NovelToon NovelToon
THE SECRETARY SCANDAL

THE SECRETARY SCANDAL

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Playboy / Obsesi / Kehidupan di Kantor / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: NonaLebah

Dia mendengar kalimat yang menghancurkan hatinya dari balik pintu:
"Dia cuma teman tidur, jangan dibawa serius."

Selama tiga tahun, Karmel Agata percaya cintanya pada Renzi Jayawardhana – bosnya yang jenius dan playboy – adalah kisah nyata. Sampai suatu hari, kebenaran pahit terungkap. Bukan sekadar dikhianati, dia ternyata hanya salah satu dari koleksi wanita Renzi.

Dengan kecerdasan dan dendam membara, Karmel merancang kepergian sempurna.

Tapi Renzi bukan pria yang rela kehilangan.
Ketika Karmel kembali sebagai wanita karir sukses di perusahaan rival, Renzi bersumpah merebutnya kembali. Dengan uang, kekuasaan, dan rahasia-rahasia kelam yang ia simpan, Renzi siap menghancurkan semua yang Karmel bangun.

Sebuah pertarungan mematikan dimulai.
Di papan catur bisnis dan hati, siapa yang akan menang? Mantan sekretaris yang cerdas dan penuh dendam, atau bos jenius yang tak kenal kata "tidak"?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaLebah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17

Cahaya pagi menerangi ruang kerja bergaya kontemporer Karmel di lantai 8 gedung PT Bumi Atmaja Nickel. Ruangan dengan dinding kaca itu menghadap langsung ke area hijau Jakarta Selatan, menciptakan atmosfer kerja yang segar namun profesional.

Karmel duduk di balik meja kerjanya yang minimalis, matanya fokus menelusuri baris-baris data di layar komputer. Di hadapannya terbentang beberapa laporan fisik yang harus ia tandatangani hari ini:

"Laporan Analisis Cost-Benefit Pengembangan Smelter Tahap II" - setebal 50 halaman berisi perhitungan investasi versus proyeksi pendapatan

"Laporan Audit Operasional Tambang Site Kalimantan" - dengan lampiran foto-foto dan data produksi bulanan

"Studi Kelayakan Ekspansi ke Blok Tambang Baru" - dilengkapi peta geologis dan analisis kandungan nikel

Jari telunjuknya yang terpelihara rapi bergerak cepat di atas kertas, terkadang berhenti dan membuat coretan kecil dengan pena merahnya. Matanya yang tajam berhasil menangkap beberapa ketidaksesuaian: angka produksi di halaman 17 tidak sinkron dengan data di lampiran 3, dan ada perbedaan minor dalam perhitungan amortisasi peralatan.

Harus dikonfirmasi ke tim finance, catatnya dalam hati sambil membuat sticky note kuning.

Tiba-tiba, ketukan lembut terdengar di pintu kayunya yang terbuka sebagian.

"Masuk," sahut Karmel tanpa mengangkat pandangan dari laporan.

Bima muncul dengan senyum hangat khasnya, tangan kanannya memegang paperbag dari coffee shop premium terkenal. "Hay..." sapanya dengan suara yang selalu terdengar menenangkan. "Kopi..."

Sekarang Karmel mengangkat kepala, senyum spontan merekah di bibirnya. "Makasih, Mas," ujarnya saat Bima meletakkan paperbag itu di sudut meja yang kosong.

"Sibuk banget ya, Mel?" tanya Bima sambil duduk di kursi di seberang meja, sikapnya santai namun penuh perhatian.

"Lumayan. Ada beberapa laporan yang nggak sinkron," jelas Karmel sambil memutar layar komputernya ke arah Bima. "Lihat, di sini data produksi kuartal ketiga menunjukkan 15.000 ton, tapi di laporan pengiriman hanya tercatat 14.200 ton. Ada selisih 800 ton yang tidak jelas keberadaannya."

Bima mendekat, matanya serius mengamati data. "Harus kita audit internal. Nanti kita bisa cek langsung ke lapangan kalau kamu mau. Aku bisa temenin," tawarnya dengan tulus.

Karmel terkekeh kecil. "Makasih, Mas. Tapi kayaknya direktur nggak perlu ikut turun langsung deh. Nanti sepatu mahalnya kotor." Matanya melirik sepatu leather shoes Bima yang mengkilap.

"Ini brand lokal kok," Bima membalas sambil mengangkat sedikit kakinya. "Dibeli di Pasar Baru, nggak mahal-mahal amat. Justru lebih nyaman untuk ke lapangan."

Karmel tersipu mendengar kesederhanaan Bima. Berbeda dengan Renzi yang selalu memamerkan barang-barang mewah, Bima justru bangga dengan produk lokal.

Bima kemudian melanjutkan, "Siang ini mau makan apa?" Suaranya penuh perhatian yang tulus.

"Kayaknya nasi padang enak," jawab Karmel sambil menutup laporan di hadapannya.

"Boleh," Bima mengangguk antusias. "Ada restoran padang enak dekat sini. Yang sambal ijonya terkenal pedas, tapi menurutku masih kalah sama senyuman kamu."

Karmel tersipu lebih dalam, pipinya memerah. Bima tersenyum melihat reaksi itu, lalu berdiri. "Aku tunggu di meja kerjaku ya. Kalau sudah selesai, kita jalan bareng."

Setelah Bima pergi, Karmel menyentuh pipinya yang masih hangat. Untuk pertama kalinya sejak lama, ada kehangatan tulus yang ia rasakan dari seorang pria—bukan manipulasi, bukan permainan, tapi perhatian yang sederhana dan jujur. Namun, di sudut hatinya yang paling dalam, bayangan Renzi masih mengintai, mengingatkannya bahwa kebahagiaan sederhana seperti ini bisa saja direnggut kapanpun oleh pria yang tak pernah rela

***

Pita berdiri di depan pintu kantor Renzi, tangannya gemetar memegang setumpuk dokumen yang telah ia periksa ulang berkali-kali. "Udah oke semua kan, Fan?" tanyanya sekali lagi pada Fano yang berdiri di sampingnya, suaranya bergetar oleh kecemasan.

Fano mengangguk, memberikan senyum meyakinkan. "Aman, Pit. Laporan bulan ini sudah jauh lebih baik."

Mereka memasuki ruangan yang selalu membuat Pita merasa seperti masuk ke dalam sangkar harimau. Renzi sedang menatap layar komputer, wajahnya dingin dan terkonsentrasi.

"Pak, ini Laporan Evaluasi Kinerja Operasional Tambang Bukit Emas untuk bulan ini," ujar Pita dengan suara yang berusaha stabil, meletakkan dokumen setebal 30 halaman di atas meja.

Renzi mengalihkan pandangannya dari layar, matanya yang tajam menyapu Pita dari kepala sampai kaki. Gadis itu memang cantik dengan wajah oval dan tubuh seksi yang dibalut busana kantor ketat, tetapi bagi Renzi, kecantikan tanpa kecerdasan adalah hal yang sia-sia. Dia lebih memilih untuk mengomeli ketimbang menggoda.

Pita mulai membacakan ringkasan eksekutif dengan suara pelan namun jelas: "Produksi nikel meningkat 15% dibanding bulan lalu, namun efisiensi energi turun 2% karena peralatan lama di sektor 4B. Rekomendasi kami adalah..."

Renzi memotong dengan gelengan kepala halus, lalu langsung membuka laporan itu. Matanya yang jenius dengan cepat memindai setiap grafik, tabel, dan analisis. Tangannya sesekali mengetuk-ngetuk meja saat menemukan poin penting.

Setelah beberapa menit dalam keheningan yang menegangkan, Renzi akhirnya menutup laporan. "Oke," ucapnya singkat, tanpa ekspresi. "Kamu boleh keluar."

Pita menghela napas lega yang ia coba sembunyikan. "Terima kasih, Pak." Dia segera berbalik dan keluar dari ruangan dengan langkah cepat, meninggalkan Fano dan Renzi.

Begitu pintu tertutup, Fano mendekati meja Renzi dengan tablet di tangannya. "Pak Renzi, ini yang Bapak minta," ujarnya sambil menyerahkan sebuah amplop coklat tebal.

Renzi mengambil amplop itu, membukanya dengan gerakan tenang. Isinya adalah sederet foto cetakan berkualitas tinggi. Foto-foto itu menunjukkan Karmel dan Bima dalam berbagai situasi: sedang makan siang di restoran Padang, berjalan di mal, tertawa bersama di sebuah kafe, dan yang paling membuat Renzi mengerutkan kening—foto mereka keluar dari gedung bioskop, dengan Bima melindungi Karmel dari kerumunan dengan sikap protektif.

"Mereka lagi dekat?" tanya Renzi, suaranya datar namun ada sesuatu yang mengerikan dalam ketenangannya. Matanya tak lepas dari foto di mana Bima sedang tersenyum tulus pada Karmel, sebuah ekspresi yang tak pernah ia lihat di wajah Karmel saat bersamanya.

"Iya, Pak. Keliatannya Pak Bima menaruh hati ke Mbak Karmel," jawab Fano hati-hati, memperhatikan setiap perubahan ekspresi di wajah bosnya.

Renzi meletakkan foto-foto itu berjejer di atas meja, seperti seorang jenderal mempelajari peta pertempuran. "Udah cari tahu soal latar belakang Bima?"

Fano menggeleng pelan. "Saya hanya dapat beberapa informasi saja, Pak. Sepertinya Pak Bima cukup tertutup tentang dirinya. Latar belakang pendidikan teknik pertambangan di Jerman, tidak pernah menikah, dan dikenal sebagai workaholic di lingkungan kerjanya."

Renzi tersenyum tipis, senyum yang membuat Fano bergidik. "Orang tertutup biasanya punya banyak rahasia. Cari lebih dalam, Fano. Setiap orang punya kelemahan. Temukan kelemahan Bima Atmaja."

Di tangannya, Renzi masih memegang foto Karmel yang sedang tersenyum lepas—senyum yang seharusnya hanya untuknya. Di dalam matanya yang dingin, terbakar tekad untuk merebut kembali apa yang ia anggap sebagai miliknya, tidak peduli apa pun caranya.

1
Forta Wahyuni
jd males bacanya, pemeran wanitanya walau cerdas tpi tetap harga dirinya bisa diinjak2 oleh lelaki jenius tapi murahan.
muna aprilia
lanjut 👍
Forta Wahyuni
hebat Renzi bilang karmel murahan n dia tak tau diri krn tunjuk satu lg menunjuk tepat ke mukanya bahwa dia juga sampah. lelaki jenius tapi burungnya murahan n bkn lelaki yg berkelas n cuma apa yg dipki branded tapi yg didalam murahan. 🤣🤣🤣🤣
Forta Wahyuni
knapa critanya terlalu merendahkan wanita, harga diri diinjak2 n lelakinya boleh masuk tong sampah sembarangan. wanitanya harus tetap nerima, sep gk punya harga diri n lelaki nya jenius tapi burungnya murahan. 🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!