Seorang penulis pemula yang terjebak di dalam cerita buatannya sendiri. Dia terseret oleh alur cerita yang dibuatnya, bahkan plot twist yang sama sekali tak terpikirkan sebelumnya. Penasaran kelanjutan cerita ini? Ikuti lah kisah selengkapnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shan_Neen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Sudah tiga hari Marlin bekerja dilapangan, dan ini adalah hari terakhirnya mendekor toko roti itu.
Semuanya nampak sudah selesai. Para pekerja juga terlihat tengah melakukan finishing.
“Aku tak menyangka jika hasilnya akan sebagus ini,” puji pemilik toko.
“Syukurlah jika Anda senang dengan hasilnya. Kami hanya membuat sesuai keinginan pemilik dan kondisi bangunan,” sahut Marlin yang sedang bersama pemilik toko.
“La’ Grande memang di level yang berbeda,” ucap pemilik toko senang.
“Terimakasih, Nyonya,” ucap Marlin.
Mereka kembali berbincang sambil melihat proses akhir renovasi. Hingga pukul enam sore, semua pekerja telah selesai bekerja.
Semuanya terlihat mulai melakukan pembersihan, dibantu Marlin dan juga pemilik toko yang memang sudah tak sabar ingin menata toko barunya itu.
Pukul delapan, semua pekerjaan telah selesai dilakukan. Mobil pengangkut alat-alat pun sudah pergi membawa semua peralatan dari perusahaan beserta para pegawai.
Tinggal Marlin yang masih di sana, dan juga hendak pamit karena tugasnya telah selesai.
“Aku sangat suka dengan desainmu, Nona Yang. Nanti kau akan ku promosikan kepada teman-temanku agar mereka memakai jasamu,” ucap pemilik toko.
Marlin tersipu namun tetap berusaha profesional.
“Saya bekerja di La’ Grande. Datanglah ke sana jika butuh jasa saya kapanpun, Nyonya,” sahut Marlin penuh kerendahan diri.
“Kau ini selalu merendah. Baiklah, akan aku lakukan,” ucap pemiliki toko lagi.
“Sepertinya saya harus pulang. Ini sudah cukup larut dan pekerjaan saya sudah selesai. Kalau begitu saya pamit undur diri,” pamit Marlin.
Dia pun berjalan keluar dan pergi dari sana.
Dia berjalan menyusuri jalanan padat itu, berbaur dengan para pejalan kaki lainnya.
Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti saat melewati kedai tempo hari, saat dia melihat keberadaan Camilla dengan seseorang.
Dia membatu dengan tatapan nanar ke arah salah satu sudut di dalam kedai.
Kenapa aku masih berpikir itu Aiden? Ucapnya dalam hati.
...🐟🐟🐟🐟🐟...
Di tempat lain, di dalam sebuah toko bunga yang sudah tutup, nampak seorang pria tengah berdiri di depan seorang pria tua yang duduk sembari memegangi tongkat berjalannya.
“Berapa kali harus ku katakan pada Anda bahwa aku tak menginginkan semua itu,” teriak pria muda itu.
“Anak muda, jangan terlalu keras kepala. Apa bagusnya toko bunga ini dibandingkan perusahaan ku?” tanya pria tua itu dengan sikap santainya.
“Setidaknya toko ini adalah milikku sendiri, bukan orang lain. Lagi pula, Anda sudah punya orang lain yang bisa diandalkan, kenapa masih saja menggangguku?” keluh si pria muda.
“Maksudmu Ethan? Ibunya masih hidup, dan itu yang membuatku tak suka,” ucap pria tua lagi.
“pertimbangan macam apa itu? Jadi Anda menginginkanku karena aku sudah tak punya siapapun? Agar Anda bisa bebas mengaturku? Benar-benar lucu. Anda kira aku mau?” cecar si pria muda.
“Aiden, kau pasti akan mau,” ucap pria tua yang tak lain adalah Julius Wang, pemilik La’ Grande.
Dia tengah berada di toko bunga Aiden, dan membicarakan sesuatu yang serius.
“Jangan mimpi. Satu-satunya yang kumau adalah pergi dari radar Anda,” jawab Aiden dingin.
Julius terlihat terkekeh kecil. Dia mengambil sesuatu dari saku jasnya, dan meletakkan benda tersebut di atas meja.
“Pikirkan baik-baik,” ucap Julius.
Dia pun beranjak dari duduknya dan berjalan melewati Aiden yang masih terdiam.
Dia terus menatap foto yang diletakkan Julius di atas meja, yang memperlihatkan dirinya tengah berada di sebuah jalan, sembari bergandengan tangan dengan seorang gadis berambut keriting.
Itu adalah fotonya denga Marlin tempo hari, saat menarik tangan gadis itu agar pulang bersamanya, setelah kedapatan tidur di toko es krim.
Aiden terus diam dengan wajah datarnya, namun begitu pintu tokonya tertutup dan Julius keluar, tiba-tiba sebuah senyum muncul dengan sebelah sudut bibir yang terangkat lebih tinggi.
Dia pun meraih fotonya dengan Marlin tempo hari saat di Distrik Ginko.
“Badutku... sepertinya tugasmu sudah dimulai,” ucap Aiden dengan ekspresi yang aneh.
...🐟🐟🐟🐟🐟...
Hari-hari berlalu, dan tak terasa kini Marlin sudah sebulan bekerja di La’ Grande.
Toko roti yang direnovasi olehnya, kini menjadi viral dan ramai dikunjungi karena Instagramable.
Banyak public figur, food blogger, maupun influencer lainnya yang berkunjung kesana, dan menjadikan tempat itu semakin terkenal.
Seiring melambungnya nama toko tersebut, nama Marlin pun mulai ramai dicari di situs pencarian.
Awal minggu ini, ada beberapa proyek yang diserahkan padanya. Bersamaan dengan itu, berita Lusy yang tertangkap telah mencuri barang-barang dari gudang mencuat.
Membuat senior itu pun diberhentikan dari perusahaan tanpa pesangon, sebagai ganti rugi yang tak bisa dia berikan pada perusahaan.
Tim 4 pun kosong kepemimpinan. Semua saling tatap. Marlin diam tanpa sepatah katapun dan hanya membersamai tim yang kehilangan nahkoda itu.
“Marlin saja. Toh dia juga yang mendapatkan proyek, bukan kita,” ujar salah seorang anggota tim 4.
Dia sepertinya masih tidak suka dengan keberadaan Marlin karena kata-kata hasutan Lusy.
“Bagaimana menurutmu, Marlin?” tanya Jack, orang kedua yang paling senior di dalam tim.
“Bukankah Kakak yang lebih senior di sini. Kurasa dari pada mendengar perkataanku, mereka akan lebih menurut pada mu,” sahut Marlin langsung tanpa berpikir panjang.
Semua saling pandang, sementara gadis itu masih beradu pandang dengan Jack.
“Jangan dengarkan dia, Jack. Bisa-bisa kau jadi tumbal seperti Lusy,” bujuk yang lain.
Marlin nampak diam dengan lirikan tajam ke arah orang yang bicara tadi.
“Cukup! Kita tak perlu membahas Lusy lagi. Lagi pula, selama ini kita juga tertekan di bawah kepemimpinannya, bukan?” ungkap Jack tiba-tiba, melihat ketegangan antar anggota tim.
Semuanya terlihat tertunduk mendengar perkataan Jack barusan.
Sudah ku duga, mereka hanya pura-pura saja di depan, batin Marlin.
“Jujur saja, semua ide dari kita selalu dia tentang, dan hanya yang dia mau saja yang akan diajukan. Tim kita tak berkembang sejak dia jadi pemimpin. Apa kalian masih mau mendengarkan omongannya bahkan saat dia sudah tak di sini lagi?” lanjut Jack mencoba menyadarkan rekan satu timnya.
Marlin mengurai lengannya yang sedari tadi terlipat di depan dada, dan berganti memegangi tepian meja dan bersandar di sana.
“Sebaiknya kalian selesaikan permasalahan tim ini dulu. Aku hanya orang baru yang kebetulan masuk dan mengacau. Terserah kalian akan memasukkan aku atau tidak, dan siapa yang jadi pemimpin nanti, aku tak peduli. Lagi pula jika kalian pintar, keberadaanku justru akan lebih berguna bagi kalian,” ujar Marlin.
Gadis itu pun pergi keluar dari ruang pertemuan meninggalkan semua anggota tim.
Dia berjalan ke arah meja kerjanya, dan melihat beberapa proyek yang berhasil dia dapatkan.
Marlin mengambilnya satu persatu, dan melihat judul proposalnya.
Ada satu yang membuatnya terdiam dan terus menatapnya lekat.
Gadis itu mengambilnya dan membaca dengan seksama judul proposal tersebut.
“Dekorasi pertunangan? Bukankah ini urusan wedding organizer. Kenapa malah aku yang diminta? Siapa orang aneh ini?” gumamnya.
Marlin lalu melihat isi proposalnya. Matanya seketika membola dengan mulut yang terbuka lebar, melihat dua marga di dalam sana.
“What! Keluarga Wang dan Keluarga Yu? Oh My God. Mungkinkah... mungkinkah Ethan dan Camilla akhirnya bersama? Ah... aku tidak menyangka akan jadi saksi hidup peristiwa ini,” seru Marlin antusias.
Bersambung▶️▶️▶️▶️▶️
Jangan lupa like, komen, rate dan dukungan ke cerita ini 😄🥰