Seorang putri Adipati menikahi putra mahkota melalui dekrit pernikahan, namun kebahagiaan yang diharapkan berubah menjadi luka dan pengkhianatan. Rahasia demi rahasia terungkap, membuatnya mempertanyakan siapa yang bisa dipercaya. Di tengah kekacauan, ia mengambil langkah berani dengan meminta dekrit perceraian untuk membebaskan diri dari takdir yang mengikatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
"Hamba hanya ingin hidup tenang bersama putri dan cucu hamba, Yang Mulia," jawab Adipati Cheng dengan suara lirih, nyaris berbisik. Punggungnya yang dulu tegap kini terlihat membungkuk, menampakkan betapa berat beban yang ia pikul.
Sejak hari di mana ia jatuh sakit karena mengetahui masalah yang menimpa Cheng Xiao, Adipati Cheng belum lagi bertatap muka dengan putrinya. Ia hanya mendapatkan kabar dari orang kepercayaannya yang selalu berada di sisi putrinya. Mendengar cerita tentang penderitaan Cheng Xiao saja sudah membuat hatinya terluka parah, apalagi jika harus bertatap wajah secara langsung, ia khawatir dirinya akan benar-benar hancur berkeping-keping.
Kaisar menarik napas panjang, terlihat berat untuk mengucapkan kata-kata yang akan keluar dari mulutnya. "Baiklah, Adipati Cheng," ujarnya akhirnya, dengan nada penuh penyesalan. "Aku akan melepaskan Cheng Xiao."
Di balik sekat tirai ruangan pertemuan, Permaisuri yang sedari tadi bersembunyi hanya bisa menangis dalam diam, menyaksikan suami dari mendiang sepupunya itu terlihat begitu rapuh dan kehilangan semangat hidup. Air mata terus mengalir membasahi pipinya. "Jingyi, mengapa semua ini harus terjadi pada anak-anak kita?" gumamnya di sela isak tangis yang berusaha ia redam.
Setelah menyampaikan keputusan tersebut, Kaisar tidak ingin Adipati Cheng melepaskan jabatannya sebagai seorang adipati. Namun, ia mengambil alih seluruh pasukan yang selama ini berada di bawah komando keluarga Cheng. Adipati Cheng kemudian pamit undur diri, untuk kembali ke kediamannya yang terasa semakin sunyi dan sepi.
Tidak lama berselang setelah kepergian Adipati Cheng, Putra Mahkota Wang Yuwen masuk ke dalam ruangan Kaisar dengan langkah gontai. "Salam, Ayahanda," ucapnya dengan nada lesu.
"Ada apa, Putra Mahkota?" tanya Kaisar dengan nada datar, tanpa sedikit pun menunjukkan kehangatan.
Terlihat jelas bahwa putra mahkota itu tengah mencari seseorang di dalam ruangan. "Ayahanda..."
"Yuwen, apakah kau sudah menyadari kesalahanmu?" tanya Kaisar dengan nada dingin, menusuk tepat ke jantung Wang Yuwen.
Wang Yuwen menatap Kaisar dengan tatapan yang sulit dibaca, seolah menyimpan berbagai macam emosi yang bercampur aduk. "Ayah..."
"Apakah aku pernah mengajarkanmu untuk menjadi seorang pria bajingan, Yuwen?" ujar Kaisar dengan nada kecewa, membuat Wang Yuwen tersentak kaget.
Kini Wang Yuwen mengerti, rahasianya telah diketahui oleh ayahnya, dan kemungkinan besar juga oleh ibunya. Ia tidak bisa lagi menyembunyikan kebenaran yang selama ini ia tutupi rapat-rapat.
"Bukankah saat sebelum pernikahanmu dengan Cheng Xiao, aku pernah bertanya kepadamu, jika kau tidak menginginkan pernikahan ini, kau bisa menolaknya?" ujar Kaisar, mengingatkan Wang Yuwen akan kesempatan yang telah ia sia-siakan.
"Sekarang, kau tidak hanya menghancurkan Cheng Xiao, tetapi juga menghancurkan hati ibumu yang sangat menyayanginya," lanjut Kaisar dengan nada getir, membuat Wang Yuwen merasa semakin bersalah.
Tanpa ragu, Wang Yuwen langsung berlutut di hadapan Kaisar, memohon ampun. "Ayahanda, aku bersalah... Aku telah menghancurkan hidup Cheng Xiao. Sekarang aku ingin bertanggung jawab atas perbuatanku, dan mengakui anak yang dilahirkannya sebagai anakku," ujar Wang Yuwen dengan nada penuh penyesalan.
Brak!
Kaisar menggebrak meja dengan keras, membuat Wang Yuwen tersentak kaget. "Kau pikir Cheng Xiao sebodoh itu untuk terus bertahan dengan pria yang telah menghancurkannya? Kau tidak hanya menghancurkan harga dirinya, tetapi juga kepercayaannya yang begitu besar padamu!" ujar Kaisar dengan murka yang meluap-luap, tidak dapat lagi menahan amarahnya.
"Kau fikir dengan satu kata tanggung jawab semua akan kembali seperti semula, Yuwen? Kau salah besar!" Kaisar berdiri dari duduknya, berjalan mendekati Wang Yuwen yang masih berlutut di lantai.
"Kau tahu, apa yang paling membuatku kecewa padamu? Bukan karena kau mencintai wanita lain, bukan karena kau mengkhianati Cheng Xiao, tapi karena kau tidak jujur padaku!" Kaisar berhenti tepat di depan Wang Yuwen, menatapnya dengan tatapan tajam yang menusuk hingga ke tulang.
"Aku bisa menerima jika kau tidak mencintai Cheng Xiao, aku bisa menerima jika kau ingin menikahi wanita lain. Tapi, aku tidak bisa menerima kebohongan! Kebohonganmu telah menghancurkan segalanya!" Kaisar berteriak dengan suara yang menggema di seluruh ruangan.
Wang Yuwen menundukkan kepalanya dalam-dalam, tidak berani menatap wajah Kaisar yang penuh amarah. Air mata mulai menetes membasahi lantai. Ia tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan besar, dan ia pantas mendapatkan semua kemarahan ini.
"Bangunlah, Yuwen," kata Kaisar dengan nada yang lebih tenang. "Aku tidak ingin melihatmu berlutut seperti ini. Kau adalah seorang putra mahkota, calon penerus tahta. Kau harus kuat, kau harus bijaksana, dan yang terpenting, kau harus jujur."
Wang Yuwen mengangkat kepalanya, menatap Kaisar dengan tatapan penuh harap. "Ayahanda, apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku bisa memperbaiki semua ini?" tanyanya dengan nada putus asa.
Kaisar menghela nafas panjang, lalu menepuk bahu Wang Yuwen dengan lembut. "Itu adalah urusanmu, Yuwen. Kau yang telah membuat kekacauan ini, kau juga yang harus memperbaikinya. Aku tidak akan membantumu, karena ini adalah pelajaran yang harus kau pelajari sendiri."
"Tapi, Ayahanda..."
"Tidak ada tapi-tapian, Yuwen. Aku sudah memberikanmu semua yang kau butuhkan untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Sekarang, terserah padamu apakah kau ingin menggunakan semua itu atau tidak." Kaisar berbalik dan berjalan kembali ke tempat duduknya.
"Pergilah, Yuwen. Pikirkan baik-baik apa yang harus kau lakukan. Dan ingat, apapun keputusan yang kau ambil, kau harus siap dengan segala konsekuensinya." Kaisar berkata tanpa menoleh ke belakang.
Wang Yuwen terdiam sejenak, mencerna semua perkataan Kaisar. Ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu, namun ia tidak tahu harus mulai dari mana. Dengan langkah gontai, ia bangkit dari lantai dan berjalan keluar dari ruangan Kaisar, meninggalkan sang ayah yang masih duduk termenung di tempatnya.
Di luar ruangan, Wang Yuwen berdiri terpaku di tengah lorong istana. Pikirannya berkecamuk, hatinya dipenuhi dengan penyesalan dan kebingungan. Ia merasa sendirian, terasingkan dari semua orang.
'Apa yang harus aku lakukan?' Wang Yuwen bertanya pada dirinya sendiri, merasa putus asa. 'Bagaimana aku bisa memperbaiki semua kesalahan ini?'
Tiba-tiba, ia teringat pada Cheng Xiao. Ia tahu bahwa satu-satunya cara untuk memperbaiki kesalahannya adalah dengan meminta maaf padanya, dan mencoba untuk mendapatkan kembali kepercayaannya.
Saat Wang Yuwen hendak melangkah menuju Paviliun Awan, tempat Cheng Xiao berada, tiba-tiba Kasim Zhen Fu menghampirinya dengan tergesa-gesa. Wajah Kasim Zhen Fu tampak tegang, menandakan ada sesuatu yang penting. "Yang Mulia Putra Mahkota," sapa Kasim Zhen Fu dengan nada hormat, membungkuk sedikit. "Yang Mulia Kaisar memerintahkan Anda untuk segera berangkat ke wilayah selatan guna mengatasi pemberontakan yang semakin merajalela." Kasim Zhen Fu menyodorkan sebuah surat perintah yang disegel dengan stempel kekaisaran.
"Tapi..." Wang Yuwen baru saja membulatkan tekad untuk menemui Cheng Xiao dan meminta maaf atas segala perbuatannya yang telah menyakiti wanita itu. Namun, seolah takdir mempermainkannya, sebuah halangan kembali menghadang di hadapannya. Ia menghela napas berat.
"Yang Mulia," sela Kasim Zhen Fu dengan nada mendesak, seolah mengingatkan Wang Yuwen akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang putra mahkota.
"Baiklah," ujar Wang Yuwen akhirnya, dengan nada pasrah. Ia menerima surat perintah itu dari tangan Kasim Zhen Fu. Ia tahu bahwa sebagai seorang putra mahkota, ia tidak bisa menolak perintah dari Kaisar, meskipun hatinya berat untuk meninggalkan Cheng Xiao. Kesempatan untuk meminta maaf pada wanita itu harus kembali ia tunda.
semangat up nya 💪
semangat up lagi 💪💪💪
Semangat thor 💪