NovelToon NovelToon
Bu Fitri Guru Terbaik

Bu Fitri Guru Terbaik

Status: tamat
Genre:Tamat / Berondong / Bullying di Tempat Kerja / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Wanita Karir / Keluarga / Karir
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Fitriyani Nurjannah adalah seorang guru honorer selama 15 tahun di SMA 2 namun ia tak pernah menyerah untuk memberikan dedikasi yang luar biasa untuk anak didiknya. Satu persatu masalah menerpa bu Fitri di sekolah tempat ia mengajar, apakah pada akhirnya bu Fitri akan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aduan Datang

Beberapa siswa dari kelas X dan XII dengan wajah tegang dan khawatir memberanikan diri mendatangi ruangan Pak Agus, kepala sekolah mereka. Mereka datang untuk menyampaikan keluhan dan keresahan mereka terkait dengan perilaku Bu Vivi, guru matematika mereka yang seringkali membuat mereka merasa takut dan tidak nyaman.

"Pak, kami mau mengadu tentang Bu Vivi," ujar salah satu siswa dengan suara bergetar. "Beliau sering menggebrak meja dan papan tulis saat mengajar. Kami jadi takut kalau beliau sedang mengajar."

Siswa yang lain menimpali, "Iya, Pak. Kami jadi tidak konsentrasi belajar karena takut Bu Vivi marah. Kami mohon, Pak, agar Bapak bisa menegur Bu Vivi."

Pak Agus mendengarkan keluhan siswa-siswanya dengan seksama. Ia sebenarnya sudah mengetahui tentang perilaku Bu Vivi yang seringkali membuat siswa-siswanya ketakutan. Namun, ia merasa tidak berdaya untuk bertindak.

"Bapak tahu apa yang kalian rasakan," kata Pak Agus dengan nada prihatin. "Bapak sudah seringkali mendapatkan laporan tentang Bu Vivi.

Tapi, Bapak mohon maaf, Bapak belum bisa bertindak tegas terhadap Bu Vivi."

"Kenapa, Pak?" tanya salah satu siswa dengan nada kecewa. "Kenapa Bapak hanya diam saja?"

Pak Agus menghela napas panjang. Ia merasa bersalah karena tidak bisa melindungi siswa-siswanya dari perilaku Bu Vivi yang tidak menyenangkan.

"Kalian harus tahu," kata Pak Agus dengan suara lirih, "suami Bu Vivi adalah kepala dinas pendidikan. Bapak takut kalau Bapak menegur Bu Vivi, Bapak akan berurusan dengan beliau."

Siswa-siswa itu terkejut mendengar pengakuan Pak Agus. Mereka tidak menyangka bahwa kepala sekolah mereka pun takut kepada suami Bu Vivi.

"Jadi, Bapak tidak akan melakukan apa-apa?" tanya salah satu siswa dengan nada kecewa. "Kami harus bagaimana, Pak?"

Pak Agus terdiam sejenak. Ia merasa bersalah karena tidak bisa memberikan solusi kepada siswa-siswanya.

"Bapak akan coba berbicara dengan Bu Vivi lagi," kata Pak Agus akhirnya. "Bapak akan coba mengingatkan beliau agar tidak bersikap kasar kepada siswa. Tapi, Bapak tidak bisa menjamin Bu Vivi akan berubah."

Siswa-siswa itu hanya bisa pasrah mendengar jawaban Pak Agus. Mereka tahu, harapan mereka untuk mendapatkan guru matematika yang lebih baik sangat tipis.

"Kami mohon, Pak," kata salah satu siswa, "Bapak jangan menyerah. Kami ingin belajar matematika dengan tenang dan nyaman."

Pak Agus mengangguk. Ia berjanji akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah ini. Ia tidak ingin siswa-siswanya terus merasa takut dan tidak nyaman saat belajar matematika.

****

Pak Agus duduk di ruangannya dengan perasaan bimbang. Aduan dari siswa tentang Bu Vivi kembali terngiang di telinganya. Ia tahu Bu Vivi memang seringkali bertindak kasar dan membuat siswa-siswanya ketakutan. Namun, ia juga tahu bahwa suami Bu Vivi adalah kepala dinas pendidikan. Jika ia berani menegur Bu Vivi, bisa saja ia yang terkena masalah dan jabatannya sebagai kepala sekolah terancam.

Pak Agus menghela napas panjang. Ia merasa dilema. Di satu sisi, ia ingin melindungi siswa-siswanya agar mereka bisa belajar dengan nyaman dan tenang. Di sisi lain, ia juga harus menjaga jabatannya agar ia tetap bisa bekerja dan menafkahi keluarganya.

Setelah berpikir cukup lama, Pak Agus akhirnya memutuskan untuk meminta saran dari Fitri. Ia percaya Fitri adalah guru yang bijaksana dan memiliki pandangan yang luas. Ia berharap Fitri bisa memberikan solusi terbaik untuk masalah ini.

Pak Agus pun beranjak dari kursinya dan berjalan menuju ruang guru. Ia melihat Fitri sedang duduk sendirian sambil membaca buku.

"Fitri, bisa bicara sebentar?" sapa Pak Agus dengan sopan.

Fitri mendongak dan tersenyum. "Tentu saja, Pak," jawabnya. "Ada apa?"

Pak Agus kemudian menceritakan tentang aduan siswa mengenai Bu Vivi. Ia juga menceritakan tentang kebimbangannya dalam menghadapi masalah ini.

"Saya bingung, Fitri," kata Pak Agus dengan nada putus asa. "Saya tidak tahu harus berbuat apa. Saya takut kalau saya menegur Bu Vivi, saya akan dicopot dari jabatan saya."

Fitri mendengarkan cerita Pak Agus dengan seksama. Ia memahami apa yang sedang dirasakan oleh kepala sekolahnya itu.

"Saya mengerti, Pak," kata Fitri dengan nada tenang. "Ini memang masalah yang sulit. Tapi, saya percaya Bapak bisa menemukan jalan keluarnya."

"Bagaimana caranya, Fitri?" tanya Pak Agus dengan nada putus asa. "Saya sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa."

Fitri terdiam sejenak, berpikir mencari solusi terbaik untuk masalah ini. Ia kemudian teringat dengan pengalaman pribadinya saat menghadapi Bu Vivi.

"Pak, menurut saya, kita harus berbicara baik-baik dengan Bu Vivi," kata Fitri. "Kita harus menjelaskan kepada beliau bahwa tindakannya itu sudah meresahkan siswa. Kita juga harus memberikan pengertian bahwa sebagai seorang guru, kita harus bisa bersikap sabar dan lemah lembut kepada siswa."

"Tapi, apakah Bu Vivi akan mau mendengarkan kita?" tanya Pak Agus dengan nada ragu.

"Saya percaya, Bu Vivi pasti akan mau mendengarkan kita," jawab Fitri dengan yakin.

"Beliau adalah guru yang profesional. Beliau pasti ingin yang terbaik untuk siswa-siswanya."

"Baiklah," kata Pak Agus. "Saya akan mencoba berbicara dengan Bu Vivi. Terima kasih atas sarannya, Fitri."

"Sama-sama, Pak," jawab Fitri. "Saya harap masalah ini bisa segera selesai."

Pak Agus kemudian meninggalkan ruang guru dengan perasaan sedikit lega. Ia berharap, pertemuannya dengan Bu Vivi nanti bisa berjalan lancar dan menghasilkan solusi yang terbaik untuk semua pihak.

****

Selepas menerima aduan dari siswa, Pak Agus akhirnya menemui Bu Vivi di ruang guru. Ia ingin berbicara baik-baik dan menyampaikan keluhan dari para siswa.

"Bu Vivi, maaf mengganggu waktunya," sapa Pak Agus dengan sopan.

"Ada apa, Pak?" jawab Bu Vivi dengan nada ketus.

"Saya ingin menyampaikan keluhan dari siswa tentang cara Ibu mengajar," kata Pak Agus dengan hati-hati.

"Keluhan? Keluhan apa?" tanya Bu Vivi dengan nada menantang.

"Mereka merasa takut dan tidak nyaman dengan cara Ibu mengajar," jawab Pak Agus. "Mereka bilang Ibu sering menggebrak meja dan papan tulis."

Bu Vivi tertawa sinis mendengar perkataan Pak Agus. "Itu cara saya mendisiplinkan siswa," katanya. "Mereka memang pantas mendapatkan pelajaran."

"Tapi, Bu, cara Ibu sudah keterlaluan," kata Pak Agus dengan nada tegas. "Siswa jadi takut dan tidak konsentrasi belajar."

"Saya tidak peduli," balas Bu Vivi dengan ketus. "Saya hanya ingin siswa saya pintar dan disiplin."

Pak Agus menghela napas panjang. Ia sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya berbicara dengan Bu Vivi.

"Saya mohon, Bu," kata Pak Agus dengan suara lirih. "Tolong ubah cara Ibu mengajar. Kasihanilah siswa-siswa kita."

"Sudahlah, Pak," kata Bu Vivi. "Saya tidak mau berdebat dengan Bapak. Ini urusan saya."

Bu Vivi kemudian meninggalkan Pak Agus dengan perasaan kesal. Ia tidak terima dengan teguran dari kepala sekolahnya.

Setelah berbicara dengan Pak Agus, Bu Vivi langsung menghampiri Fitri di ruang guru. Ia menatap Fitri dengan tatapan tajam dan penuh amarah.

"Fitri!" panggil Bu Vivi dengan suara keras.

Fitri menoleh dan terkejut melihat Bu Vivi yang sudah berdiri di depannya dengan wajah marah.

"Ada apa, Bu?" tanya Fitri dengan nada gugup.

"Kamu pasti yang mengadu pada Pak Agus tentang saya, kan?" tuduh Bu Vivi dengan nada sinis.

Fitri terdiam sejenak. Ia tidak menyangka Bu Vivi akan tahu bahwa ia yang menyampaikan keluhan siswa kepada kepala sekolah.

"Saya hanya menyampaikan apa yang menjadi keluhan siswa, Bu," jawab Fitri dengan tenang.

"Kamu ini memang suka cari gara-gara dengan saya!" bentak Bu Vivi. "Kamu iri dengan saya, kan?"

"Saya tidak pernah iri dengan Ibu," balas Fitri dengan tegas. "Saya hanya ingin yang terbaik untuk siswa-siswa kita."

"Sudahlah, jangan pura-pura baik di depan saya!" kata Bu Vivi dengan nada sinis. "Saya sudah tahu bagaimana aslinya kamu."

Bu Vivi kemudian meninggalkan Fitri dengan perasaan marah dan dendam. Ia berjanji akan membalas perbuatan Fitri yang telah membuatnya malu di depan kepala sekolah.

Fitri hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan Bu Vivi. Ia tidak mengerti mengapa Bu Vivi begitu membencinya. Ia hanya ingin membantu siswa-siswa agar bisa belajar dengan nyaman dan tenang.

1
Nusa thotz
aku tidak akan pernah kembali....copy paste?
Mika Su
kasihan kena omel guru galak
Mika Su
aku suka banget karena ceritanya beda sama yang lain
Serena Muna: makasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!