Ratu Vs. Selir Tuan Erlan
20 tahun lalu, rumah besar dan mewah ini sempat terlihat sangat menonjol di antara lainnya. Pemiliknya adalah orang kaya yang mempunyai perkebunan sangat luas. Sekarang rumah ini terlihat tidak terawat. Penghuninya adalah sepasang suami istri dan keponakannya. Suami istri ini bukan pemilik aslinya, melainkan adik dari mendiang pemilik rumah. Mereka biasa dipanggil Paman Garvin dan Bibi Carmen.
Paman Garvin berusia 47 tahun, sedangkan Bibi Carmen 45 tahun. Mereka merawat keponakannya sejak berusia 7 tahun. Bibi Carmen adalah adik dari mendiang Nyonya rumah besar ini.
Keponakannya bernama Eleonara. Dia gadis yatim piatu dan sekarang berusia 27 tahun. Dia sangat cantik, memiliki rambut panjang bergelombang, dan perawakan yang proporsional. Namun, sampai sekarang dia belum menikah, bahkan tidak mempunyai seorang kekasih.
Paman dan Bibinya adalah orang yang gila harta. Sejak orang tua Eleonara meninggal, mereka langsung menempati rumah ini dengan dalih akan merawat keponakannya. Mereka merawat keponakannya dengan baik. Namun, mereka selalu memanfaatkan keponakannya untuk mengambil keuntungan pribadi.
"Ele... Dimana kau?" teriak Bibinya yang baru keluar dari kamar.
"Aku di dapur, Bi...," balas Eleonara berteriak.
Bibi Carmen langsung ke dapur. Dia melihat Eleonara sedang menyiapkan sarapan pagi.
"Kau masak apa hari ini?" tanya Bibinya yang berada di belakang Ele.
"Bukannya Bibi meminta daging saus pedas dan kentang rebus?" jawab Eleonara masih berkutat dengan alat memasaknya.
"Iya, kau benar! Ingat, kau tidak boleh memakannya sedikit pun. Jatah makananmu roti, sayuran, buah, dan telur. Jangan makan daging!" pesan Bibinya.
Bibinya selalu melarang Eleonara untuk memakan daging, apalagi ikan. Dengan alasan untuk berhemat! Benar-benar orang yang sangat pelit, bukan?
"Lekas selesaikan! Bibi akan memanggil Pamanmu," ucap Bibi Carmen langsung melenggang pergi ke kamarnya.
Eleonara menyiapkan makanan kemudian meletakkannya di meja makan. Setelah itu, dia kembali ke kamar untuk membersihkan diri.
'Rasanya badanku lengket sekali setelah berkutat dengan alat dapur. Padahal pagi tadi aku juga sudah mandi. Huft, melelahkan!' batin Eleonara.
Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Eleonara keluar kamar untuk melanjutkan pekerjaannya. Dia yang mengerjakan semua pekerjaan rumah. Bibinya hanya tukang memerintah.
Mengenai keuangan, Eleonara memang mendapatkan jatah dari Bibinya, tetapi hanya sedikit dan kadang tidak cukup untuk satu bulan.
"Ele...," panggil Bibinya ketika melihat Eleonara melewati ruang tengah.
"Iya, Bi. Ada apa?" tanya Eleonara mendekat.
"Duduklah! Pamanmu ingin berbicara," jawab Bibi Carmen yang duduk di meja makan.
"Ele... Kau harus tau diri. Kami sudah merawatmu dengan baik sejak orang tuamu meninggal. Sekarang kau harus membalas budi kepada kami," ucap Paman Garvin.
Deg!
Apa yang dimaksud Pamannya? Eleonara nampak belum memahami arah pembicaraan mereka.
"Maksud Paman?" tanya Eleonara dengan raut wajah yang terlihat bingung.
Pamannya mengambil nafas panjang kemudian menghembuskannya. "Jadi begini Ele...," Paman Garvin menjeda ucapannya. "Kau sudah dewasa dan untuk balas budi kepada kami tidaklah susah. Kau harus menuruti semua keinginan kami. Termasuk tentang jodohmu."
Deg!
Apalagi ini? Setelah kehilangan orang tuanya, Eleonara selalu menjadi anak rumahan. Dia dilarang Paman dan Bibinya keluar rumah, kecuali bersekolah. Dia bersekolah sampai tingkat atas dan tidak melanjutkan ke bangku kuliah. Perintah dan larangan Bibinya harus selalu dipatuhi. Jika melanggar, Bibinya tak segan-segan akan menghukumnya.
"Kenapa urusan jodoh harus mengikuti kemauan Paman? Aku ingin memilih jodohku sendiri, Paman," bantah Eleonara yang sudah mulai lelah mengikuti kemauan mereka.
"Ele... Kau harus tau berterima kasih! Sudah untung kami tidak membuangmu," balas Pamannya mulai tampak geram.
"Sudahlah suamiku! Nanti aku yang akan berbicara lagi padanya. Ele, lanjutkan pekerjaanmu!"
Eleonara melangkah ke dapur untuk membereskan alat memasaknya tadi.
Sementara di ruang makan, Paman dan Bibinya masih berkutat dengan rencana mereka.
"Suamiku, aku mau Ele mengikuti semua kemauan kita. Bagaimanapun caranya? Kau tau sendiri 'kan, sekarang kebun hanya tinggal sepetak. Kalau kita tidak segera mencari sumber keuangan baru, maka lambat laun rumah ini juga akan terjual. Lalu, kita akan tinggal dimana?" ucap Bibi Carmen mulai dilanda kebingungan.
"Iya, Carmen. Aku akan mengurusnya, tetapi berikan aku waktu untuk berpikir," ucap Paman Garvin
Dulu perkebunan yang dimiliki tuan rumah sangat luas sekali. Namun, setelah Paman dan Bibinya tinggal di sini, perlahan-lahan perkebunan mulai dijual. Uangnya digunakan untuk kebutuhan Paman Bibinya dan hanya sebagian kecil yang diberikan kepada Eleonara.
Paman Garvin nampak memikirkan sebuah rencana untuk keponakannya. Bagaimana cara mendapatkan uang? Tanpa menjual perkebunan yang tersisa sepetak.
***
Malam hari di kamar, Eleonara sedang menyelesaikan lipatan bajunya yang bertumpuk-tumpuk. Dia sengaja mengeluarkan semua baju yang ada di lemarinya, kemudian di tata ulang.
Tok tok tok.
Pintu kamarnya diketuk, Eleonara belum meresponnya sama sekali. Dia tau pasti Bibinya yang mengetuk.
Tok tok tok.
Ketukan kedua, Eleonara masih mengacuhkannya. Dia merasa lelah atas perlakuan Bibi dan Pamannya.
"ELE... APA KAU TULI?" teriak Bibi Carmen sangat kencang, hingga membuat Eleonara meletakkan lipatan baju di tangannya.
Eleonara berdiri membuka pintu.
"Ada apa, Bi?" jawabnya ketika pintu terbuka.
Bibi Carmen langsung masuk ke kamar Eleonara. Dia tampak sangat kesal terhadap keponakannya dan langsung duduk di kursi dekat bed yang ada di kamar itu.
Eleonara mengekor dari belakang kemudian duduk dihadapan Bibinya.
"Ele, Bibi sudah bilang berulang kali bahwa kau harus menuruti semuanya. Awas jika kau berani macam-macam!" ancam Bibinya.
"Bi, sejak kecil aku selalu menuruti semua kemauan kalian. Tolong... Sekarang bebaskan Ele! Ele ingin hidup seperti orang diluaran sana," ucap Eleonara memelas. Karena selama ini dia hidup bagaikan terpenjara.
"Ele mohon, Bi…," Eleonara memohon dengan mengatupkan kedua tangannya.
"Heleh, kau bisa apa hidup tanpa kami? Lihat saja bahkan kau selalu bergantung pada kami. Apa selama ini kau bekerja? Mendapatkan uang? Tidak, 'kan? Kau hanya bisa disuruh ini dan itu. Kalau kau bisa mandiri itu sangat mustahil!" ejek Bibinya.
'Mana mungkin aku bisa bekerja? Sedangkan untuk keluar rumah saja dilarang,' batin Eleonara.
"Kau mau bebas, 'kan?" Bibi Carmen memberikan penawaran.
Eleonara tampak sangat senang mendengar apa yang diucapkan Bibinya. Seperti panas setahun yang dihapus dengan hujan sehari. Penantian panjangnya akan terjawab.
"Tentu, Bi. Aku ingin lepas," jawab Eleonara semringah.
'Dasar anak tak tahu di untung. Kini saatnya kau harus balas budi!' batin Bibi Carmen.
"Itu tidak gratis, Ele! Selama ini kau sudah menumpang hidup dengan Bibi."
'Menumpang? Bibi Carmen sudah tidak waras. Harusnya dia yang sadar diri. Ini rumah peninggalan orang tuaku, tetapi kenapa seolah aku terkesan hidup menumpang?' batin Eleonara.
"Jadi, aku harus membayar semuanya? Berapa Bi yang harus ku bayar?" Eleonara menantang Bibinya. Niatnya ingin lepas dari Bibinya sangat dinantikan sekali. Karena selama 20 tahun lebih, dia dengan sabar menjalani semua kemauan Paman dan Bibinya itu.
"Ck... Seperti kau punya uang saja. Selama ini siapa yang memberimu uang? Bukankah Paman dan Bibi? Yakin kau mau tau apa syaratnya?" Bibi Carmen mempermainkan Eleonara agar keponakannya itu menuruti kemauannya.
"Iya, Bi. Aku mohon...," balas Eleonara.
"Kau harus menikah dengan pria pilihan Paman. Itu syaratnya!"
Deg!
Eleonara tidak bisa berkata-kata lagi. Sepertinya kebebasannya kali ini hanya sebuah wacana yang tak kunjung terealisasi.
"Baiklah! Terserah Bibi saja," Eleonara akhirnya mengalah.
"Bagus! Pamanmu akan segera mengurusnya," ucap Bibi Carmen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Bidadarinya Sajum Esbelfik
dr Callista aqu mmpir kesini thor
2022-01-29
1
delissaa
aq mampir ka, sebuket kembang untuk ele 🌷
2021-12-19
0
Arzen_V
hais ... sudah numpang, tak tahu diri pula
Keren! Apalagi tulisanmu rapi. Aku nitip cangkir kopi dulu nih
2021-12-02
2