#Mertua Julid
Amelia, putri seorang konglomerat, memilih mengikuti kata hatinya dengan menekuni pertanian, hal yang sangat ditentang sang ayah.
Penolakan Amelia terhadap perjodohan yang diatur ayahnya memicu kemarahan sang ayah hingga menantangnya untuk hidup mandiri tanpa embel-embel kekayaan keluarga.
Amelia menerima tantangan itu dan memilih meninggalkan gemerlap dunia mewahnya. Terlunta-lunta tanpa arah, Amelia akhirnya mencari perlindungan pada mantan pengasuhnya di sebuah desa.
Di tengah kesederhanaan desa, Amelia menemukan cinta pada seorang pemuda yang menjadi kepala desa. Namun, kebahagiaannya terancam karena keluarga sang kepala desa yang menganggapnya rendah karena mengira dirinya hanya anak seorang pembantu.
Bagaimanakah Amelia menyikapi semua itu?
Ataukah dia akhirnya melepas impian untuk bersama sang kekasih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
07. Bertemu Bu Sukma
.
…
Sepeda motor melaju perlahan di jalan desa yang berliku-liku, diterangi oleh lampu depan yang menyinari jalanan. Udara malam desa segar menyentuh wajah Amelia. Duduk di boncengan orang asing, tapi entah kenapa dia merasa aman.
"Mbak Amelia ini dari Jakarta ya?” tanya Raka memecah keheningan.
"Iya, Mas," jawab Amelia, setengah berteriak takut Raka yang telinganya tertutup helm tidak mendengar. "Mas Raka sendiri asli sini?"
"Betul, Mbak. Saya lahir dan besar di desa ini," jawab Raka.
"Ohh… " jawab Amelia, sambil mengangguk-angguk. "Masih jauh gak, Mas dari rumah Bu Sukma?"
Raka mencondongkan kepalanya ke belakang dan sedikit menoleh. "Sebentar lagi juga sampai kok, Mbak. Rumah Bu Sukma memang agak masuk ke dalam."
Setelah beberapa menit berkendara, Raka akhirnya menghentikan sepeda motornya di depan sebuah rumah sederhana yang terlihat hangat dengan cahaya lampu yang temaram.
"Nah, ini dia rumah Bu Sukma," ucap Raka, sambil menghentikan sepeda motornya.
Amelia terkejut. Ia tidak menyangka rumah Bu Sukma sesederhana ini. Tapi ia bisa melihat ada kehangatan dan kedamaian yang terpancar dari rumah itu.
"Wah, sudah sampai ya? Ini rumah Ibu?" tanya Amelia, sambil turun dari sepeda motor.
Raka tersenyum. "Sini saya bantu bawa kopernya?"
"Terima kasih banyak ya, Mas Raka," ucap Amelia, dengan tulus.
Raka membantu Amelia menurunkan kopernya dari sepeda motor. Mereka berdua berjalan menuju pintu rumah Bu Sukma.
"Saya panggilkan Bu Sukma dulu ya, Mbak. Semoga beliau masih terjaga," ucap Raka, lalu mengetuk pintu rumah itu.
"Assalamualaikum, Bu Sukma! Ada tamu!" seru Raka, dengan nada yang cukup keras.
Tidak lama kemudian, pintu rumah itu terbuka. Seorang wanita paruh baya muncul sambil menguap dan mengucek matanya.
"Waalaikumsalam. Ya Allah, Den Raka? Ada apa malam-malam begini?" tanya wanita itu, yang tak lain adalah Bu Sukma.
Mata Bu Sukma kemudian tertuju pada Amelia. Wajahnya terkejut dan penuh kebahagiaan.
"Amelia?!" seru Bu Sukma, dengan suara yang bergetar. "Ya Allah, Non Amelia!"
Bu Sukma langsung berlari menghampiri Amelia dan memeluknya erat-erat. "Ya Allah, Non, Ibu nggak nyangka Non Amelia beneran datang!"
Amelia membalas pelukan Bu Sukma dengan haru. "Aku kangen banget sama Ibu," bisik Amelia, di telinga Bu Sukma.
"Ibu juga kangen banget sama Non," balas Bu Sukma, dengan air mata yang membasahi pipi.
Dari dalam rumah, terdengar suara batuk. Hingga suara seorang pria menyapa telinga. “Siapa yang datang larut malam seperti ini, Sukma?"
Bu Sukma melepaskan pelukannya dan menoleh ke arah pintu. “Ini, Non Amel yang datang, Pak.” Bu Sukma sedikit berteriak.
"Mari Non, masuk dulu. Ibu kenalin sama suami Ibu."
Bu Sukma menggandeng tangan Amelia dan membawanya masuk ke dalam rumah. Raka mengikuti mereka dari belakang, membawa koper Amelia.
Di sebuah kamar yang sederhana, seorang pria paruh baya berbaring di atas dipan. Pria itu tampak lemah dan pucat.
"Pak, kenalkan ini Non Amelia, yang tadi Ibu ceritakan," ucap Bu Sukma, dengan nada lembut.
Pak Marzuki berusaha bangun dari dipannya, namun Amelia segera mendekat untuk menahannya.
"Sudah, Pak, nggak usah bangun. Amel nggak apa-apa kok," ucap Amelia. "Maaf mengganggu waktu istirahat Bapak." Wajah Amelia menunjukkan raut penyesalan
Pak Marzuki tersenyum ramah kepada Amelia. "Selamat datang di rumah kami, Non Amelia," ucap Pak Marzuki, dengan suara yang lemah. "Maaf, Bapak nggak bisa menyambut Non dengan baik."
Amelia menjabat tangannya dan mencium punggung tangan pria tua itu yang telah keriput. "Tidak apa-apa, Pak. Amelia senang bisa sampai di sini," ucap Amelia, dengan tulus.
"Den Raka, terima kasih ya sudah mengantar Non Amelia," ucap Bu Sukma, kepada Raka.
Raka mengangguk. "Sama-sama, Bu. Ya sudah, kalau gitu saya pamit pulang dulu," ucap Raka. "Selamat istirahat, Pak Mar, Mbak Amelia. Sampai jumpa lagi."
"Terima kasih banyak, Mas Raka," ucap Amelia, dengan senyum.
Raka membalas senyum Amelia, lalu berpamitan kepada Bu Sukma dan Pak Marzuki. Setelah itu, ia keluar dari rumah dan menghilang di kegelapan malam.
Bu Sukma mengajak Amelia duduk di kursi tamu yang terbuat dari bambu. "Maaf ya Non, rumah Ibu sederhana banget," ucap Bu Sukma yang merasa tak enak hati.
Amelia menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, Bu. Rumah Ibu nyaman banget. Amelia suka," ucap Amelia, dengan tulus.
Pak Marzuki tersenyum senang mendengar ucapan Amelia. "Beginilah rumah di desa, Non. Semoga Non Amel tidak menyesal main ke sini," ucap Pak Marzuki.
.
"Sudah malam, Non. Sebaiknya Non istirahat saja ya," ucap Bu Sukma. "Ibu sudah siapkan kamar untuk Non dari tadi pagi. Kamarnya memang nggak sebagus kamar Non di Jakarta, tapi semoga Non nyaman ya."
"Amel istirahat dulu, ya, Pak.” Amelia berpamitan pada pak Marzuki sebelum mengikuti langkah Bu Sukma.
“Istirahatlah, Non." Pak Marzuki mengangguk dan tersenyum. Sedikit tidak menyangka, gadis yang kata istrinya adalah putri dari majikannya ternyata memiliki sifat yang begitu santun.
Bu Sukma mengantar Amelia ke sebuah kamar kecil yang terletak di samping dapur. Kamar itu sederhana, hanya berisi sebuah tempat tidur, lemari pakaian, dan meja rias kecil. Namun, kamar itu bersih dan rapi.
"Ini kamar Non. Silakan Non istirahat," ucap Bu Sukma.
Amelia tersenyum dan memeluk Bu Sukma. "Terima kasih banyak, Ibu," ucap Amelia, dengan tulus. "Amelia senang banget bisa di sini."
Bu Sukma membalas pelukan Amelia. "Ibu juga senang Non ada di sini. Ya sudah, Non istirahat ya. Kalau ada apa-apa, panggil Ibu saja."
Bu Sukma keluar dari kamar dan menutup pintunya dengan pelan. Amelia menghembuskan napas panjang dan merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Ia merasa sangat lelah, namun ia juga merasa bahagia. Akhirnya, ia menemukan tempat yang aman dan nyaman untuk beristirahat.
*
Pagi datang dengan suara ayam berkokok yang memecah kesunyian. Amelia, yang memang terbiasa bangun pagi, sudah terbangun dan keluar dari kamar. Suasana masih sangat sepi, embun masih membasahi dedaunan.
Namun, Amelia mencium aroma harum masakan yang menggugah selera. Ia mengerutkan kening. "Apa jam segini Ibu sudah masak?" gumam Amelia, lalu mengenduskan hidungnya, mengikuti arah aroma.
Ia berjalan menuju dapur dan mendapati Bu Sukma sedang berkutat dengan spatula di tangannya, memasak sesuatu di atas kompor.
Bu Sukma terkejut melihat Amelia sudah bangun. "Ya Allah, Non Amelia sudah bangun?" tanya Bu Sukma, merasa heran. "Non mau ke kamar mandi?"
Amelia mengangguk. "Iya, Bu," jawab Amelia, sambil tersenyum.
Bu Sukma mengantar Amelia ke kamar mandi satu-satunya yang ada di rumah itu. Kamar mandi itu terletak di luar rumah, di dekat sumur.
"Maaf ya Non, di sini kamar mandinya di luar. Nggak seperti di rumah Non yang kamar mandinya di dalam kamar," ucap Bu Sukma, terdengar menyesal.
Amelia menggenggam tangan Bu Sukma. "Nggak apa-apa, Bu. Amelia pasti bisa menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru," ucap Amelia, dengan senyum tulus. "Dan juga, Bu, jangan panggil Amelia Non. Panggil Amelia saja. Biar aku gak canggung."
Bu Sukma tersenyum, merasa terharu dengan sikap rendah hati Amelia. "Aduh, ya Ibu nggak enak Non. Non Amel kan majikannya Ibu."
Amelia menggenggam tangan Bu Sukma semakin erat. "Nggak apa-apa, Bu. Kan Amel yang maunya begitu. Kalau Ibu manggil Amelia Non, Amelia jadi merasa canggung. Lagipula sekarang ini Ibu kan sudah tidak bekerja di rumah Papa. Jadi Amel sudah bukan lagi majikan Ibu.”
Bu Sukma menghela napas, lalu tersenyum. "Ya sudah kalo Non Amel maunya gitu. Ibu akan coba panggil Amelia," ucap Bu Sukma sedikit kagok karena tidak terbiasa.
Setelah itu, Amelia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
bentar lagi nanam padi jg 🥰