Judul novel : "MY STUDENT IS MY STUPID WIFE
Ini kisah tentang NANA DARYANANI, seorang mahasiswi cantik yang selalu mendapat bullying karna tidak pandai dalam pelajaran apapun. Nana sudah lama diam-diam naksir dosen tampan di kampusnya, sampai suatu hari Nana ketahuan suka sama dosennya sendiri yang membuat geger seisi kampus.
Bagaimana dengan Sang Dosen, apakah dia juga akan menyukai Nana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gabby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DIAM-DIAM MENGAWASIMU
Arin, satu-satu sahabat yang peduli dengan Nana. Setelah tau Nana pingsan, Arin langsung menemui Nana dan Arin melihat Andrean masih setia menemani Nana.
"Nana, aku hampir shock mendengar kamu pingsan." ucapnya memeluk Nana.
"Jangan terlalu berlebihan, aku baik-baik saja." ucap Nana tersenyum.
"Bagaimana kau masih bisa tersenyum, lihatlah kau sangat lemah." kesal Arin pada sahabatnya itu yanh berlagak sok kuat.
"Nana, tidak selemah itu sayang." gurau Nana menghibur Arin, agar Arin tidak terlalu panik berlebihan.
"Ahhh... Nana, aku sangat menyayangimu." Arin kembali memeluk sahabatnya.
"Aku juga menyayangimu, Rin."
"Nana, aku bawakan bubur untukmu."
"Tidak perlu repot-repot Rin."
"Kamu harus memakannya, ini aku ambil sendiri loh dari kantin."
"Oo jadi kau mencurinya lagi?"
Nana menggoda Arin, Arin memang usil diam-diam ngambil makanan di kantin bayarnya selalu belakangan membuat ibu kantin selalu memarahinya.
"Kali ini aku meminta izin lebih dulu Na."
"Benarkah, biasanya juga ambil duluan baru bayar besoknya."
"Ihhh Nana gak percaya banget."
"Jangan merengek Arin sayang, aku percaya kok kamu tidak pernah bohong." rayu Nana.
Aaa.... Nana mengangakan mulutnya alih-alih sudah tidak sabar ingin Arin menyuapinya.
"Eits... biar aku yang suapin Nana." pinta Andrean menghentika Arin yang hendak menyuapi Nana.
"Drean, aku ingin Arin yang menyuapiku, maaf ya." kata Nana lembut.
"Baiklah Na, kalau dia bukan sahabatmu aku tidak akan membiarkannya." gerutu Andrean, Nana dan Arin hanya bisa menertawakannya.
*****
Di ruangan yang sudah tidak asing lagi, seorang pria tengah duduk dikursi kerjanya sambil menopang dagu dengan tangannya, wajahnya cemberut.
Flashback
Tidak jauh dari kampus, Nana berdiri dipinggir jalan sedang menunggu angkutan umum.
"Nana." ujar seorang pria yang selalu menaiki motor setiap pergi ke kampus, yang tak lain adalah Andrean.
"Andrean, kenapa berhenti?" kata Nana sedikit kaget melihat Andrean.
"Bentar lagi hujan, naik yuk ke motorku."
"Duluan aja, aku lagi nungguin..."
"Ayo nanti kamu ke hujanan." Andrean menarik tangan Nana dan memintanya untuk duduk di atas motornya.
"Ok, baiklah tapi lain kali aku tidak akan nebeng lagi." kata Nana sedikit bercanda.
"Tapi kalau aku yang nawarin kamu harus mau." ujar Andrean.
Hessel diam-diam mengamati Nana dan Andrean dari dalam mobilnya.
Hessel mengikuti Andrean yang membonceng Nana ditengah hujan lebat, membuat Hessel merasa agak kesal.
"Dingin-dingin gini enaknya ngapain ya?" kata Andrean.
"Makan bakso anget-anget." ujar Nana.
Andrean pun berhenti di depan warung bakso.
"Kenapa berhenti Drean?"
"Ngebakso dulu yuk Na!" ajaknya.
"Ini sudah sore, aku harus pulang."
"Sebentar doang Na, sambil nunggu hujan reda."
"Emmm... gimana ya?"
"Aku traktir deh..."
Nana pun menerima tawaran Andrean, kebetulan perut Nana juga sedang lapar pas bangetkan hujan-hujan, makan bakso ditraktir lagi.
Andrean berlari sambil memegang tangan Nana, sedangkan dari sisi lain Hessel terus mengawasi mereka.
Andrean selalu bisa membuat Nana tertawa, mereka tampak sepasang muda-mudi yang tengah di mabuk asmara, tapi tidak untuk Nana, Nana selalu memikirkan Hessel meskipun sekarang dia sedang bersama Andrean.
"Kalian sangat serasi." ujar pelayan tokoh mengantarkan pesanan Nana dan Andrean.
"Kamu dengarkan Na, mereka bilang apa." goda Andrean.
"Iya aku dengar kok." Nana bersikap biasa-biasa saja, tapi Andrean dia sangat senang ada orang yang memuji mereka.
"Nana, itu di bibirmu." ujar Andrean melihat Nana makan belepotan.
"Oh, maaf ya." Nana mengambil tissue, tapi Andrean tiba-tiba mengambil sisa makanan langsung dari bibir Nana dengan tangannya.
"Maaf ya Na, aku lancang." sesalnya.
"I-iya tidak apa-apa kok." Nana jadi salah tingkah.
Hessel yang sedari tadi mengawasi mereka hanya bisa menelan salivanya dengan susah payah harus menyaksikan lagi dan lagi Nana bersama Andrean.
Back
Hessel membuka matanya setelah mengingat kejadian kemarin yang membuatnya merasakan rasa sakit yang tak pernah dialaminya sebelumnya.
"Maafkan aku Na, aku tidak tau kenapa aku sangat marah saat melihatmu bersama dengan pria itu, aku tidak senang sampai aku tega menyakitimu hari ini." sesal Hessel bicara pada dirinya sendiri.
"Aku tidak bermaksud menyakitimu, tapi arghhh aku memang sangat bodoh, sekarang aku hanya bisa menyesal melihat penderitaan yang ku berikan padamu."
Laras masuk ke ruangan Hessel tanpa permisi, Laras sudah terbiasa seperti itu masuk tanpa mengetuk lebih dulu itu kebiasaannya dari dulu, bahkan dulu dia sering menerobos masuk saat Hessel berada sendirian di apartemennya.
"Aku dengar kau menghukum si stupid itu?"
"Apa pedulimu?" cetus Hessel memalingkan wajah bahkan dia merasa tidak sudi melihat wanita yang ada di hadapannya sekarang.
"Tentu saja aku sangat peduli, aku memang ingin ada orang yang memberi anak itu pelajaran."
"Kenapa kau sangat membencinya?"
"Aku tidak senang dia selalu bersamamu sayang, kamu itu hanya milikku, kamu tidak akan kepincut sama stupid itu kan?"
"Hah, tentu saja tidak."
"Baguslah, aku tidak senang kamu dekat dengan dia." Laras tiba-tiba memeluk Hessel.
"Lepas Laras." Hessel mendorong tubuh Laras sehingga pelukkannya terlepas.
"Ini kantor, gedung sekolah, kamu seorang dosen, tidak pantas bersikap seperti itu di sini." tegas Hessel.
"Aku hanya ingin memelukmu, apa kamu tidak merindukanku?"
"Laras, lebih baik sekarang kamu keluar, aku ingin sendiri."
"Kamu kenapa sih Hes, kok jadi dingin?"
"Aku bilang keluar..."
"Hes, baik aku tidak akan seperti tadi tapi biarkan aku disini."
"Laras, jangan memaksaku untuk kasar pada wanita."
"Ok, baiklah Hes, aku keluar."
Laras perlahan mundur.
"Cepat keluar...!!!" tegas Hessel dengan nada tinggi.
Laras pun keluar dengan rasa kecewa, dia tidak berhasil mendekati Hessel.