NovelToon NovelToon
Pembalasan Istri Tersiksa

Pembalasan Istri Tersiksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Menantu Pria/matrilokal / Penyesalan Suami / Selingkuh / Dijodohkan Orang Tua / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: BI STORY

MONSTER KEJAM itulah yang Rahayu pikirkan tentang Andika, suaminya yang tampan namun red flag habis-habisan, tukang pukul kasar, dan ahli sandiwara. Ketika maut hampir saja merenggut nyawa Rahayu di sebuah puncak, Rahayu diselamatkan oleh seseorang yang akan membantunya membalas orang-orang yang selama ini menginjak-injak dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rahayu Semakin Menderita

​Tawa Bu Citra masih berdenging di telinga Rahayu, sebuah suara yang dulu ia anggap sebagai suara seorang ibu yang bijaksana, kini bertransformasi menjadi pekikan burung pemangsa. Ruangan itu terasa semakin menyempit saat langkah kaki Andika kembali masuk, menutup pintu dengan bunyi klik yang final.

​"Ibu benar," suara Andika menyahut, ada nada kekaguman yang menjijikkan dalam suaranya.

"Tanpa rencana Ibu untuk memalsukan surat medis itu, Pak Rio pasti sudah mengerahkan seluruh detektif swastanya. Sekarang, orang tua bangka itu justru dengan senang hati mentransfer milyaran rupiah setiap bulan demi 'kesembuhan' putri tercintanya."

​Bu Citra berjalan mengitari ranjang, jemarinya yang dihiasi cincin berlian yang sebenarnya adalah hadiah ulang tahun dari Pak Rio mengetuk-ngetuk nakas kayu jati. Matanya tertuju pada sebuah vas bunga keramik berat berisi air bunga yang sudah mulai membusuk.

​"Andika, lihatlah wajahnya," ujar Bu Citra dengan nada datar namun penuh kebencian.

"Bahkan dalam keadaan buta dan terikat seperti ini, dia masih mencoba untuk terlihat bermartabat. Aku benci dagunya yang selalu terangkat itu."

​Tanpa peringatan, Bu Citra meraih vas keramik itu. Bukannya memukulkannya, ia justru menyiramkan air bunga yang berbau anyir dan dingin itu tepat ke wajah Rahayu yang sedang demam tinggi. Rahayu tersentak, napasnya terputus saat air kotor itu masuk ke hidung dan mulutnya.

​"Uhukk! Uhukk!" Rahayu terbatuk hebat, tubuhnya yang lemah bergetar di atas kasur yang kini basah kuyup.

​"Kenapa? Kamu kedinginan, Menantuku?" Bu Citra tertawa renyah. Ia kemudian mengambil sebuah asbak kristal yang berat dari atas meja rias Rahayu. Ia tidak memukulkannya ke kepala, melainkan menekankan pinggiran kristal yang tajam itu ke tulang kering Rahayu yang tertutup daster tipis.

​Bu Citra menekan asbak itu dengan seluruh berat tubuhnya, menyeretnya perlahan di sepanjang tulang kering Rahayu. Rasa sakitnya luar biasanseperti tulang yang digiling secara perlahan.

​Rahayu menggigit bibirnya hingga berdarah. Ia bersumpah dalam hati tidak akan memberikan mereka kepuasan mendengar jeritannya. Namun, erangan tertahan tetap lolos dari sela giginya.

​"Lihat itu, Mas! Dia masih mencoba bertahan," Santi yang rupanya masih mengintip di ambang pintu, bersorak kegirangan.

"Ibu, coba gunakan itu!" Santi menunjuk ke arah catokan rambut yang masih terhubung ke stopkontak, yang tadi ia gunakan untuk merapikan rambutnya sendiri.

​Andika mengambil alat catok yang sudah panas membara itu. Ia memutar-mutarnya di depan wajah Rahayu yang tak bisa melihat, membiarkan hawa panasnya menyengat kulit pipi istrinya.

​"Kamu tahu, Rahayu? Aku selalu merasa inferior di sampingmu. Kamu cerdas, kamu kaya, dan semua orang memujimu." bisik Andika dengan nada penuh racun.

​Zzzztt...

​Andika menempelkan lempengan panas catokan itu ke lengan atas Rahayu. Bau kulit terbakar segera memenuhi ruangan.

​"AAAKHHH!" Rahayu akhirnya tidak kuat. Jeritan pilu itu pecah, menggema di seluruh sudut kamar yang kedap suara itu.

​Andika tertawa terbahak-bahak.

Suaranya terdengar sangat puas, seolah jeritan Rahayu adalah musik yang paling indah bagi telinganya.

"Akhirnya! Aku ingin mendengar itu lagi! Teriak lagi, Sayang! Teriaklah sampai Papamu mendengar!"

​Bu Citra tidak mau kalah. Ia mengambil sebuah patung perunggu kecil berbentuk jerapah menangis yang sangat menyakitkan yang merupakan pajangan di meja kerja Rahayu. Dengan dingin, ia menghantamkan alas patung itu ke jemari kaki Rahayu berkali-kali.

​"Ini untuk setiap kali kamu menatapku dengan tatapan meremehkan!"

Brak!

"Ini untuk setiap kali kamu merasa lebih kuat daripada kita!"

Brak!

​Rahayu merasa dunianya menjadi putih karena rasa sakit yang melampaui batas. Kepalanya terkulai lemas, namun kesadarannya dipaksa tetap terjaga oleh rasa perih yang bertubi-tubi. Darah merembes dari luka bakar di lengannya, bersatu dengan keringat dingin dan air kotor dari vas bunga tadi.

​Di tengah siksaan itu, sesuatu yang aneh terjadi di dalam batin Rahayu. Semakin besar rasa sakit yang mereka berikan, semakin jernih pikirannya. Ia tidak lagi merasa takut. Rasa takutnya telah terbakar habis bersama kulitnya yang hangus.

​Ia mendengarkan suara tawa mereka. Andika yang terpingkal-pingkal, Bu Citra yang mendengus puas, dan Santi yang sesekali menimpali dengan ejekan. Ia merekam setiap frekuensi suara itu, menyimpannya di dalam brankas dendam di otaknya.

​Teruskan, batin Rahayu di balik matanya yang buta. Teruskanlah sampai kalian merasa di atas angin. Karena semakin tinggi kalian terbang, semakin hancur kalian saat aku menarik kalian jatuh ke kerak bumi.

​"Sudahlah, Bu. Jangan sampai dia mati sekarang," Andika akhirnya menghentikan ibunya yang hendak melayangkan hantaman lagi dengan asbak.

"Kita masih butuh sidik jarinya untuk dokumen pengalihan saham besok pagi.

Kalau dia mati sekarang, urusannya akan rumit dengan notaris."

​Bu Citra terengah-engah, wajahnya yang berkerut tampak kemerahan karena nafsu membunuh yang meluap.

"Benar juga. Simpan sisa tenagamu, Rahayu. Besok akan menjadi hari terakhirmu sebagai pemilik kerajaan bisnis ini. Setelah itu... kamu hanya akan menjadi sejarah yang dilupakan."

​Mereka bertiga berjalan keluar, meninggalkan aroma parfum mahal, bau kulit terbakar, dan bau pengkhianatan yang menyesakkan.

​Keheningan kembali datang, namun kali ini tidak terasa hampa. Rahayu merasakan pergelangan tangannya. Darah yang mengalir dari luka-lukanya membuat tali nilon itu semakin licin.

​Dengan sisa tenaga yang seolah muncul dari kedalaman neraka, Rahayu menarik tangannya sekuat tenaga.

​Sreeet!

​Kulit punggung tangannya terkelupas lebar saat ia memaksakan diri melewati simpul tali yang erat, namun Rahayu tidak peduli. Satu tangannya lepas. Dengan tangan yang gemetar dan bersimbah darah, ia meraba-raba tali yang mengikat tangan satunya, lalu kakinya.

​Ia jatuh terjembab ke lantai yang dingin, tubuhnya yang demam menggigil hebat. Namun, saat telapak tangannya menyentuh lantai, ia merasakan sesuatu yang keras.

Gunting kecil yang tadi mungkin terjatuh saat Santi sedang bermain-main dengan alat riasnya.

​Rahayu menggenggam gunting itu erat-erat hingga melukai telapak tangannya sendiri. Ia tidak bisa melihat, tapi ia mengenal setiap jengkal kamar ini. Ini adalah kamarnya. Ini adalah istananya. Dan para pengkhianat itu telah membuat kesalahan besar dengan membiarkannya tetap hidup di dalam wilayah kekuasaannya sendiri.

​"Kalian pikir aku lemah," bisik Rahayu, suaranya kini terdengar berat dan sangat tenang, jauh lebih menakutkan daripada jeritannya tadi.

"Tapi aku bisa melihat akhir cerita kalian dengan sangat jelas."

Di ruang makan mewah yang hanya berjarak beberapa meter dari penderitaan Rahayu, aroma bebek peking panggang dan truffle risotto menguap menggoda selera. Bu Citra duduk di kepala meja, menyesap wine merah dengan anggun seolah baru saja menyelesaikan tugas mulia.

Wajahnya yang tadi merah padam karena amarah, kini cerah penuh kemenangan.

​"Masakan koki ini memang tidak pernah mengecewakan," ujar Bu Citra sambil memotong daging bebek dengan gerakan presisi.

"Sama seperti rencana kita. Semuanya terasa sangat... memuaskan."

​Andika tertawa lepas, menyandarkan punggungnya ke kursi jati sembari mengunyah makanan dengan lahap.

"Ibu benar. Melihat Rahayu menjerit tadi jauh lebih membangkitkan selera makan daripada olahraga pagi mana pun. Besok, setelah saham berpindah tangan, kita akan merayakan ini di Paris."

​Santi tidak mau kalah, ia sibuk memotret hidangan penutup yang cantik untuk diunggah ke media sosialnya dengan caption tentang 'keberkahan hidup'.

"Aku udah memesan tas edisi terbatas itu, Mas. Uang dari Pak Rio bulan ini benar-benar tidak berseri!"

​Mereka bertiga tertawa bersama, suara denting sendok dan garpu beradu dengan tawa penuh keserakahan. Mereka berpesta di atas luka, tanpa menyadari bahwa di balik pintu kamar yang gelap, "mangsa" mereka telah berubah menjadi sosok yang akan menyeret mereka ke neraka.

BERSAMBUNG

1
Ariany Sudjana
ini ga ada ceritanya gimana agung bisa menemukan Rahayu? tahu-tahu Rahayu sudah sadar dari koma
Anonymous: ada kak baca lagi di episode 30
total 1 replies
Anonymous
makin seru thor pembalasan dendam dimulai
Ara putri
semangat nulisnya kak.
jangan lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB🙏
Ariany Sudjana
semoga ada yang datang menyelamatkan Rahayu dan pak Rio
Ariany Sudjana
he citra kamu beneran yah iblis berwujud manusia, sudah jelas kamu salah, masih juga mau berkelit dan mau membunuh pak Rio, jangan coba-coba kamu yah citra. sudah pa Rio bawa saja semua orang yang terlibat dalam penganiayaan Rahayu, biar hukum dunia bawah yang bertindak
Anonymous
makin gregetan thor
Ariany Sudjana
mampus kalian Andika dan citra, siap-siap saja kalian menghadapi papanya Rahayu
Anonymous
apa yg akan terjadi selanjutnya😍
Anonymous
seruu
Anonymous
mkin seru👍
Anonymous
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!