Greyna Joivandex, gadis berusia 18 tahun, dipaksa menikah dengan Sebastian Ferederick, direktur kaya berusia 28 tahun, oleh ibunya. Pernikahan yang terpaksa ini membawa Greyna ke dalam dunia yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dengan kekayaan dan kekuasaan yang melimpah, Sebastian tampaknya memiliki segalanya, tetapi di balik penampilannya yang sempurna, terdapat rahasia dan konflik yang dapat menghancurkan pernikahan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ameliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi
Kini sudah setahun sejak semua kejadian itu terjadi, mulai dari mereka menikah, bercerai, lalu kecelakaan dan lupa ingatan. Sebastian memilih untuk menjauh dari Grey. Ia merindukan gadis yang dicintanya.
"Foto ini," ucap Tian, kembali mengingatkan saat acara pernikahan mereka, di mana Tian dan Grey berfoto sambil bergandengan tangan dengan wajah jutek Grey. "Apa yang terjadi sama kamu, saya kangen."
Sebastian sedang berada di Macau untuk menangkap pengedar narkoba yang sudah beroperasi selama 5 tahun dan berhasil lolos dari kejaran polisi. Ia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya, tapi ia juga tidak bisa melupakan Grey.
Sebastian mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengusir pikiran-pikiran tentang Grey dari kepala.
Tian menatap ponselnya saat sedang sibuk memandang foto pernikahannya, ia mendapat pesan dari Xander.
Lokasi sudah ditemukan, alamat Tempat makan Xxx
Tian mengusap wajahnya, mengambil kunci motornya, dan bergegas pergi ke lokasi. Tian memarkirkan motornya lumayan jauh dan memilih jalan kaki menuju Restoran China yang ramai pengunjung. Ia melihat Xander sedang menyamar menjadi pedagang es, sementara yang lain juga menyamar, ada yang sebagai pelayan, tukang sapu, pengemis, dll.
Tian berjalan masuk ke dalam restoran yang penuh pengunjung, ia melihat sekeliling dan menemukan target mereka. Ia tersenyum tipis, menarik kursi, dan segera duduk di sana sebagai pelanggan normal yang akan memesan makanan.
Pandangan Tian tidak luput sedikitpun dari target, saat makan pun ia tidak berkedip memantau mangsanya. "Tim 1 siaga" bisik Tian, mereka semua mengenakan penyuara telinga agar terhubung satu sama lain.
"Tim 2 siaga, target menuju pintu belakang" Tian melihat targetnya bergerak menuju pintu belakang restoran.
"Aduh, punggungku," seorang kakek tua bungkuk duduk di samping tempat sampah beralas kardus bekas. Tian tahu bahwa itu adalah salah satu anggota timnya yang sedang menyamar.
"Tim 2, sedia" jawab kakek tua itu melalui penyuara telinga.
Tian tersenyum tipis, ia tahu bahwa rencana mereka akan segera terlaksana. Ia hanya perlu menunggu saat yang tepat untuk menyergap mereka dalam satu kedipan.
......................
Kota metropolitan begitu ramai, Haga mengajak Grey berkeliling dengan mobil sambil menunjukkan jalan. Tetapi kini malah terjebak macet akibat padatnya transportasi di sore hari. Untuk sementara waktu, Grey tidak akan kuliah dengan kondisi yang tidak memungkinkan.
Grey melihat pedagang yang berkeliling untuk berjualan, memanfaatkan kemacetan untuk mencari nafkah dengan berbagai macam barang, ada yang menjual tisu, kerupuk, air, dan nasi bungkus. Haga menatap Grey, "Lo mau, Kak?" Tanyanya melihat pedagang tersebut.
"Gue haus," ucap Grey.
"Hmm, oke," ucap Haga memanggil penjual dan membeli 2 botol air mineral. "Nih," Haga menyerahkan sebotol untuk Grey. Grey menerimanya dan meminumnya dengan perlahan.
Haga memandang Grey dengan nada yang khawatir. Ia ingin Grey kembali seperti semula, kembali menjadi gadis yang ceria dan bersemangat. Tapi, ia tidak tahu bagaimana caranya untuk membantu Grey mengingat kembali.
"Kak, lo enggak ingat apa-apa tentang gue?" tanya Haga dengan nada yang lembut.
Grey memandang Haga dengan mata yang kosong, tidak ada jawaban dari dirinya. Haga menghela nafas dalam-dalam, Ia tahu bahwa ia harus sabar dan terus mencoba membantu Grey mengingat kembali tentang semuanya.
Setelah terjebak macet selama 1 jam, kini mereka sampai di rumah. Grey lumayan bete dibuat Haga. "Kenapa muka kakakmu?" tanya Hanne yang melihat Grey berjalan melewati ruang keluarga.
"Bete gara-gara kejebak macet," ucap Haga, mengambil kebab itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya. "Uhm, enak. Omah bikin?" Hanne menggeleng. "Itu buatan Bundamu."
Haga tersenyum. "Udah aku duga sih." Ia memandang ke arah Grey yang sedang berjalan menuju kamarnya. "Kak, lo mau makan enggak?" tanya Haga.
Grey tidak menjawab, ia hanya melanjutkan berjalan menuju kamarnya.
......................
Motor kesayangan Grey sudah tidak bisa diselamatkan, hanya tersisa kerangkanya saja. Andaikan pemiliknya tidak lupa ingatan, yakinlah ia akan menangis tersedu-sedu kemudian mogok makan mengingat motor kesayangannya yang menemaninya selama 4 tahun, kini sudah tiada.
Mobil yang biasanya selalu dipakai Grey, kini terparkir rapi di garasi bersama debu yang menempel. Haga menghela nafas, merasa kasihan pada dirinya sendiri melihat 4 mobil yang terparkir harus dibawa satu persatu ketempat pencucian oleh dirinya sendiri.
Haga menuju kamar Grey, mengetuknya dengan pelan. "Kak, temenin gue yok," ajak Haga membuka pintu kamarnya, melihat Grey sedang duduk di jendela.
"Kak, plis bilang sama gue lo enggak lagi nyoba buat bundir kan," kata Haga mendekat, dengan nada yang sedikit khawatir. Grey memutar bola matanya malas, "Enggak, siapa juga mau bundir," katanya turun dari jendela.
"Daripada ngelamun, mending temenin gue bawa mobil kepencucian," ucap Haga menarik kakaknya. Hanne dan Aresa hanya menggeleng melihat tingkah anaknya.
"Jagain kakak kamu ya, jangan sampai hilang," teriak Aresa dari tangga saat melihat keduanya sudah memasuki mobil.
Haga tersenyum, "Tenang, Bund, aku jagain kok" katanya sambil memandang Grey yang sedang duduk di sampingnya.
Saat sedang menunggu mobil dicuci, Grey merasa bosan, ia menoleh ke arah Haga yang sedang berbincang dengan pemilik pencuci mobil. Haga sangat gampang akrab dengan orang, seperti kata orang, laki-laki bisa berteman dengan siapapun selama itu bernafas dan tidak berbahaya.
Haga Marvelino, berusia 17 tahun, duduk di bangku kelas 11 Jurusan Tehnik mesin. Setelah tinggal di luar negeri dan bersekolah di sana, kini Haga harus kembali beradaptasi dengan sekolah barunya.
Ia lumayan populer dengan tubuhnya yang tinggi, juga rupanya yang tampan membuat siswa dengan gampang mengenalnya bahwa ia adalah murid baru. Banyak siswa yang penasaran dengan dirinya, terutama para siswi yang tidak bisa menghilangkan pandangan mereka dari wajah tampan Haga.
Haga sendiri tidak terlalu mempermasalahkan popularitasnya itu. Ia lebih fokus pada proses belajarnya dan berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah barunya. Tapi, ia tidak bisa menyangkal bahwa ia merasa senang bahwa banyak orang ingin berkenalan dengannya.
Setelah selesai mencuci mobil, kini mereka sedang makan siang bersama di meja makan. "Makan yang banyak, sayang, gimana kamu mau sehat kalau makannya cuma sedikit," kata Hanne memberikan sepotong paha ayam kepiring Grey.
Grey memandang Hanne dengan mata yang kosong, tapi ia juga tidak menolak makanan yang diberikan kepadanya. Ia mengambil garpu dan memakannya dengan perlahan.
Setelah menginap selama 2 minggu di Macau, kini mereka berada di dalam pesawat pribadi milik polisi dengan 5 pengedar narkoba yang terborgol rapi sedang tidur berkat bius yang mereka berikan.
"Akhh, akhirnya gue bisa pulang, meluk istri gue," ucap Xander menyindir Tian. Dom menutup rapat mulutnya menahan tawa melihat wajah kesal Tian.
"Sopankah bicara di depan duda perjaka begitu?" kata Dom, mewakili isi hati Tian.
Xander tersenyum, "Gue cuma bercanda, Bos. Jangan terlalu serius."
Beberapa dari mereka mengalami luka ringan akibat perlawanan dari pelaku, tetapi semuanya sudah diobati. Mereka semua merasa lega karena misi mereka telah selesai berjalan dengan lancar.
"Bergaul sekali-kali, jangan ngomong sama dinding," saran Xander, mendapat lembaran bantal dari Tian.
Dom yang masih menahan tawa, akhirnya tidak bisa menahan lagi dan meledak dalam tawa. "Hahaha, Xan, lo benar-benar bikin Bos Bas kesal!" katanya sambil tertawa.
semangat
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩