Istri Pengganti

Kalimat Anna seperti pisau menusuk hatinya. Apa yang membuat Anna tidak ingin bersamanya? Leon adalah pria yang sempurna. Pewaris tunggal, otak yang jenius dan wajah yang rupawan. Dia memiliki semua itu. Tak seorang pun wanita yang melihat menolaknya. Namun, gadis di hadapannya ini menolaknya mentah-mentah.

"Kenapa?" suara Leon terdengar berat membuat Anna sedikit takut. "Kau menolakku? Wanita lain merangkak demi ingin menjadi kekasihku. Tapi kau.... Aku memberimu kesempatan tinggal di sisiku tapi kau malah menolakku? Kau pikir kau begitu istimewa Anna Winston?"

Anna tahu pria itu tidak dalam suasana hati yang baik. Apakah kalimatnya membuatnya tersinggung? Tapi apa yang salah? Pria itu memang sempurna, bukan berarti dia juga harus menyukainya.

"Kau yang memandang dirimu terlalu tinggi. Kau merasa semua orang adalah penggemarmu. Tapi tidak denganku, aku tidak tertarik dengan laki-laki sepertimu. Kau adalah..."

Lagi, untuk yang kedua kalinya Leon membungkam mulut pedas gadis itu dengan ciuman maut yang memabukkan. Pria itu tidak melepaskan Anna yang meronta. Ia mengunci tubuh gadis itu, sementara lidahnya menjelajah kenikmatan bibir manisnya. Ya, dia melakukannya lagi. Ciuman pertama mereka membuat Leon kecanduan. Bibir Anna kini bagai heroin baginya.

Anna akhirnya tidak melawan, tapi Leon kesal karena dia hanya diam dan tidak membalas ciumannya. Pria itu sengaja menggigit bibir bawah gadis itu menimbulkan suara desisan dari mulut Anna. Setelah puas bermain, Leon melepaskannya. Jika terakhir kali Leon menyesal karena telah mengambil ciuman pertamanya, kali ini pria itu tersenyum puas. Dia kemudian menyapu bibir Anna yang basah menggunakan ibu jarinya.

"Tidak tertarik padaku, tapi kau malah menikmati ciumanku." ejek pria itu.

Namun Anna begitu kesal, ia menatap Leon penuh amarah, bara api bagai menyala di bola matanya. "Jangan melewati batas, aku bukan perempuan yang bisa kau sentuh sembarangan!" sentak Anna.

Leon semakin tertawa mendengarnya, "Anna Winston, kau memakai nama keluargaku, itu artinya kau adalah istriku. Kau tahu apa yang harusnya dilakukan oleh suami istri bukan?" Leon tersenyum penuh maksud. "Aku bisa saja memaksamu bercinta di atas ranjang malam ini, tapi aku tahu betul tubuhmu ini masih suci dan bahkan ciuman kemarin adalah ciuman pertamamu. Aku ingin melakukannya dengan perlahan sampai kau siap." ucapan Leon benar-benar kurang ajar.

Anna mendorong tubuh Leon menjauh darinya. "Laki-laki brengsek." umpat Anna. Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya!"

Leon berhenti tertawa reaksi Anna benar-benar membuatnya terhibur. Gadis itu memang sangat polos, bagai kertas putih yang belum tercoret. Tapi ia baru saja menggoreskan tinta hitam pada gadis itu.

"Semua tergantung sikapmu. Jika kau terus memaksaku menjauhimu, aku akan meminta ibu mengatur jadwal bulan madu kita. Ibuku tentu akan senang menimang cucu dariku." ancam Leon.

Semua karena ciuman itu, jika saja Leon tidak merasakan nikmatnya bibir Anna, Leon tidak akan senekat ini. Pria itu tidak akan hilang kendali merendahkan dirinya di hadapan gadis itu. Leon terbiasa dikejar oleh wanita, bahkan dulu Laura yang lebih dulu mendekatinya. Tapi sekarang dia yang mengejar gadis ini.

"Laura makanlah, sudah seharian kau tidak makan." ucap Liam sambil menyodorkan sendok berisi bubur ke mulutnya.

Laura menggeleng, "Tidak mau, jangan memaksaku Liam."

Liam yang sudah lelah membujuk meletakkan sendok ke mangkok bubur di atas nakas. Pria berkaca mata itu menghela nafas. "Laura, tidak bisakah kau mempertimbangkan aku? Aku berjanji akan mencintaimu lebih dari Leon."

Laura memejamkan matanya, ia begitu frustasi setelah mendengar berita dari orang suruhan Mariam di rumah keluarga Winston. Perut Laura sudah makin besar, dalam hitungan bulan ia akan segera melahirkan. Di saat itulah dia akan kembali pelukan Leon.

"Liam, maafkan aku. Saat ini Leon masih melekat di hatiku. Aku tidak bisa menerimamu." tolak Laura.

Liam adalah pewaris perusahaan keluarganya, sama seperti Leon dan David. Wajah rupawan juga dia miliki, meski memakai kacamata, ketampanan David tidak berkurang sedikit pun. Laura juga memiliki masa depan jika saja dia memilih Liam. Hanya saja pesona Leon telah mengikat hati gadis itu erat.

Liam tersenyum kecut, meski begitu ia tidak akan menyerah, dia akan berusaha sampai Laura menerimanya. Lagi pula Laura sedang mengandung putranya. Laura tidak akan semudah itu lepas darinya.

Setelah mendapat pesan dari David, Anna bergegas menemuinya. Anna begitu penasaran atas kejadian yang terjadi pada mereka tempo hari. Dan tadi pagi David mengajaknya bertemu untuk membahas hal itu. Kini mereka berada di sebuah coffee shop di pusat kota.

"Jadi Leon melarangmu menemuiku?" Anna memperjelas kalimat David.

David mengangguk, "Dia benar-benar tidak masuk akal. Sejauh mana dia akan membatasi pergaulanku." gumam Anna kesal.

"Apakah dia tahu kau ke sini?" tanya David.

"Tidak. Kalau tahu dia pasti akan melarangku."

"Kak David, aku ingin bertanya, sebenarnya dimana Kak Laura? Tidak mungkin perusahaan raksasa kalian itu tidak bisa menemukan Kak Laura." cecar Anna.

David terlihat aneh, "Aku juga tidak tahu Anna. Aku selalu sibuk di perusahaan selama ini, tidak pernah membicarakan hal itu dengan Leon."

Anna kembali menelan kekecewaan, padahal dia berharap David mengetahui sesuatu. "Aku tidak tahan lagi tinggal di rumah itu."

"Kau mau lari bersamaku?" tawar David.

"Lari? Apakah mungkin? Aku takut Paman Baron marah." Anna tahu Baron bukanlah orang yang sembarangan. Satu tahun adalah perjanjian mereka menjalankan sandiwara ini. Jika dia mengingkar janji, maka Baron bukanlah orang yang mudah di hadapi.

"Aku bisa bicara dengan Paman. Dia tidak akan menolakku."

"Aku yang akan membunuhmu lebih dulu sebelum kau membawanya pergi!"

Lagi dan lagi Leon selalu muncul di tengah pembicaraan mereka. Pria itu seperti penguntit yang selalu mengikuti Anna kemana pun dia pergi.

David menghembuskan nafasnya dengan kasar, "Lagi-lagi kau mengganggu kami. Apakah mengawasi Anna?"

"Tentu saja. Memangnya kenapa?" Leon menantang.

"Kenapa katamu?" Anna menyela. " Kau telah melanggar privasiku."

"Anna, jangan membuatku marah di sini. Aku sedang bicara dengan anak ini." Leon geram. "David, berapa kali lagi aku mengingatkanmu, jauhi istriku." tegas Leon.

"Kalau aku tidak mau, kau akan apa?" David balik menantang yang membuat amarah Leon pecah. Satu pukulan mendarat di wajah David.

"Leon..." Anna berteriak membuat pengunjung memperhatikan mereka. "Leon cukup." gadis itu bergegas memeriksa David. Melihat wajah Leon bengkak membuat Anna marah. "Kau benar-benar keterlaluan!" Anna menyentuh wajah David membuat Leon semakin diliputi api cemburu.

"Astaga, pipimu bengkak, kita ke rumah sakit sekarang." Anna sangat cemas.

"Anna lepaskan dia. Jangan sampai aku menghancurkan tempat ini."