Winda Hapsari, seorang wanita cantik dan sukses, menjalin hubungan kasih dengan Johan Aditama selama dua tahun.
Sore itu, niatnya untuk memberikan kejutan pada Johan berubah menjadi hancur lebur saat ia memergoki Johan dan Revi berselingkuh di rumah kontrakan teman Johan.
Kejadian tersebut membuka mata Winda akan kepalsuan hubungannya dengan Johan dan Revi yang ternyata selama ini memanfaatkan kebaikannya.
Hancur dan patah hati, Winda bersumpah untuk bangkit dan tidak akan membiarkan pengkhianatan itu menghancurkannya.
Ternyata, takdir berpihak padanya. Ia bertemu dengan seorang laki-laki yang menawarkan pernikahan. Seorang pria yang selama ini tak pernah ia kenal, yang ternyata adalah kakak tiri Johan menawarkan bantuan untuknya membalas dendam.
Pernikahan ini bukan hanya membawa cinta dan kebahagiaan baru dalam hidupnya, tetapi juga menjadi medan pertarungan Winda.
Mampukah Winda meninggalkan luka masa lalunya dan menemukan cinta sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
Ardan tersenyum miring mendengar ucapan para pengkhianat. Begitu bangganya mereka, dengan apa yang mereka peroleh sekarang. Tanpa tahu apa yang akan terjadi kedepannya.
“Tidak masalah, itu hak kalian. Lagipula, sampah memang lebih pantas berbaur dengan sampah.” Ardan berucap santai. Menatap remeh ke arah orang-orang yang beberapa hari yang lalu masih ikut membahas produk yang kini di-launching.
“Dan cukup tahu saja, orang-orang yang lupa diri memang tak pernah merasa puas. Bahkan lupa bagaimana karirnya bisa diraih hingga menduduki posisi tertinggi. Tapi ingat, aku tidak pernah menerima pembelot untuk kembali. Jika suatu saat nanti kalian keluar dari perusahaan Johan, Aku pastikan nama kalian tidak akan pernah diterima di perusahaan manapun karena sudah masuk daftar blacklist.”
Ardan menunjukkan kekuasaannya Winda yang berdiri di samping suaminya ikut menatap wajah mereka satu persatu. Tangan wanita itu terkepal, mungkin ingin menonjok wajah mereka yang tersenyum miring, seolah mau anggap ucapan Ardan hanyalah angin lalu.
“Ada jangan khawatir Tuan Ardan. Kami karena kami takkan pernah mengemis untuk kembali. Kami pasti akan bekerja di perusahaan ini dalam waktu yang sangat lama.” Ketua manajer yang posisinya kini digantikan oleh Winda tertawa dengan pongahnya.
“Baguslah kalau memang begitu. Dan kamu. Kemarin kamu masih membahas produk baru bersama kami. Tak kusangka, kamu malah memberikan data itu pada Johan. Kirim segera surat pengunduran dirimu.” Ardan menatap ke arah wanita yang mengenakan gaun berbelahan dada rendah.
“Tak perlu diingatkan, saya sudah mengirimkan surat pengunduran diri saya tadi pagi. Maaf, bukan tentang membagi. Saya hanya menyampaikan apa yang saya ketahui. Itu saja.” Wanita itu menatap Ardan dengan pandangan yang aneh. Seperti tersimpan dendam di sorot matanya. Apakah dia salah satu wanita yang pernah ditolak oleh Ardan?
“Tidak masalah. Lagi pula, sebenarnya ide itu hanyalah sampah. Aku senang kalau ada yang memungutnya. Silakan nikmati pesta kalian. Sebelum…” Ardan menggantung ucapannya, kemudian mengajak Winda pergi dari sana setelah melemparkan senyum miring.
“Aku akan menyapa beberapa orang kenalan,” ucap Ardan setelah meletakkan gelas minumnya. Telunjuknya mengarah pada beberapa pria berjas hitam yang sedang berbincang tak jauh dari tempatnya berdiri bersama Winda.
“Kalau begitu, nikmati waktumu. Aku malas menggerakkan kakiku. Aku menunggu di sini saja.” Winda duduk di salah satu kursi yang ada di dekat stand minum.
“Aku tidak akan lama.” Ardan berlalu setelah mengecup keningnya.
“Mau aku temani?”
Winda menghembuskan nafas kesal. Padahal Ia ingin bersantai sejenak, Karena sejujurnya Ia juga malas berada di tempat ini. Tapi malah Johan datang mendekatinya.
“Kamu semakin cantik, Win. Berpisahlah dengan Ardan lalu kembali padaku.” Johan dengan percaya diri memberikan salah satu gelas yang di bawahnya pada Winda. Winda menerimanya tapi kemudian meletakkan kembali gelas itu di atas meja. Enggan menikmati apa yang diberikan oleh Johan.
“Kamu masih berharap padaku? Sayangnya, caramu yang murahan ini membuat aku jijik. Aku bersyukur karena Tuhan membuka mataku dengan menunjukkan semua wujud aslimu. Ardan jauh lebih baik darimu. Bagaimana bisa kau berfikir, bahwa aku akan berpaling darinya? Big no!”
Winda berucap tegas. Walau Johan sudah bertransformasi menjadi pria parlente dengan memegang perusahaan papanya, tapi dimata Winda nilainya tetap nol. Apalagi caranya yang seperti pencuri yang menginginkan milik orang lain.
“Terlalu sombong, Wind. Tapi setelah ini, Aku ingin melihat apa kau masih bisa sesombong ini? Sebentar lagi perusahaan suamimu itu akan bangkrut. Dan Aku pastikan kau akan mengemis dan bersujud di kakiku untuk menerimamu kembali.”
Winda tersenyum miring, melihat Johan meneguk minuman yang ada di gelasnya hingga tandas. Terlihat sekali pria itu sedang kesal.
“Aku rasa ada yang salah dengan posisi tidurmu. Apa mungkin karena kamu terlalu miring, sehingga mimpimu itu begitu tinggi? Asal kau tahu, seumur hidup kau takkan pernah bisa menyaingi Ardan. Dan satu yang harus kau pahami, apapun yang akan terjadi pada bisnis Ardan, aku pasti akan tetap berdiri di sampingnya.”
Winda turun dari tempat duduknya berniat pergi dari sana. Muak sekali rasanya berbicara dengan Johan. Kesombongan yang sama sekali tidak berdasar. Tetapi baru saja dua langkah, Johan mencekal tangannya hingga langkahnya terhenti.
“Bersikap baiklah selama aku masih memberimu kesempatan!” Mata pria itu menatap Winda penuh kemarahan. Bagaimana mungkin wanita itu tak bisa melihat dirinya. Setelah apa yang dia lakukan, bahkan dengan cara curang sekalipun, semua itu hanya agar Winda bisa menoleh ke arahnya. Tapi kenapa wanita itu masih keras kepala?
Baru saja Winda akan menjawab, Ardan datang dengan tangannya yang mencengkeram erat pergelangan tangan Johan. Johan meringis, tampaknya cengkeraman Ardan begitu kuat.
“Beraninya kau menyentuh istriku!” Ardan menatap tajam ke arah mantan adik tiri yang tidak tahu diri. Suaranya yang keras membuat mereka menjadi perhatian para tamu yang berkerumun.
Apakah Johan sudah gila? Di mana dia meletakkan otaknya? Revi berlari mendekat dan menatap ke arah Johan dengan kesal. Setelah semua yang dia lakukan, Kenapa Johan tetap saja masih menginginkan Winda?
“Santai dong kakak tiriku tersayang. Aku hanya ingin melepas kerinduan dengan mantan pacarku yang cantik ini. Kami sudah lama tidak berjumpa, harusnya kakak tiri paham kan bagaimana rasanya menahan rindu?”
Johan tersenyum meledek, sepertinya Ia memang sengaja untuk membangkitkan emosi Ardan. Winda bisa melihat wajah suaminya yang merah padam. Untung saja Revi lekas menarik Johan menjauh. Jika tidak, mungkin kepalan tangan Ardan sudah melayang ke wajahnya.
“Sayang, kamu harus tenang.” Winda menggenggam tangan suaminya. “Dia sengaja memancingmu. Dia mungkin ingin mengambil kesempatan untuk membuatmu buruk di mata kalangan pengusaha.”
Ardan menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya kembali. Ucapan Winda semua benar. Jika dia terbawa emosi lalu menghajar Johan, maka semua pengusaha akan menilainya buruk, dan mantan adik tiri itu pasti akan bersorak menang.
“Aku pasti akan membunuhnya suatu hari nanti!” Ardan bergumam pelan membuat Winda bergidik ngeri. Kedua tangannya terkepal dengan mata menatap tajam ke arah Johan yang kini naik ke atas panggung podium.
Johan memperkenalkan dirinya sebagai pengganti Gunawan Aditama. Meyakinkan pada seluruh hadirin jika dirinya mampu menguasai pasaran dengan produk yang baru dia launching. Senyum yang terlalu lebar, untuk sebuah produk hasil curian. Apa benar-benar yakin bahwa itu akan berhasil?
“Terima kasih atas kehadiran Anda semua. Saya benar-benar tersanjung Anda semua mau meluangkan waktu untuk persembahan kecil ini. Seperti Anda ketahui, Saya adalah orang yang baru saja terjun ke dunia bisnis. Karena itu akan sangat terhormat jika satu diantara Anda bersedia memberikan petuah pada saya. Saya ingin sekali mendengar nasehat dari Tuan Ardan Bagaskara, mohon kesediaannya untuk naik ke atas panggung, Tuan Bagaskara.”
Tampaknya Johan benar-benar sengaja. Ia tahu Ardan sedang marah, dan kini ia menyiram bensin di atas api yang membara. Apa dia berniat untuk mempermalukan Ardan?
“Kita pulang saja.” Winda mencekal pergelangan tangan Ardan ketika pria itu hendak melangkah maju. Kedua tangan Ardan yang terkepal dan rahang yang mengeras benar-benar membuatnya khawatir.
Ardan menghentikan langkahnya lalu menatap wajah istrinya. “Aku sudah diberikan panggung. Mana mungkin aku melewatkan kesempatan?”
Winda menatap lekat mata suaminya. Senyum misterius yang tercetak di sudut bibir pria itu sungguh mencurigakan. Apa Ardan punya rencana yang dia tidak tahu?
duh.. kan jadi gatel jariku/CoolGuy/