Jiwa seorang ilmuwan dunia modern terjebak pada tubuh pemuda miskin di dunia para Abadi. Ia berusaha mencapai puncak keabadian untuk kembali ke bumi. Akankah takdir mendukungnya untuk kembali ke bumi…. atau justru menaklukkan surgawi?
**
Mengisahkan perjalanan Chen Lian atau Xu Yin mencapai Puncak Keabadian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almeira Seika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19—Memenuhi Janji
Tetua Qian mengerutkan kening, matanya melebar, lalu menggelengkan kepala. "Sepertinya, kau ini keras kepala."
Wajah Xu Yin menunduk dalam-dalam, ia tidak berani menatap langsung mata gurunya itu. Ia belum siap terkena amarah dari orang yang sudah ia anggap seperti kakek sendiri, yang bahkan sejajar dengan dua sahabatnya.
"Kenapa kau melakukan ini, anak kecil? Bukankah sudah kubilang, untuk melakukannya secara perlahan?" Kali ini, Tetua Qian meninggikan suaranya. Tak biasanya ia melakukan ini pada Xu Yin.
Membuat jantung pemuda itu berdetak hebat, dan... hatinya terasa remuk karena bentakan gurunya itu. Saat orang lain mencibirnya, mencemooh dan bahkan menganiaya, ia tak merasakan begitu sakit hati. Namun saat ini, ia benar-benar merasakan hati yang patah.
Namun, hal tak terduga terjadi. Tetua Qian tiba-tiba mengeluarkan suara tawa, yang tak pernah Xu Yin dengar sebelumnya. Setelah tertawa, ia berkata. “Bagus, anak kecil. Luar biasa, seperti yang telah kuduga selama ini. Aku tahu, kau tidak ingin ini terjadi. Tapi, alam yang memaksamu. Benar bukan?"
Xu Yin merasa sangat gembira. Hatinya yang patah, seakan menyatu kembali. Ia segera mengangkat wajahnya, dan melihat mata gurunya yang tengah berbinar-binar. "Benar sekali, Guru. Saya sudah melakukan metode-metode yang anda ajarkan. Tetapi... entah bagaimana, setiap bulan saya naik satu tingkat. Saya benar-benar khawatir saat anda datang kesini."
Tetua QIan tertawa lagi, seolah-olah tawanya hanya untuk menghibur muridnya. "Sebenarnya, aku sudah tahu hal semacam ini akan terjadi. Void Primordial, mampu menyerap segala bentuk Qi yang ada disekitar ke dalam kekosongan, dan kekosongan itu adalah Void Primordial milikmu."
Mendengar penjelasan gurunya, Xu Yin mulai mengerti. "Bahasa kasarnya... kalau di dunuia modern, seperti tarikan gravitasi hebat dari lubang hitam." gumamnya dalam hati sembari menyipitkan matanya.
Setelah memikirkan berbagai kemungkinan, Xu Yin tersenyum tipis sembari menatap mata gurunya. “Walaupun saya tidak tahu apa Void Primordial itu... tapi, saya hanya cukup untuk mengikuti bimbingan dari Guru."
Tetua Qian mengangguk. Saat mata mereka saling bertemu. Ia melihat ke dalam mata Xu Yin dan tak menemukan sedikit pun keraguan. Yang ada hanya tekad dingin dan luka yang telah dijinakkan. “Kalau begitu, hari ini aku akan memenuhi janjiku. Aku akan mengajarkan dua teknik inti padamu. Bukan jurus pamungkas, tapi cukup untuk membuatmu bertahan dan menyerang dengan elegan.”
Xu Yin membungkuk dan menangkupkan tangannya. Ia memberi penghormatan lagi kepada Gurunya. “Murid akan mengingat ilmu ini sampai mati.”
Lelaki tua itu memegang kedua lengan Xu Yin, "Jangan terlalu sungkan padaku. Sekarang ayo kita pergi untuk latihan teknik."
Tetua Qian mengulurkan tangannya dengan tenang. “Pegang erat. Kita akan keluar dari sini,” ucapnya lembut.
Xu Yin mengangguk dan menggenggam tangan gurunya. Dalam sekejap, hawa spiritual berkumpul di sekeliling mereka, membentuk pusaran kabut tipis berwarna perak. Angin qi berputar lembut, dan dalam satu helaan napas, tubuh mereka lenyap dari dalam gua.
WUSSSH!
Udara dingin pegunungan langsung menyapa wajah Xu Yin saat mereka muncul di luar goa, di lereng tertinggi pegunungan utara. Kabut pagi masih menggantung di udara, dan dari tempat mereka berdiri, seluruh lanskap pegunungan tampak seperti lukisan yang hidup, nyata, dan indah. Bahkan, jika pegunungan ini ada di dunia modern, akan didatangi oleh jutaan wisatawan setiap tahunnya.
Namun, bukan pemandangan itu yang membuat Xu Yin terkejut.
Beberapa langkah di hadapan mereka, berdiri seekor makhluk mitologi. Seekor Yinglong, naga bersayap dari zaman kuno, berbaring dengan nyaman di antara kabut. Sisiknya berkilau kemerahan membara, dengan tanduk merah melengkung ke belakang dan mata emas yang memancarkan cahaya. Sayap besarnya terlipat, namun jelas kekuatannya bisa membelah langit kapan saja. Aura Qi yang mengalir dari tubuhnya begitu padat, hingga rumput di sekitarnya melengkung tertunduk, seolah sedang memberi hormat.
Xu Yin menatap makhluk itu dengan mata membelalak. “Itu… Yinglong? Binatang roh surgawi yang ada di dalam buku sejarah." Ucapnya di dalam batin. Setelah itu, ia memberikan reaksi lain. "Kenapa Guru tidak pernah membawanya?" Tanyanya pada Tetua Qian.
Tetua Qian hanya tertawa pelan, nada suaranya ringan namun penuh kehangatan. “Itu karena Yinglong-ku sebelumnya sedang dipinjam oleh seorang teman lama. Kami memiliki janji, lalu, aku meminjamkan Yinglong ini padanya selama satu abad penuh.”
Mata Xu Yin semakin berbinar. “Satu abad…?” Lalu, ia berkata di dalam hatinya. "Sungguh, aku tak bisa mempercayai ini... jadi... manusia di zaman ini hidup selama beradab-abad?"
“Ya,” jawab Tetua Qian sambil menepuk tasnya, mengeluarkan pil berwarna putih yang langsung dilahap oleh Yinglong. Itu adalah pil tingkat tinggi untuk makanan Binatang Roh. Yinglong langsung mengeluarkan dengusan rendah penuh respek pada tuannya. “Dan hari ini, ia akhirnya dikembalikan. Mungkin, memang waktunya kau melihatnya.”
Xu Yin memandang naga itu dengan campuran rasa kagum dan hormat. “Aku merasa… bahkan langit pun akan memberi jalan untuk makhluk ini.”
Tetua Qian tersenyum, lalu melompat ringan ke punggung Yinglong. Ia menoleh dan mengulurkan tangan pada Xu Yin. “Ayo, kita terbang. Kau akan merasakan bagaimana rasanya berjalan di antara awan… bersama makhluk legendaris ini.”
Xu Yin mengangguk gembira, lalu terbang naik ke punggung Yinglong di sebelah gurunya.
Perlahan sayap Yinglong terbentang lebar, memekarkan angin spiritual yang begitu kuat hingga kabut di sekitar mereka tersibak, memperlihatkan langit biru jernih di atas pegunungan. Tubuh naga itu naik perlahan, lalu melesat dengan keanggunan yang hanya dimiliki oleh makhluk surgawi.
Xu Yin duduk di belakang Tetua Qian, tubuhnya berdiri tegap dan stabil meski angin menghantam keras wajahnya. Ia memegangi sisik merah di punggung Yinglong, merasakan denyut spiritual di balik kulit makhluk agung itu, hangat, kuat, dan tenang.
Pegunungan Utara terbentang luas di bawah mereka. Hutan-hutan purba, lembah-lembah yang tersembunyi oleh kabut, dan puncak-puncak tajam seperti tombak raksasa tampak kecil dari ketinggian. Xu Yin menoleh ke segala arah, kagum dan terdiam oleh keindahan dunia yang belum pernah ia sebelumnya.
“Kita hampir sampai,” ucap Tetua Qian tanpa menoleh, suaranya tertiup angin namun tetap jelas.
Beberapa saat kemudian, di kejauhan, Xu Yin melihat air terjun raksasa yang mengalir dari tebing yang menjulang tinggi, jatuh ke jurang dengan kekuatan luar biasa, yang mampu menggetarkan bumi. Namun di balik air terjun itu, samar-samar, tampak celah kecil yang diselimuti oleh formasi.
Dengan satu kibasan sayap, Yinglong menukik anggun, menyusuri aliran udara, menurun dan menembus kabut tipis. Sesaat sebelum menabrak air terjun, tubuh Yinglong memancarkan cahaya halus, lalu, mereka menembus tirai air tanpa menyentuh setetes pun cipratan.
Di balik air terjun, terbuka sebuah lembah rahasia. Dikelilingi tebing tinggi dan ditumbuhi bunga-bunga spiritual yang memancarkan cahaya lembut, lembah itu terasa seperti dunia yang terpisah dari dunia fana. Sunyi, murni, dan abadi.
Yinglong mendarat perlahan di tanah berumput yang lembut. Sayapnya terlipat, dan hembusan napasnya mengusir embun pagi yang menggantung di udara.
Xu Yin melompat turun, menatap sekeliling dengan napas tertahan. Ia tahu, tempat ini bukan hanya sekadar tempat latihan, ini adalah tempat bagi mereka yang ingin melampaui batas dirinya.
Tetua Qian menepuk bahu muridnya. “Di sinilah kau akan belajar dua teknik penting. Dan juga, cobalah untuk menikmati keindahan tempat ini… sebab tiap tetes kabut dan tiap hembusan angin di sini bisa mengajarkanmu makna kekuatan sejati.”
Xu Yin menatap sekeliling lembah itu, ia dapat merasakan aura yang berbeda. Selain itu, lembah ini akan terus berembun sepanjang hari tanpa memperdulikan waktu. Tak lama, Xu Yin menunduk dalam hormat. “Saya siap, Guru.”
pedang biasa bisa apa nggak? tergantung ilmu seseorang atau tergantung pedangnya?
mungkin padanan sapu terbang penyihir atau karpet terbang aladin. cerita2 benda terbang yg jadi kendaraan yang lebih kuno.
ibunya jadi hangat.