Bismillah karya baru,
Sudah tiga tahun Elyana menikah dengan Excel Damara, seorang Perwira menengah Angkatan Darat berpangkat Kapten, karena perjodohan.
Pernikahan itu dikaruniai seorang putri cantik yang kini berusia 2,5 tahun. Elyana merasa bahagia dengan pernikahan itu, meskipun sikap Kapten Excel begitu dingin. Namun, rasa cinta mengalahkan segalanya, sehingga Elyana tidak sadar bahwa yang dicintai Kapten Excel bukanlah dirinya.
Apakah Elyana akan bertahan dengan pernikahan ini atas nama cinta, sementara Excel mencintai perempuan lain?
Yuk kepoin kisahnya di sini, dalam judul "Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten"
WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Penemuan Foto Dan Sebuah Insiden
Beberapa buah foto ukuran 4x6 milik Excel, dan sebuah foto masih ukuran sama, tapi berdua dengan seorang perempuan ditemukan dalam saku kemeja Excel. Foto perempuan itu usianya ditaksir lebih tua dari Elyana dan lebih muda sedikit dari Excel. Kedua foto itu masih terbungkus rapi oleh plastik transparan. Sepertinya masih baru.
Elyana menatap lekat foto Excel yang berdua dengan seorang perempuan. Perempuan itu berkalung alat kesehatan. Elyana bisa menyimpulkan bahwa perempuan itu seorang tenaga kesehatan. Posisi foto itu sangat dekat dan erat, bahkan mereka berpelukan. Sehingga membuat jantung Elyana berdebar seketika.
Elyana masih menatap foto itu dengan hati yang rontok, tubuhnya lemas, peredaran darahnya seakan berhenti. Tidak mungkin foto itu foto biasa, sebab posisi mereka saja begitu dekat. Terlihat sebuah senyuman dari keduanya, mereka sangat bahagia.
"Apakah mereka ada hubungan?" batinnya lemah. Elyana tiba-tiba meneteskan air mata, dia begitu sedih dan hancur.
Suami yang selama ini dia cintai sepenuh hati, tapi di belakangnya begitu tega berkhianat. "Kenapa kamu lakukan ini, Mas? Kamu tega mengkhianati ketulusan cinta aku?"
Elyana masih meratap pilu, menangis tanpa suara, sebab ia berusaha menahannya agar tidak didengar sang putri yang masih anteng bermain boneka.
Perempuan di foto itu seorang tenaga kesehatan. Apabila dibandingkan dengan dirinya yang bukan siapa-siapa, jelas jauh berbeda. Selama ini Elyana menduga kalau Excel mencintainya di balik sikap datarnya. Namun penemuan foto itu perlahan menyadarkannya, bahwa hati Excel bukan untuknya.
Melihat Nada yang anteng, Elyana berlari kecil menuju kamar mandi, ia tidak kuasa menahan tangis yang memaksanya untuk jatuh ke permukaan pipi.
Tangis Elyana seketika pecah di dalam kamar mandi. Dia benar-benar hancur dan merasakan hatinya bagai disayat, serta berdenyut sangat nyeri hanya karena melihat foto Excel bersanding mesra dengan seorang tenaga kesehatan.
"Hiks, hiks." Isak tangis dan suara keran yang sengaja Elyana nyalakan untuk menyamarkan tangisannya, berlomba saling bercucuran. Demi apapun Elyana baru kali ini merasakan sakit hati atas perlakuan Excel.
Selama ini Excel tidak pernah membentak atau melakukan kekerasan secara fisik terhadapnya. Namun, foto suaminya bersama seorang perempuan yang diduganya tenaga kesehatan, membuat Elyana sakit yang luar biasa.
"Kenapa kamu lakukan ini padaku, Mas, apa salahku?" gumam Elyana bertanya sembari menatap cermin di dalam kamar mandi itu. Air mata masih turun tidak terkendali.
"Apa kurang aku selama ini, aku tidak pernah menuntutmu, minta ini atau itu. Bahkan aku sudah patuh dan menurut padamu, tidak pernah mencampuri urusanmu atau bertanya tentang ini itu, hanya karena semata aku sangat mempercayaimu. Apa kurangnya aku, Mas? Aku sudah mencintai dan menghormati kamu sebagai kepala rumah tangga di dalam rumah tangga ini, tapi kenapa kamu balas seperti ini?"
Elyana kembali terisak seraya melempar satu per satu botol pencuci muka di atas wastafel ke lantai kamar mandi sehingga berantakan, bahkan isinya ada yang tumpah dan keluar. Elyana seakan menumpahkan kecewanya di sana.
"Apa salah aku Mas, apaaaaa?" Teriaknya disertai hentakan telapak tangan di atas wastafel. Rasa sakit akibat hentakan itu sama sekali tidak ia rasakan, kalah oleh rasa sakit hati yang kini ia rasakan.
Tangisan itu perlahan mulai reda. Namun isaknya tetap ada. Elyana kembali menatap cermin, dia menyelami apa sebenarnya yang kurang dalam dirinya sehingga Excel berpaling.
"Aku tahu. Aku tahu sekarang, Mas. Aku memang tidak ada apa-apanya dengan perempuan di foto itu. Aku banyak kekurangan. Jadi, pantas saja kamu memilih dia dibanding aku yang bukan siapa-siapa." Elyana menyadari kekurangannya.
Jika dibandingkan dengan perempuan di foto itu, memang Elyana jauh. Elyana hanya seorang ibu ruma tangga biasa, sedangkan perempuan itu seorang tenaga kesehatan.
Elyana tertawa getir di cermin, dia merasa tercabik bahwa kekurangan justru membuat Excel lari darinya. "Mungkin saat ini kamu bosan dengan aku, Mas. Aku bukan seorang istri yang patut kamu banggakan. Tapi, kenapa kamu tega lukai hatiku hanya gara-gara aku bukan siapa-siapa, bukan wanita karir seperti perempuan di dalam foto itu. Akhhhhh." Elyana melempar semua yang ada di atas meja wastafel sampai tidak tersisa dengan marah dan kecewa yang dalam.
Kurang lebih lima belas menit, Elyana perlahan reda dari tangisan. Di langsung tersadar bahwa di dalam kamar ada Nada yang sedang main boneka.
Elyana segera membasuh wajahnya lalu menyekanya dengan handuk. Dia mematikan keran air, lalu keluar dari kamar mandi.
Di dalam kamar, Elyana dikejutkan oleh Nada yang menangis dengan posisi tubuhnya tengkurap di lantai di bawah kasurnya. Elyana segera berlari menghampiri putri kecilnya.
"Sayang. Kamu kenapa, Nak?" rangkul panik lalu dipeluknya.
Tangis Nada belum reda, dia justru semakin keras menangis dalam dekapan Elyana sembari tangannya meraba jidatnya seperti kesakitan.
"Ya Allah, Nak. Kamu terjatuh, jidatmu biru?" Elyana seketika panik. Dia berusaha menghentikan tangisan sang putri. Elyana seketika takut, takut kalau ketahuan Excel pasti akan marah.
"Ya Allah, cobaan apa ini? Baru saja hamba menemukan foto Mas Excel bersama perempuan, lalu kini Nada jatuh," Batin Elyana sedih.
"Sayang, maafkan mama. Mama tidak bermaksud mengabaikan Nada. Sudah, ya. Mama sayang Nada, anak baik mama," bujuk Elyana seraya memeluk erat sang putri.
Setelah tangisan Nada mereda, Elyana buru-buru mencari krim pereda nyeri, untuk meredakan nyeri di jidat Nada, seraya berharap lebam di jidat sang putri cepat menghilang agar tidak ketahuan Excel.
Lama-kelamaan, Nada pun tertidur. Sepertinya Nada lelah karena menangis yang lumayan lama. Elyana berpikir, sepertinya tadi sang putri mencarinya, tapi tidak ada. Elyana merasa sangat bersalah atas kejadian yang menimpa putri tercintanya.
Sekarang bagaimana caranya supaya luka lebam di dahi Nada tidak terlihat oleh Excel saat pulang nanti. "Bagaimana aku bisa menyembunyikan lebam di dahi Nada?" gumamnya bingung.
Sorenya sekitar jam lima, mobil Excel sudah terdengar di depan rumah. Hati Elyana semakin ciut dan takut, jika dahi Nada bisa ketahuan Excel.
Langkah kaki Excel sudah mulai terdengar. Dengan berpura-pura tegar, Elyana menyambutnya seperti biasa. Meraih tangannya lalu mencium seperti biasa.
Tanpa suara atau sapa, Excel segera berlalu menuju kamar. Elyana was-was kepulangan Excel diketahui Nada yang kini sedang berada di dapur bersama Bi Ocoh.
"Mana anakku?" tanya Excel. Jantung Elyana kembali berdetak kencang, dia yakin pasti ketahuan. Bukan itu saja, pertanyaan mana anakku yang dilontarkan Excel barusan, kini benar-benar bagai sayatan pisau yang mengenai kulitnya ditetesi air perasan limau, terasa perih sekaligus sakit. Padahal biasanya Excel memang seperti itu.
Elyana sadar, selama ini Excel bertahan hanya karena ada Nada. Dan Elyana baru menyadarinya hari ini setelah penemuan foto Excel bersama perempuan berkalung alat kesehatan.
"Papaaaa." Jeritan sang putri yang muncul dari dapur membuat jantung Elyana semakin berdebar dan bahkan rasanya seakan copot saja.