasus Nada selesai. Dia akan melamar Embun dengan romantis.
Bersambung...
Maaf typo