NovelToon NovelToon
Naugthy My Prince

Naugthy My Prince

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Bad Boy / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Penulismalam4

Prince play boy tingkat dewa yang sudah terkenal dengan ketampan nya, cukup dengan lirikan nya mampu membuat para kaum hawa menjerit histeris meminta Prince untuk menikahi mereka.

Suatu hari Prince mendapatkan tantangan untuk memacari siswi terjelek disekolah nya selama seminggu, namun jika ia menolak hukuman yang harus ia terima yaitu memutuskan semua pacar nya yang sudah tidak terhitung jumlah nya.
Prince mau tak mau menerima tantangan teman nya yaitu memacari adik kelas nya yang di cap siswi terjelek disekolah.

Berniat untuk mempermainkan adik kelas nya, Prince justru terjebak oleh permainan nya sendiri.

bagaimana kelanjutan nya, langsung cek sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penulismalam4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Arkan Aneh

Matahari masuk menembus jendela, sinarnya menyapu perlahan wajah Margaret. Ia mengerjapkan mata pelan, membiarkan cahaya pagi menyambut kesadarannya. Hal pertama yang ia lihat adalah Prince, masih tertidur di sebelahnya, dengan wajah damai yang jarang sekali ia lihat.

Margaret tersenyum kecil, jemarinya terulur lembut mengusap pipi Prince, lalu turun menyentuh dadanya yang telanjang—dada yang penuh tato, namun di antaranya ada satu yang paling berarti: namanya sendiri.

Ia menelusuri huruf demi huruf ukiran nama itu, jari-jarinya pelan, seolah menyentuh sesuatu yang suci.

“Kenapa lo segininya…” gumamnya nyaris tak terdengar.

Prince mengerang pelan, matanya perlahan terbuka. Ia tampak sedikit mengantuk, tapi begitu melihat Margaret sedang menatapnya, senyum langsung mengembang di wajahnya.

“Pagi, Yang…” suaranya berat dan serak.

“Pagi…” jawab Margaret pelan.

Mereka saling menatap dalam diam. Hanya suara jam dinding dan detak jam biologis mereka yang terdengar. Tak ada kata-kata berlebihan, tapi kehangatan di antara mereka seolah membungkus pagi itu menjadi milik mereka berdua.

“Lo ngelihatin gue kayak gitu, kenapa? Gue ganteng banget ya pagi-pagi?” goda Prince sambil tersenyum lebar.

Margaret mencubit perutnya pelan. “Sombong.”

Prince tertawa, lalu menarik Margaret mendekat dan memeluknya. Mereka berdua kini saling membalut tubuh masing-masing dengan kehangatan yang lebih dari cukup untuk menggantikan selimut manapun.

“Gue suka pagi kayak gini,” bisik Prince sambil menempelkan dagunya di puncak kepala Margaret. “Gue bangun, dan lo ada.”

Margaret diam sebentar, lalu menjawab pelan, “Gue juga.”

Mereka tak bicara banyak lagi. Tak perlu. Karena kadang, cinta tak butuh banyak kata—hanya perlu kehadiran, dan ketenangan.

Prince mengusap punggung Margaret perlahan. “Kalau lo capek nanti, cerita ke gue ya. Jangan dipendam.”

Margaret mengangguk kecil. “Kalau lo juga.”

Prince mengangkat wajahnya, menatap Margaret dalam-dalam. “Gue sayang lo.”

Margaret menatap balik, dan tersenyum—senyum yang tulus dan jujur. “Gue juga, sayang lo.”

Lalu Prince mencium keningnya. Lembut. Lama.

Dan pagi itu, dunia di luar boleh ribut, penuh gosip, penuh tanya. Tapi di ruangan itu, hanya ada dua orang yang saling menjaga, dengan cinta yang diam-diam tumbuh dalam luka.

_______________

Margaret dan Prince berjalan bergandengan menuju kelas Margaret, begitu sampai Prince menangkup wajah Margaret. "Istirahat Gue jemput" ujar Prince, Margaret tersenyum dan mengangguk. Prince meninggalkan kelas Margaret dan pergi ke kelas nya, Margaret masuk kedalam kelas nya dan langsung di sambut teriakan membahana sahabat nya Karin

“WOOOOOY!!!” teriak Karin sambil berdiri dari kursinya.

Margaret terkesiap. “Apa sih, Rin!”

“CEWEK GILA INI DATANG DENGAN PACAR PALING DICARI SEKOLAH!, BRENGSEK!” teriak Karin dramatis.

Tak mendapat respon dari Margaret, Karin menatap nya dalam diam.

“Tumben gak drama hari ini?” tanya Karin, mengedip satu mata.

Margaret duduk di sebelahnya dan menggeleng sambil mengeluarkan buku pelajaran.

“Gue lagi pengin hari-hari yang damai, Rin,” jawab Margaret tenang.

“Prince udah gak dramain Lo lagi?” tanya Karin setengah bercanda, tapi suaranya lembut, tak bernada menggoda seperti biasanya.

Margaret tersenyum tipis. “Masih… tapi sekarang dramanya bukan yang bikin capek. Lebih kayak... nyebelin manja, ngerti gak?”

Karin terkekeh pelan. “Paham. Prince emang kalau udah sayang, ya gitu banget. Kadang suka posesif, kadang kayak anak kecil. Tapi... dia berubah banyak setelah sama lo, Mar.”

Margaret menatap Karin. “Dia yang banyak berubah, tapi gue juga jadi belajar banyak. Rasanya... gak ada tempat yang lebih tenang dari pelukan dia.”

Karin terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. “Gue seneng lo bisa ngomong kayak gitu.”

Suasana di antara mereka tenang. Tak ada tatapan mencurigakan, tak ada desas-desus mengganggu. Hanya ada dua sahabat yang saling memahami di tengah kelas yang perlahan mulai diisi suara pelajaran.

Margaret memejamkan mata sejenak. Ini hari yang biasa. Tapi untuk pertama kalinya sejak lama... dia merasa benar-benar tenang.

__________

Jam istirahat pun tiba. Bel tanda istirahat baru saja berbunyi saat Karin menyenggol pelan bahu Margaret yang sedang menutup bukunya.

“Tuh, jemputan lo udah dateng,” bisik Karin sambil mengarahkan dagunya ke pintu.

Margaret menoleh—dan benar saja, Prince sudah berdiri di ambang pintu kelas dengan tangan di saku dan senyum kecil yang cuma ditujukan untuk satu orang. Tatapan matanya hangat, tenang, dan penuh makna.

“Gue duluan, ya,” ujar Margaret lirih ke Karin.

Karin mengangguk dan tersenyum. “Jangan lupa balik, jangan ngilang-ngilang lagi kayak waktu itu.”

Margaret tertawa kecil lalu berdiri menghampiri Prince. Begitu ia keluar kelas, Prince langsung menyodorkan tangannya.

“Yuk.”

Margaret meraih tangan itu tanpa ragu. Genggaman mereka erat, nyaman, seperti dua keping puzzle yang cocok satu sama lain.

Mereka berjalan di lorong sekolah yang mulai ramai, tapi seakan dunia hanya milik berdua. Suara-suara di sekitar seperti melebur menjadi latar samar.

Mereka sampai di Kantin dan berjalan menuju meja pojok belakang, dimana teman-teman prince ada disana, Andrew, Bian, Gio dan Arkan sudah ada disana.

Ngomong-ngomong soal Arkan, pemuda imut itu sesekali melirik ke arah Margaret. Tatapannya tampak datar dan dalam, terlalu tenang untuk sekadar rasa penasaran biasa. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ada di pikirannya. Senyumnya manis, sopan, dan wajahnya tetap menampilkan ekspresi hangat seperti biasa—tapi ada sesuatu yang berbeda di balik matanya.

Margaret sempat menangkap tatapan itu. Bukan karena dia merasa diintimidasi, tapi lebih karena tatapan itu... terlalu lama. Terlalu fokus.

“Arkan, lo kenapa liatin Margaret terus?” celetuk Andrew sambil mengunyah potongan bakwan.

Arkan tersentak kecil lalu tertawa pendek, seperti biasa. “Nggak, cuma lagi mikir aja. Margaret beda sekarang. Lebih ceria.”

“Lagi jatuh cinta dia,” timpal Gio, membuat semua di meja ikut tertawa, termasuk Margaret yang tersipu.

Prince hanya mengangkat satu alis ke arah Arkan, ekspresinya sulit dibaca. Tapi dia tetap menggenggam tangan Margaret di bawah meja, seolah memberi tanda bahwa dia tak akan membiarkan siapa pun menyentuh apa yang sudah menjadi miliknya.

Arkan mengalihkan pandangannya. Dia menyendok es krim dalam gelas plastiknya dengan gerakan lambat, lalu berkata pelan, “Cinta kadang bikin orang jadi lupa siapa dirinya, ya.”

Ucapan itu menggantung di udara. Suasana sempat hening sepersekian detik sebelum akhirnya Gio mengalihkan topik dan mengajak mereka membahas rencana study tour.

Namun, Margaret masih menyimpan kalimat Arkan di dalam benaknya. Ada nada aneh dalam kata-kata itu, seperti seseorang yang menyimpan luka lama… atau rahasia gelap.

Setelah makan siang selesai, dan semua bersiap kembali ke kelas, Margaret menoleh sebentar ke arah Arkan yang masih duduk di meja, menatap ke luar jendela dengan senyum samar.

"Aneh," gumam Margaret dalam hati. Ia menggenggam tangan Prince lebih erat.

Dan meski hari itu berjalan biasa saja di permukaan, Margaret tak tahu bahwa Arkan—pemuda yang tampak manis dan pendiam itu—menyimpan sesuatu yang akan mengubah segalanya.

1
Faulinsa
apakah Arkan malaikat pencabut nyawa? duh..
penulismalam4: Duh,bahaya ni
total 1 replies
Faulinsa
Arkan tu kayak cenayang gitu kah Thor? kok tahu masa depan??
Shintaa Purnomo
lumayan bagus, tetap semangat karna menulis dan merangkai sebuah cerita itu sulit
penulismalam4: iya, makasih ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!