Dalam Sekuel kedua mengisahkan tentang lika-liku kehidupan Khaira Althafunnisa putri Hani dan Faiq dalam menemukan cinta sejati. Khaira telah menetapkan hatinya pada Abbas, seorang lelaki sederhana yang telah menggenggam hatinya sejak awal. Dengan kepergian Abbas meyakinkan Khaira bahwa mereka akan sehidup sesurga, hingga ia menutup hatinya untuk siapa pun yang mencoba mendekati dan meminangnya. Alexsander Ivandra seorang Ceo New Star Corp., tidak percaya yang namanya cinta sejati. Setelah diselingkuhi Sandra, kekasihnya yang seorang artis juga model termahal yang merupakan artis dibawah naungan manajemen artis miliknya, sulit bagi Ivan untuk mempercayai seorang wanita, hingga akhirnya pertemuan pertama hingga kesekian kali dengan Khaira membuat Ivan merasakan ada yang berbeda. Mampukah Ivan menaklukkan hati Khaira yang terlanjur membeku untuk memulai hubungan baru dengan seorang pria. Bagaimana cara Ivan untuk membuktikan bahwa perasaannya benar-benar tulus, bukan sekedar cinta biasa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Malam ini Adi dan Helen sudah bersiap untuk pergi ke resepsi pernikahan sepupu Fery. Ia hampir saja melupakan undangan itu, untung saja Fery menelponnya. Dengan memakai tuxedo penampilan Adi semakin menawan. Helen menggunakan gaun onepiece berwarna kuning membuat penampilannya sempurna. Adi dengan bangga menggandeng istrinya menuju hotel yang membuatnya mengingat kembali pertemuan dengan Hani dua hari yang lalu.
Sementara itu Hani dan Gigi sedang berbincang dengan serius. Saat ini ia menggunakan gamis brokat warna maron. Penampilannnya begitu anggun dan cantik sempurna. Gigi beberapa kali memuji penampilannya.
“Lo cantik malam ini, Han.” Pujinya tulus, “Kalo ada yang naksir langsung bungkus. Nggak usah tunggu lama-lama.” Ia sendiri menggunakan pakaian seragam yang sudah dipesan pihak mempelai untuk kedua belah pihak keluarga.
Hani tertawa kecil, “Emang kantong kresek.” Ia mencubit lengan Gigi. “Nggak semudah itu juga kali.”
“Aduh sakit tau.” Gigi mengelus lengannya yang habis dicubit Hani sambil manyun.
Faiq yang berjalan berdampingan dengan kedua orangtuanya melihat bayangan Hani yang masih berbicara dengan Gigi. Ia memberi tanda kepada orangtuanya untuk ke atas pelaminan terlebih dahulu, karena ia akan menghampiri Hani.
“Sendirian aja?” ia berbisik pada Hani tanpa terdengar Gigi.
“Wah, kebetulan yang ditunggu udah datang.” Gigi bersorak girang, “Langsung bungkus, bang.” Ia memainkan mata pada Faiq membuat Hani dongkol.
Fery yang masih berbicara dengan rekan kerjanya kini berjalan menghampiri mereka, “Yang, ke pelaminan yok. Kebetulan Hani juga udah ketemu pasangan.” sela Fery santai.
Mendengar ucapan absurd pasangan suami istri itu, Faiq hanya tersenyum bahagia, sementara Hani semakin kesal memelototkan matanya pada Gigi, yang dibalas Gigi dengan lambaian tangannya mengikuti langkah Fery.
“Aku titip temanku ya. Kalau perlu bungkus aja buat bantal guling di rumah. Tapi jangan lupa, sah in dulu…” bisik Gigi pada Faiq.
Faiq dan Hani terdiam beberapa saat. Mata keduanya saling bertatapan, tapi dengan cepat Hani membuang muka. Ia merasa tidak percaya diri dengan kondisi seperti ini. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka dengan suasana yang hening tanpa suara. Faiq menghela nafas sesaat. Ia tak boleh menunggu terlalu lama. Sudah cukup satu tahun lebih ia menanti.
“Aku senang bisa bersamamu malam ini.” Faiq mulai membuka suara. “Aku serius dengan apa yang kuucapkan kemaren. Sekali aku berkata, tidak mudah aku tarik kembali. Camkan itu.”
Hani terkejut mendengar ucapan Faiq. Ia membalas tatapan Faiq yang lembut penuh arti. Keduanya kembali bertatapan. Hani tak ingin berspekulasi, “Apa maksud tuan Faiq?”
“Aku serius dengan ucapanku. Aku ingin mengenalmu dan anak-anakmu lebih dekat. Dan menjadi ayah bagi mereka bertiga.”
Hani tertunduk sedih. Apa yang harus ia ucapkan, disaat ayah putra putrinya tidak menginginkan kehadiran mereka, tiba-tiba ada lelaki yang ingin mengulurkan tangan pada mereka.
“Aku bukanlah orang yang tepat untuk anda…”
“Kamu tidak boleh memvonis diri sendiri, Rara. Aku berkata dengan sungguh-sungguh.”
Hani terkesiap mendengar panggilan Faiq untuknya. Mengingatkan ia akan almarhum ayah yang memanggilnya dengan sebutan Rara. Matanya berkabut mengingat nasibnya dan ketiga buah hatinya. Hani menelan ludah dengan getir.
“Percayalah. Tidak semua laki-laki itu jahat. Aku sayang pada Sasya. Tidak bisakah kau membuka hatimu. Aku akan melindungimu dan anak-anak.” Faiq berkata dengan tulus. “Perasaan ini sudah ada sejak aku memutus perkara perceraianmu setahun yang lalu.”
Hani terkejut mendengar pengakuan Faiq. Lelaki tampan dengan wajah blasteran arab itu berkata dengan sungguh-sungguh, membuat perasaan Hani menjadi gundah. Ia menunduk, tidak mampu membalas tatapan mata Faiq yang begitu lembut penuh kasih memandang ke arahnya.
Adi yang baru datang terpaku melihat kedekatan Hani dan Faiq yang mengobrol hanya berdua. Tatapannya tak bergeser sedikitpun, “Apakah ada hubungan serius antara keduanya?” batin Adi lirih. Rasa kekecewaan sekilas muncul dihatinya.
“Wah, lihat mantanmu. Pandai juga dia mencari mangsa.” Sindir Helen. Ia tidak senang melihat tatapan Adi yang tak berkedip memandang Hani dan Faiq yang hanya berjarak 6 meter dari mereka, “Apa ia tidak jadi menikah dengan selingkuhannya?”
“Sudahlah. Aku tidak ingin kita bertengkar. Lebih baik kita memberi selamat pada sepupu Fery.” Adi tidak ingin mengomentari ucapan Helen. Ia sudah lelah seharian bekerja ditambah lagi kelakuan Helen yang kasar dan tidak pernah berlaku lembut terhadapnya membuat Adi lelah. Kalau saja Helen tidak sedang mengandung anaknya, entah apa yang bakal terjadi.
Mata Adi terpaku melihat sepasang pengantin. Ia memandang pengantin lelaki dengan seksama. Pikirannya bekerja cepat, rasanya ia mengenal lelaki yang kini berada di pelaminan itu. Setelah bersalaman dengan kedua mempelai ia langsung turun dari pelaminan. Di bawah sudah menunggu Fery dan Gigi.
“Akhirnya kau datang juga, boss besar.” Ujar Fery menyambut keduanya. Dengan tertawa lebar ia menyalami Adi dan Helen bergantian. “Terima kasih atas kehadiranmu pada resepsi sepupuku Caca dan Ammar.”
Tiba-tiba ingatan Adi kembali. Bukankah lelaki yang ada di pelaminan itu yang telah berselingkuh dengan Hani sehingga mereka bercerai? Matanya melirik ke pelaminan dan melihat Hani beserta Faiq yang berdampingan memberikan selamat kepada kedua mempelai.
“Mana putrimu?” tiba-tiba pertanyaan itu keluar dari mulut Adi. Ia merindukan bocah mungil yang telah mengikat hatinya secara diam-diam.
“Nggak mungkinlah aku membawanya malam-malam begini. Nggak bagus angin malam untuk anak kecil.” Jawab Fery lugas.
“Han, sini gabung?” Gigi melambai pada Hani dan Faiq yang barusan turun dari pelaminan. Ia senang melihat kebersamaan Hani dan Faiq, “Awal yang baik.” Bisiknya pada Fery yang dibalas Fery dengan anggukan.
Adi mencoba mengungkit Fery, “Bukankah lelaki itu ada hubungan dengan perempuan yang barusan turun?” Adi masih menyembunyikan fakta tentang Hani pada Fery.
“Jangan sembarangan, bro. Mereka itu berteman akrab sejak SMA termasuk istriku.” Fery berkata pelan. “Kau tau, Hani dituduh suaminya berselingkuh dengan Ammar yang kini menikahi sepupuku, hingga ia menjanda di usia muda. Padahal Ammar sudah bertunangan dengan Caca selama tiga tahun.”
“Deg.” Tiba-tiba jantung Adi terasa dihantam balok besar mengetahui kebenarannya. Ia melirik Helen yang tak mempedulikan percakapan mereka, malah asyik berselancar di medsos dengan geng sosialitanya.
Hani dan Faiq menghampiri mereka berempat yang duduk di kursi tamu VIP. Faiq segera menjabat tangan yang laki-laki dan menangkupkan kedua tangan saat berhadapan dengan Helen dan Gigi.
Helen tampak tidak senang dengan kehadiran Hani. Ia tidak menyangka perubahan Hani yang begitu anggun dengan penampilan syar’inya, tidak ada lagi kekakuan dan kesan udik yang ditampilkan Hani, ia begitu santai tanpa beban saat berhadapan dengan mereka. Hani dan Gigi asyik berbincang tanpa mempedulikan keberadaan Helen.
“Eh, kamu pantas lho pasangan dengan tuan Faiq.” Bisik Gigi lirih yang hanya mereka berdua mendengarnya. “Aku yakin, dia bukan laki-laki sembarangan. Lihat saja penampilannya sangat berkelas.”
Hani menatap Faiq sekilas, yang kebetulan saat itu Faiq juga memandangnya dengan menyunggingkan senyum penuh pesona, yang dibalas Hani dengan senyum tipis. “Aku nggak pantas berhubungan dengannya. Dia masih bujangan, sedangkan aku…”
“Siapa bilang? Lo itu masih muda.” Gigi berusaha menyemangatinya. ”Walaupun dia hanya seorang aparatur negara ku yakin ia mampu membiayai kalian. Cobalah sekarang buka hatimu, jangan biarkan luka lalu mengganggu masa depanmu dan anak-anak…”
“Aku tidak mempermasalahkan apapun pekerjaannya. Hanya saja aku belum siap untuk berkomitmen…” tanpa sengaja pandangan Hani bersirobak dengan Adi yang tak berkedip memandangnya. Ia langsung membuang muka. Tidak ada yang tahu bahwa mantan suaminya adalah Aditama yang kini duduk hanya terpisahkan 4 kursi darinya.
Fery sesekali menatap Adi yang sering mencuri pandang pada Hani yang duduk berseberangan dengan mereka. Faiq mengetahui hal itu, tapi ia pura-pura membicarakan bisnis dengan Fery.
Adi tidak tau apa yang terjadi dengan hatinya. Ia benar-benar tidak senang melihat lelaki lain yang tampak sangat dekat dan akrab dengan mantan istrinya.
Tuan Darmawan dan Marisa penasaran melihat Faiq yang duduk berdampingan dengan seorang perempuan yang bergamis sangat anggun dan menarik. Keduanya segera menghampiri meja yang kini sudah penuh terisi.
Melihat kehadiran kedua orangtuanya Faiq sigap berdiri, “Rara, aku ingin memperkenalkan kamu pada kedua orang tuaku.”
Hani terkesiap mendengar kata-kata Faiq. Ia tidak menyangka akan secepat ini bertemu kedua orangtua Faiq. Ia sendiri belum menyiapkan hati. Terpaksa Hani menuruti keinginan Faiq. Ia memutar badannya mengikuti arahan Faiq. Hani terkejut melihat perempuan yang berada di hadapannya.
Dengan cepat ia bangkit dari kursi dan menghampiri keduanya, “Ibu…” ia berkata lirih dan menerima pelukan Marisa dengan penuh keharuan.
“Eh, Raraku sayang. Ibu senang bertemu kembali denganmu.” Marisa mengusap bahunya dengan penuh kasih sayang.
Kini Faiq dan Darmawan terkejut mengetahui bahwa kedua perempuan itu sudah saling mengenal dan berpelukan dengan hangat. Senyum cerah seketika tergambar di wajah tampan Faiq yang bisa dilihat siapapun.
“Wah, kelihatannya nggak lama lagi bakal ada yang nyusul nih.” Gigi berkata pelan membuat Fery tersenyum dan bangkit turut menyalami kedua orangtua Faiq dengan santun.
“Apa kabar tuan Darmawan, Nyonya…” sapa Fery dengan hormat.
“Panggil om dan tante saja.” sela Marisa cepat.
Adi yang menyaksikan peristiwa itu merasa hatinya seperti diremas-remas. Betapa mantan istrinya banyak mendapatkan perhatian dari orang yang notabene bukan keluarganya. Ia pun kini bangkit dari kursi, karena merasa tidak sopan jika tidak menyapa keduanya. Ia tak mempedulikan Helen yang sibuk dengan ponselnya.
“Selamat malam om, tante …” Adi menyalami keduanya bergantian. Tatapannya beralih pada Hani yang berdiri di samping Faiq. Hanya Gigi yang tidak menyadari tatapan penuh arti yang ditunjukkan Adi pada Hani.
“Mas, pulang yok.” Helen merasa gerah menyaksikan pemandangan di depannya. Ia tidak senang melihat orang begitu memperhatikan Hani mantan madunya. Ditambah lagi Adi yang sering mencuri pandang ke arah Hani, membuatnya semakin dongkol.
Dengan berat hati Adi mengikuti langkah Helen, setelah berpamitan dengan Fery serta Darmawan dan Faiq, ia segera meninggalkan ballroom hotel megah itu. Ia masih memikirkan hubungan antara Hani dan Faiq yang merupakan salah satu klien pentingnya di perusahaan. Dari pengamatannya barusan, ia yakin ada hubungan serius antara keduanya.
Gigi merasa bahagia melihat keakraban yang terjadi antara keluarga Faiq dan Hani. Mereka mengobrol dengan lancar seputar usaha dan kehidupan mereka sehari-hari. Tak lupa Marisa menanyakan kabar si kembar dan si mungil, membuat Gigi melongo. Ia sudah melewati beberapa fase tentang kedekatan Marisa dan putra-putri Hani.
❤❤❤❤
almarhum Adi, Tariq ,Hani ,pastinya bahagia
❤❤❤❤