"Mari kita bercerai, Di" ucap Saka
Diandra menatap Saka tidak percaya. Akhirnya kata itu keluar juga dari mulut suaminya. Hanya demi perempuan lain, Saka rela menceraikan dirinya. Apa yang kurang dengan dirinya hingga Saka sekejam itu padanya?
"Kamu pasti sudah tidak sabar untuk menikahi perempuan itu, kan?"
Saka menatap Diandra lekat, Jujur dia masih mencintai Diandra. Tapi kesalahan yang dia lakukan bersama Vika terlanjur membuahkan hasil. Sebagai pria sejati, tentu Saka harus bertanggung jawab.
"Vika hamil anakku. Bagaimanapun aku harus menikahinya"
"Kalian bahkan sudah sejauh itu? Kamu hebat, Mas. Tidak hanya menorehkan luka di hatiku, kamu juga menaburinya dengan garam. Kamu sungguh pria yang kejam!"
"Aku minta maaf" lirih Saka
Tidak ada yang bisa menggambarkan sehancur dan sekecewa apa Dian pada suaminya.
"Baik. Mari kita bercerai. Aku harap kamu bahagia dengan perempuan pilihanmu itu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"Kalau kamu anggap waktu orang lain tidak berharga. Sebaiknya jangan jadikan profesional sebagai prinsipmu dalam bekerja!"
Deg
Dian menatap Gama tak percaya. Dia baru saja sampai tapi sudah kena semprot oleh pria itu.
"Aku orang sibuk! Pekerjaanku banyak! Jalanan juga macet, seharusnya kamu memaklumi hal itu! Lagipula aku hanya terlambat setengah jam saja!"
Mata tajam Gama menatap Diandra, pria tampan itu tersenyum sinis. "Harusnya kamu bisa memperkirakan jam berapa kamu harus berangkat! Berapa waktu yang akan di tempuh jika jalanan macet. Bukan meminta di maklumi! Dalam berjanji, omonganlah yang di pegang!"
Dian melipat tangannya di dada. "Kalau kamu punya masalah dengan istrimu, tolong jangan kamu bawa-bawa dalam pekerjaan!"
"Kamu mengejekku?" tanya Gama kesal
Dian tertawa sinis. "Aku tidak mengejekmu! aku hanya memperingatimu! Jika kamu punya masalah di rumah, tolong tetap profesional dalam bekerja"
"Apa maksud berbicara seperti itu? Kamu mau mengejekku?!"
"Aku hanya memperingatkanmu! Kenapa kamu tidak mengerti? apa bahasaku kurang bisa dipahami?!" sahut Dian kesal
"Kamu jelas-jelas mengejekku! Selain itu kamu juga sok tahu! Aku belum menikah dan aku tidak punya istri!"
Dian cukup terkejut, dia menatap Gama tak percaya. "Kamu belum menikah? Padahal kalau dilihat dari tampangmu, kamu terlihat seperti pria yang memiliki tiga orang anak! Rupanya perjaka tua" cibir Dian pelan
Gama menatap Dian kesal, walau di ucapkan dengan pelan, ia tetap bisa mendengar apa yang Dian ucapkan "Selain tidak tepat waktu! Kamu juga orang yang suka menghina!"
"Apa maksudmu? Aku berkata apa adanya! kamu saja yang terlalu sensitif" jawab Dian tak mau kalah
"Aku tidak mau lagi berdebat dengan wanita sepertimu! Kalau kamu memang tidak mau meninjau perkembangan proyek bersamaku, sebaiknya kamu pulang saja! Aku bisa meninjaunya sendiri dan memberikan laporannya padamu nanti!" putus Gama
"Aku sudah sampai di sini! Itu artinya aku akan ikut meninjau perkembangan proyek pembangunan hotel milikku. Jadi aku akan memantaunya bersamamu!"
Gama berjalan lebih dulu, meninggalkan Dian yang berada di belakangnya. Wanita cantik itu memberenggut. Dia sungguh kesal terhadap pria yang baru saja menjadi partner kerjanya itu.
Ditemani beberapa staf, Gama dan Diandra berkeliling meninjau pembangunan proyek. Keduanya terlihat kompak di depan para karyawan tanpa ada yang tahu jika dalam hati, keduanya memiliki rasa kesal yang sama besar.
Setelah berkeliling hampir satu jam, akhirnya Gama dan Diandra selesai meninjau pembangunan proyek hotel. Seperti keinginan Dian, Cabang DV Hotel miliknya tinggal finishing dan siap untuk dibuka sebelum tahun baru.
"Aku akui kerjamu sangat bagus! Aku sangat menyukainya! Mungkin kita bisa bekerja sama lagi di lain kesempatan"
"Aku justru berharap, kita tidak akan pernah bekerja sama lagi!"
Dian tertawa pelan, "Rupanya kamu orang yang pendendam ya?"
Gama tidak menjawab, pria itu kembali meninggalkan Dian dan segera menuju ke mobilnya. Urusan pekerjaannya dengan Dian sudah selesai.
Baru saja hendak menghidupkan mesin mobilnya, kaca mobil itu di ketuk seseorang. Gama menetap ke arah samping dan berdecak kesal. Pria itu menurunkan kaca mobilnya lalu bertanya. "Ada apa?" tanyanya dengan nada sebal.
"Ban mobilku kempes. Bisakah aku menumpang pulang denganmu?
"Telepon saja orang bengkel! Kenapa harus merepotkanku?"
"Mereka baru bisa datang tiga puluh menit lagi. Sedangkan aku sebentar lagi ada pertemuan penting dengan klien yang lain. Bisakah aku menumpang padamu?"
Gamma kembali berdecak. "Ya sudah! Cepat masuk!"
Dian segera masuk ke dalam mobil Gama. Kalau saja tidak urgent dia tidak mungkin mau menumpang pada pria arogan seperti Gama. Lihatlah wajah dinginnya yang menyebalkan itu. Ingin sekali rasanya Dian menonjok wajah arogan tersebut.
Selama dalam perjalanan tidak ada percakapan antara keduanya. Dua Insan itu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Dian sesekali melirik pada Gama, begitupun sebaliknya. Meski demikian, keduanya enggan untuk memulai pembicaraan.
"Jadi aku harus mengantarmu ke mana Nona Diandra?" tanya Gama saat mereka sudah setengah perjalanan
"Kalau tidak keberatan, antar aku ke Resto Camelia"
Tidak ada pertanyaan lagi yang keluar dari mulut Gama. Pria itu segera melajukan mobilnya ke alamat yang telah dia sebutkan. Dua puluh menit kemudian, mereka tiba di Resto Camelia
"Terima kasih banyak, lain kali aku-"
"Semoga tidak ada lain kali! Sekarang cepat turun dari mobilku" potong Gama cepat
Dian menatap Gama dengan begitu kesal. "Dasar tidak punya hati"
"Kalau tahu kamu akan menghinaku, maka aku tidak akan pernah memberimu tumpangan!" ketusnya
"Aku bermaksud baik ingin mengucapkan terima kasih!"
"Aku tidak perlu ucapan terima kasihmu!"
Dian menatap Gama lekat, "Berikan aku nomor rekeningmu!"
Gama menatap Dian dengan alis mengernyit,
"Kenapa diam saja! Cepat berikan nomor rekeningmu padaku! Aku akan mengirimkan uang yang kamu minta sebagai ganti kameramu yang telah aku rusak. Bukankah itu yang menyebabkan sikapmu dingin padaku!" tuduh Dian
Gama menatap diam tak percaya. "Aku bukan orang yang pendendam. Aku sudah merelakan masalah kamera itu! Dan aku anggap itu sebagai musibah. Hari sial di mana aku bertemu denganmu!"
Dian segera turun dari mobil dan menutup pintu mobil dengan keras lalu pergi begitu saja.
Sedangkan Gama, pria itu sungguh merasa jengkel terhadap kelakuan dia. "Dasar wanita tidak tahu terima kasih! Aku doakan semoga tidak ada pria yang menyukainya.
🍀🍀🍀
Acara pertemuan dengan clien berjalan lancar. Setelah makan siang bersama, Dian bersiap untuk pulang.
"Di ... kamu ada di sini juga?" Tanya Rey
Dian berdecak kesal, "Kak Rey kurang kerjaan sampai mengikutiku hingga kemari?"
"Aku tidak mengikutimu! Kebetulan aku juga bertemu dengan klien di sini juga"
"Kamu pikir aku percaya?"
"Terserah kamu mau percaya atau tidak. Oh ya ... Kamu sudah makan siang?"
"Kalau aku bersiap pulang, artinya aku sudah makan!" jawab Dian acuh. Dia mengabaikan Rey dan segera menghampiri supir kantor yang menjemputnya. Menurut informasi, sopir itu adalah sopir baru.
"Kita langsung ke kantor, Pak"
"Baik, Bu!"
Deg
Dian menatap sopir kantor tersebut. Wajahnya tidak asing dan tentu dia sangat mengenalinya
"Kenapa bisa kamu yang menjemputku, Ka?" tanya Dian pada mantan suaminya
"Karena memang aku yang di tugaskan untuk menjemputmu"
"Jadi kamu sopir baru itu?"
Saka tersenyum, "Ya" jawab Saka kemudian mulai melajukan mobilnya.
Selama perjalanan, Dian tak berkata apapun. Saka sesekali melirik mantan istrinya dari kaca spion
"Jangan terus menatapku! Fokus saja pada jalannya!"
Saka mengangguk sebagai jawaban. Dia kembali fokus pada kemudinya hingga mobil yang dia bawa sampai di kantor DV Grup.
Dian menatap Saka sebelum ia turun dari mobil, "Dengarkan aku, Ka. Sebelumnya aku minta maaf, tapi besok, kamu jangan datang lagi ke kantor. Silahkan kamu cari pekerjaan lain saja"
"Tapi kenapa, Di? Apa pekerjaanku kurang bagus?" tanya Saka lirih
Dian menatap Saka lewat kaca spion, begitupun dengan Saka. Pandangan keduanya bertemu beberapa detik. "Aku hanya tidak mau berurusan dengan istri bar - bar mu!!"
/Smug//Smug/