Terpaksa menggantikan sang kakak untuk menikahi pria yang tidak diinginkan kakaknya. Menjalani pernikahan lebih dari 3 tahun, pernikahan yang terasa hambar, tidak pernah disentuh dan selalu mendapatkan perlakuan yang sangat dingin.
Bagaimana mungkin pasangan suami istri yang hidup satu atap dan tidak pernah berkomunikasi satu sama lain. Berbicara hanya sekedar saja dan bahkan tidak saling menyapa
Pada akhirnya Vanisa menyerah dalam pernikahannya yang merasa diabaikan yang membuatnya mengajukan permohonan perceraian.
Tetapi justru menjelang perceraian, keduanya malah semakin dekat.
Apakah setelah bertahun-tahun menikah dan pada akhirnya pasangan itu memutuskan untuk berpisah atau justru saling memperbaiki satu sama lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17 Kok Dekat.
Mentari pagi sudah tiba. Suster membawa Vanisa jalan-jalan di luar Apartemen untuk mencari udara segar.
"Nona tempat ini benar-benar sangat luas sekali. Pasti sangat menyenangkan bukan jika setiap hari jalan-jalan seperti ini. Nona pasti sering berenang di sana bukan?" tanya Suster.
Suster iya sih memang sangat ramah yang selalu mengajak Vanisa mengobrol walau Vanisa tidak pernah merespon. Selain dia tidak bisa berbicara dia juga sepertinya tidak mood untuk membahas hal apapun
Mata Vanisa melihat tempat itu. Sama sekali dia tidak pernah melakukan apa yang dikatakan Suster. Dia juga tidak tahu apa yang dia lakukan selama ini di Apartemen itu. Dia seperti dipenjara dan bahkan untuk berkeliling saja melihat fasilitas di sana dia tidak pernah melakukan hal itu.
Vanisa benar-benar menyia-nyiakan hidupnya selama 3 tahun dan bahkan niatnya untuk bercerai sudah di depan mata dan sekarang dia malah mendapatkan musibah. Tiba-tiba kursi roda itu terhenti yang ternyata Arvin yang sudah ada di depan yang membuat Vanisa mengangkat kepalanya.
"Tinggalkan kami sebentar," ucap Arvin.
"Baik tuan!" jawab Suster tersebut dan langsung pergi.
Arvin mengambil kursi dan duduk di depan Vanisa
"Aku tahu ini akan menjadi sulit untukmu. Untuk sementara Suster akan menemani kamu yang akan merawat kamu dan menentukan semua jadwal kamu untuk praktek. Kamu pasti akan kembali normal seperti awal dan semua hanya membutuhkan waktu," ucap Arvin.
"Karena kondisi kamu yang seperti ini membuat kamu tidak memungkinkan untuk mengajar. Jadi mulai sekarang kamu fokus pada kesembuhan kamu, berusaha menggerakkan diri dan berlatih dengan giat. Penyakit yang kamu derita hanya bersifat sementara dan semua akan sembuh tergantung pada kamu!" tegas Arvin.
"Sekarang aku sudah seperti ini. Seharusnya ini jalan perpisahan yang paling tepat," batin Vanisa yang masih saja memikirkan perceraian.
"Apapun yang kamu butuhkan kamu bisa memintanya pada Suster!" ucap Arvin.
****
Karena kondisi Vanisa yang lumpuh sementara membuat Vanisa harus berusaha sendiri. Dia terus melakukan terapi dari mulai belajar menggerakkan kakinya sampai belajar berjalan.
Kemajuan Vanisa bisa dikatakan sebenarnya sudah jauh lebih meningkat dibandingkan saat pertama kali dia dinyatakan menderita afasia.
Pada awal-awal tubuhnya benar-benar tidak bisa bergerak, mengalami kesulitan untuk menggerakkan jari saja. Sekarang sudah jauh lebih baik dengan jari-jarinya yang bisa digerakkan. Vanisa juga bisa memegang ponsel, kalau masih begitu sangat berat dan masih butuh berlatih.
"Nona perkembangan hari ini benar-benar sangat luar biasa. Saya senang dengan telapak kaki Nona sudah bisa menyentuh lantai. Semoga Nona bisa dengan cepat berdiri," ucap Suster.
Vanisa menganggukkan kepala.
Vanisa mengambil ponselnya dan terlihat mengetik di ponselnya tersebut dengan jari-jarinya yang sangat lambat.
"Aku membutuhkan alat untuk bantuan berjalan!" tulisnya.
"Baik Nona saya akan sediakan itu besok. Ini sudah malam. Saya harus pulang karena tugas saya sudah selesai," ucap Suster yang memang tidak menginap di rumah Vanisa. Dia datang jam 06.00 pagi dan pulang jam 09.00 malam.
Vanisa menganggukkan kepalanya.
"Saya antar Nona ke kamar!" ucap Suster.
Vanisa menggelengkan kepala dan kembali menulis di ponselnya.
"Kamu pulanglah, aku bisa memutar kursi rodaku. Aku harus membiasakan diri agar pergerakan tubuhku semakin lancar," tulisnya.
"Apa Nona yakin?" tanya Suster ragu. Vanisa menganggukkan kepala.
"Baiklah kalau begitu semoga Nona berhasil melakukannya. Saya permisi pulang dulu!" ucap Suster. Vanisa menganggukkan kepala dan Suster itu tidak mengatakan apa-apa lagi yang langsung pergi.
Vanisa menghela nafas yang mulai mendorong kursi rodanya. Ternyata tidak semudah yang Vanisa bayangkan. Bahkan roda itu sama sekali tidak bergerak.
"Astaga kenapa ini sudah sekali. Tanganku ternyata tidak mampu untuk mendorongnya," batinnya yang masih saja berusaha.
Vanisa melihat ke arah pintu yang baru saja pintu itu tertutup. Suster sudah pergi dan seandainya dia bisa berbicara. Vanisa kemungkinan akan berteriak untuk mengubah keputusannya.
"Huhhhh, ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. Vanisa memegang ponsel saja dan mengetik saja jari-jarimu masih sangat lemah, kamu saja makan masih sangat sulit. Kamu seperti anak balita yang mengalami pertumbuhan. Seharusnya kamu bersabar dan tidak perlu memaksakan diri seperti ini," batin Vanisa.
"Sekarang aku tidak tahu mau sampai kapan aku berada di sini. Aku tidak bisa kemana-mana," Vanisa hanya bisa menghela nafas yang sekarang dirinya harus benar-benar pasrah.
Mobil Arvin yang tiba di parkiran. Arvin yang langsung keluar dari mobilnya memasuki Apartemen.
Pintu terbuka silakan masuk.
Suara otomatis itu terdengar. Arvin menghidupkan lampu dan cukup terkejut yang melihat keberadaan Vanisa tetap di tempatnya di atas kursi roda yang ternyata sudah tertidur dengan kepala yang jatuh dan wajahnya tertutup di rambutnya.
"Kenapa dia tidur di sini!" batin Arvin kebingungan.
Kepalanya berkeliling yang melihat apakah Suster masih ada atau tidak dan rumah itu memang tampak sangat sepi, kalaupun ada pasti lampu tidak dimatikan yang artinya memang Suster sudah pergi. Arvin menelan salivanya dan berjalan menghampiri Vanisa.
Arvin berjongkok di depan Vanisa yang menyingkirkan anak rambut tersebut dari wajah cantik istrinya sehingga wajah polos yang tertidur lelap itu akhirnya terlihat.
Mata Vanisa bergerak-gerak yang menyadari jika ada yang menatapnya dan membuat Vanisa membuka matanya yang langsung terkejut dengan kehadiran Arvin yang tiba-tiba.
Vanisa langsung menegakkan kepalanya dengan raut wajahnya yang panik.
"Aku tidak bermaksud untuk membangunkanmu. Kamu kenapa bisa tidur di sini?"
"Apa Suster sudah pulang?" tanya Arvin.
Vanisa ambil ponselnya yang sejak tadi diletakkan di pahanya dan jarinya mulai mengetik
"Tadi aku menyuruhnya pulang terlebih dahulu. Aku ingin mencoba sendiri ke kamar dengan mendorong kursi roda ku dan ternyata aku belum mampu," tulis Vanisa.
"Aku tahu kamu sangat excited sekali ingin sembuh. Tetapi segala sesuatu yang diburu-buru juga tidak akan menghasilkan. Jadi jangan terlalu berekspektasi tinggi dan pelan-pelan menjalani semuanya," ucap Arvin yang memberikan saran.
"Di saat aku tidak bisa melakukan apa-apa, kenapa dia sangat boros sekali dengan kata-kata yang sering berceramah kepadaku," batin Vanisa.
"Aku akan membantumu ke kamar," ucap Arvin. Vanisa belum sempat merespon Arvin sudah mendorong kursi roda tersebut dengan memutarkan ke arah kamar.
Vanisa hanya menurut saja, kepalanya cukup sakit yang tertidur dengan cara seperti itu dan untung saja Arvin pulang.
Setiba di kamar. Tidak seperti suster yang memapah Vanisa untuk menaiki ranjang dan ternyata Arvin yang langsung menggendong Vanisa ala bridal style yang membuat Vanisa kaget dengan matanya melotot.
Wajar saja. Karena hal itu baru terjadi sekian lama pernikahan mereka. Jantung Vanisa juga berdebar dengan kencang yang sangat tidak biasanya. Arvin dengan sangat hati-hati membaringkan tubuh kecil itu di atas ranjang. Vanisa yang begitu gugup sampai mengalihkan pandangannya ke kiri yang tidak berani menatap wajah yang sangat tampan itu yang sangat dekat sekali dengannya.
Suara hembusan nafas berat itu bahkan terdengar, aroma tubuh suaminya yang begitu memiliki khas yang sangat memabukkan.
"Istirahatlah!" ucap Arvin yang sangat baik hati sekali menyelimuti sang istri. Vanisa hanya menggerakkan matanya saja.
Arvin yang tidak mengatakan apa-apa lagi langsung pergi dari kamar Vanisa yang membiarkan Vanisa untuk beristirahat.
Vanisa melihat kepergian suaminya itu yang lagi-lagi dia hanya menghela nafas saja.
Bersambung.......
apa motifnya hingga vanisa yg di culik?
jd makin penasaran aku