"Aku ingin bercerai karena aku sudah tahu maksud busuk mu! Tidak ada hubungannya dengan Rose! Aku tidak pernah mencintaimu sejak awal. Kau telah merampas posisi Rose sebagai istriku!"
"Selama aku tidak menandatangani surat cerai, itu tetap dianggap selingkuh! Dia tetaplah perusak rumah tangga!"
Setiap kali Daisy melawan ucapan Lucifer, yang dia dapatkan adalah kekerasan. Meskipun begitu dengan bodohnya dia masih mencintai suaminya itu.
"Karena kamu sangat ingin mati, aku akan mengabulkannya!"
Kesalahpahaman, penghianatan, kebohongan. Siapa yang benar dan siapa yang salah. Hati nurani yang terbutakan. Janji masalalu yang terlupakan. Dan rasa sakit yang menjadi jawaban.
Apakah kebenaran akan terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little turtle 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Special Episode : Janji Yang Terlupakan
8 tahun yang lalu..
"Kenalin, ini Tante Sonia, sahabat Mama sejak SMA.." ucap Amber pada Daisy, putrinya.
"Halo, cantik.. Ahh~ sepertinya dia sangat cocok dengan putra ku," ucap Sonia dengan heboh.
"Oh, iya.. Dimana dia?" tanya Amber.
"Dia sedang mempersiapkan penampilannya," jawab Sonia.
Perbincangan panjang lebar terus berlanjut, hingga asisten Sonia datang dengan kabar buruk.
"Amber, ada sesuatu yang terjadi di perusahaan. Nikmati pestanya, ya..aku akan segera kembali.." pamit Sonia yang kemudian pergi.
Amber membawa Daisy ke panggung pertunjukan.
Terlihat sosok laki-laki yang tampak bersinar dengan wajah bak malaikat itu sedang memainkan biola. Tersenyum lembut dengan penuh percaya diri membuat orang-orang terhanyut dalam permainannya.
Kala itu Daisy baru berusia 16 tahun. Dan dia rasa anak laki-laki itu adalah cinta pada pandangan pertamanya.
Namun ditengah-tengah pesta, tiba-tiba suara tembakan terdengar. Semua tamu undangan berhamburan untuk menyelamatkan diri mereka masing-masing. Begitupula dengan Amber yang langsung menarik Daisy untuk berlari.
Namun mereka semua melupakan anak laki-laki 18 tahun yang masih berdiri di panggung dengan biola nya. Karena syok anak itu hanya diam sambil melihat kekacauan di sekitarnya.
"Bunda, kita harus menyelamatkan anak itu!" seru Daisy pada Amber.
"Apapun masalahnya, kau harus memikirkan dirimu terlebih dahulu, baru orang lain. Itulah urutannya!" bentak Amber.
Dengan tatapan tak tega Amber menatap anak laki-laki itu. Dia tahu kalau anak itu adalah putra sahabatnya. Tapi dia juga memiliki putri di sampingnya. Dia tidak bisa membahayakan putrinya sendiri.
Daisy terus mengikuti langkah Ibunya sambil terus melihat kebelakang, memastikan anak itu akan baik-baik saja. Namun perasaan tak tenang terus mengganggunya.
"Maaf Bun, sepertinya aku tidak bisa.."
Daisy melepas paksa tangannya dari genggaman Amber. Lalu berlari ke arah panggung dimana anak laki-laki itu berdiri.
"Daisy! berhenti!" teriak Amber.
"Maafkan Daisy, Bunda. Daisy akan segera kembali.." teriak Daisy sambil berlari ke belakang sana.
Setelah berhasil berdiri di hadapan anak laki-laki itu dan hendak menarik tangannya untuk melarikan diri, dua orang pria mendatangi mereka dan menangkapnya.
"Sialan, siapa gadis ini?" ucap salah satu pria.
"Bawa sekalian saja, lumayan jika tebusannya berlipat ganda.."
Salah satu pria itupun menutup kepala Daisy dengan karung. Dia tidak dapat melihat apapun juga tidak tahu apa yang terjadi dengan anak laki-laki itu.
Entah kapan dia mulai tak sadarkan diri, saat membuka matanya dia sudah berada di sebuah tempat yang berbau besi berkarat dan lumayan gelap. Dia menggerakkan tubuhnya, namun sesuatu dia rasakan di kedua tangan dan kakinya. Dia diikat.
"Apakah ada orang?" teriak Daisy karena tidak dapat melihat apapun.
"Kau sudah bangun?" terdengar suara lelaki.
"Si-siapa?" tanya Daisy dengan tubuh yang mulai gemetar.
Sesaat kemudian terdengar suara sesuatu yang diseret. Dalam kepala Daisy dia sudah memikirkan hal-hal aneh.
"Arrgghhh!!!" jerit Daisy saat sebuah tangan menyentuh kakinya.
"Te-tenang. Aku bukan penjahatnya.." ucap lelaki itu terbata karena kaget.
"Apa kamu yang tadi memainkan biola?" tanya Daisy.
"Be-benar.."
Setelah percakapan singkat itu, semuanya kembali hening.
"Aku melihatmu berlari ke arahku disaat semua orang melarikan dirinya masing-masing.."
"Kenapa?"
Daisy tak menjawab. Dia rasa itu pertanyaan yang tidak perlu di jawab. Daisy melakukan nya hanya karena rasa kemanusiaan.
"Apa kau pingsan lagi?"
"Tidak.." jawab Daisy cuek.
"Kenapa tidak menjawab?"
"Entahlah. Tidak ada alasan khusus, aku hanya merasa aku perlu melakukannya.." jawab Daisy.
"Dasar anak aneh!" cibir anak laki-laki itu.
"Kalian sudah mulai akrab?" sebuah suara terdengar diikuti oleh suara tawa layaknya seorang penjahit.
Lampu di nyalakan, membuat Daisy mengernyitkan kening dan menyipitkan matanya.
"Aku tau dia adalah calon penerus perusahaan besar di Negara ini. Tapi kau? tikus kecil darimana kau?" pria dengan bekas luka gores di wajahnya itu berjongkok di hadapan Daisy dan mencubit dagunya.
"Urusanmu denganku, kan? Jadi lepaskan dia!" seru anak laki-laki itu.
Pria jahat itu menatap anak laki-laki itu dan tertawa keras. Kemudian menampar wajah cantik laki-laki itu lebih keras dari suara tawanya .
"Apa semua pewaris memang mempunyai sifat yang sombong?" kritik nya.
"Ya, lanjutkan saja kesombongan mu itu! Menetaplah disini sampai orang tuamu menghadap ku dengan beberapa koper uang!"
Tawa menjengkelkan kembali pria itu dengarkan pada mereka. Kemudian keluar dan menutup kembali kontainer kosong itu. Meninggalkan dua bocah itu tanpa makanan ataupun minuman.
"Kamu tak apa?" tanya Daisy dengan wajah yang telah banjir oleh air mata.
Anak laki-laki itu tersenyum, kemudian tertawa. "Lihatlah wajah konyol mu itu!"
"Dasar bodoh! Aku benar-benar takut!" seru Daisy.
Lima hari berlalu dengan rasa dingin, pengap, dan menakutkan. Tanpa makanan dan minuman. Bibir pucat Daisy mulai terlihat sejak tiga hari yang lalu. Saat malam tiba, dalam kontainer itu menjadi gelap gulita. Sepertinya orang-orang itu telah memutus aliran listrik nya.
"Kau harus bertahan, bocah!" ucap anak laki-laki itu pada Daisy yang bersandar pada tubuhnya.
"Sudah ku bilang namaku Daisy!" protes Daisy.
"Kau juga tidak pernah menyebut namaku meskipun aku sudah memberi tahu mu.." gerutu anak laki-laki itu.
"Jika aku menyebut namamu, apakah kau akan menikahi ku?" Daisy membuat lelucon untuk menghibur dirinya sendiri yang hampir tidak bisa bertahan lagi.
"Ya, aku sudah memikirkannya sejak kau berlari ke arahku saat di pesta.."
"Bodoh, aku hanya membuat lelucon untuk diriku sendiri!" Daisy mendongakkan kepalanya penasaran dengan reaksi laki-laki itu.
Anak laki-laki itu terkekeh, kemudian tersenyum lembut. Mereka berdua saling bertatapan cukup lama. Lalu berakhir dengan bibir laki-laki itu yang mendarat di kening Daisy.
"Kita bukan apa-apa saja kau sudah mau menderita bersama ku, apalagi setelah kita menjadi apa-apa.." ucap laki-laki itu mendebarkan hati Daisy.
"Apa yang akan kau lakukan ketika keluar dari sini? Kau sekolah dimana?" tanya Daisy mengalihkan pembicaraan.
Laki-laki itu terkekeh, merasa wajah memerah Daisy saat ini sangatlah menarik untuk dilihat. Dia semakin ingin menjahilinya.
"SMA XX. Aku sudah kelas 12, dan setelah lulus nanti aku akan sekolah di luar negeri. Lalu saat pulang dengan keberhasilan, aku akan menikahi mu.." ucap laki-laki itu dengan santai.
"Dasar gila!" gerutu Daisy yang membuat laki-laki itu kembali terkekeh.
"Bagaimana denganmu?" tanya balik laki-laki itu.
"Aku baru kelas 10. Tapi setelah aku melihat pertunjukan mu, aku menjadi tertarik. Dan setelah lulus nanti aku akan mengambil jurusan musik. Mendirikan akademi musik dan mengajari anak-anak tentang musik. Wahh~ membayangkan saja sudah sangat menyenangkan.." cerocos Daisy dengan heboh. Dia bahkan melupakan rasa haus dan laparnya.